Insight | General Knowledge

Fakta Sejarah Ratu Charlotte dan Raja George III

Rabu, 10 May 2023 17:00 WIB
Fakta Sejarah Ratu Charlotte dan Raja George III
Foto: Wikimedia Commons
Jakarta -

Sejak ditayangkan di Netflix, Bridgerton telah menjadi serial populer di kalangan pecinta period drama yang kental dengan bumbu romansa. Terbaru, Netflix merilis Queen Charlotte, serial spin-off yang bercerita tentang kisah cinta sang ratu dengan King George III—yang jarang sekali muncul atau disebutkan dalam Bridgerton. Apabila karakter di Bridgerton seluruhnya fiktif, karakter Queen Charlotte dan King George terinspirasi dari tokoh nyata.

Di awal serial, narator memberi disclaimer bahwa Queen Charlotte bukanlah sebuah "pelajaran sejarah", melainkan kisah fiksi yang terinspirasi dari fakta. Dikisahkan, Charlotte yang merupakan aristokrat dari Jerman harus pindah ke London untuk menikah dengan Raja Inggris. Charlotte yang waktu itu masih berumur 17 tahun harus menghadapi lingkungan yang baru dan menikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Meski perlahan cinta tumbuh di antara Charlotte dan George, George menyimpan sebuah rahasia besar mengenai penyakit yang diidapnya.

Lalu, fakta apa yang mendasari kisah Queen Charlotte? Benarkah kisah cinta antara Charlotte dan George setragis dan semanis yang ada dalam serial Netflix?

Identitas Rasial Ratu Charlotte Masih Jadi Perdebatan
Salah satu konflik utama dalam serial Queen Charlotte adalah tantangan yang dihadapi Charlotte sebagai ratu berkulit hitam pertama di Inggris. Meski berstatus sebagai Putri Jerman, ia memiliki darah Moor—sebutan bagi keturunan Afrika di masyarakat Eropa. Faktanya, hingga kini identitas rasial dari Ratu Charlotte masih menjadi perdebatan.

Karakter Charlotte terinspirasi dari Princess Sophie Charlotte of Mecklenburg-Strelitz, putri dari adipati yang memerintah wilayah Jerman Utara. Pada 1761, di usianya yang masih muda, Charlotte menikah dengan Raja George III. Diskursus mengenai identitas Charlotte muncul tahun 1940, ketika jurnalis J.A. Rogers berteori bahwa Charlotte adalah keturunan kulit hitam atau multirasial. Teori ini kemudian dilanjutkan oleh sejarawan Mario De Valdes y Cocom pada 1997 yang mengatakan bahwa Charlotte merupakan keturunan dari cabang keluarga kerajaan Portugis, yaitu Alfonso III dengan selirnya, Madragana, yang berkulit hitam.

Teori Valdes didukung dengan sebuah potret terkenal Ratu Charlotte yang dilukis oleh seniman terkenal di abad ke-18. Potret Ratu Charlotte ini dilukis oleh Allan Ramsey pada 1784. Dalam potret tersebut, Charlotte terlihat memiliki fitur-fitur fisik keturunan kulit hitam, seperti hidung dan mulut yang lebar. Akan tetapi, tidak semua sejarawan bersepakat mengenai hal ini. Sebab, teori ini tidak bisa dibuktikan. Sedangkan deskripsi "Moor" pada masa itu digunakan secara luas dan tidak melulu untuk keturunan Afrika. Sehingga, tidak bisa dipastikan apakah Charlotte memiliki identitas multirasial atau tidak.

Penyakit Mental yang Diderita George III
Secara historis, Raja George III dijuluki sebagai "mad king who lost the American colonies". Seperti di serialnya, George III memang menderita penyakit kejiwaan yang membuatnya berkali-kali mengalami mania. Tapi pada masa itu kesehatan mental masih menjadi isu yang tabu, sehingga tidak ada diagnosa resmi untuk penyakit yang diderita George. Penyakit yang diderita George membuatnya "dikurung" di Kew Palace hingga ia jarang muncul di depan publik.

Dalam situs resmi British Royal Family, George dikatakan mengalami "penyakit serius" yang membuatnya tidak memiliki kapasitas mental untuk memimpin. Kondisi yang dialami dialami George sempat diduga berasal dari penyakit menurun bernama porphyria yang menyerang kulit dan sistem saraf. Namun, banyak sejarawan dan peneliti kesehatan yang menemukan kesamaan antara kondisi George dengan gejala bipolar.

Kecintaan George III Terhadap Sains
Queen Charlotte menggambarkan karakter George dengan amat humanis; meski menderita penyakit mental, tapi ia tetap digambarkan sebagai individu yang memiliki passion, terutama sains. Fakta sebenarnya juga demikian. George III merupakan raja pertama yang mempelajari sains, hal ini membuatnya memiliki kecintaan dengan astronomi. Seperti di serialnya, George III memiliki observatorium untuk mempelajari pergerakan planet.

Sebagai pendukung kebudayaan dan pengetahuan, George juga memiliki koleksi buku yang ekstensif; perpustakaannya terdiri dari 65 ribu buku yang sekarang telah didonasikan ke British Museum. Tak hanya itu, George juga membuka perpustakaannya bagi para cendekiawan.

Pernikahan Charlotte dan George III Bertahan 57 Tahun
Dalam serial Netflix, Charlotte dan George III digambarkan memiliki hubungan yang penuh kasih sayang—terlepas dari perjodohan dan berbagai masalah yang dihadapi keduanya. Penggambaran ini tak terlalu jauh dari kondisi sebenarnya. Sebab faktanya, pernikahan Charlotte dan George III bertahan hingga 57 tahun hingga George meninggal dunia pada 1820. Mereka memiliki 13 anak, di mana 2 di antaranya naik takhta menjadi Raja Inggris.

Meski demikian, kondisi George yang semakin parah membuat keduanya hidup terpisah sejak awal 1800an. Berbeda dengan serialnya, Charlotte bahkan menolak untuk menemui George sendirian dan akhirnya berhenti menemui suaminya sejak 1813.

Itu dia beberapa fakta sejarah mengenai Ratu Charlotte dan Raja George III yang kisah hidupnya menginspirasi serial Queen Charlotte. Meski fiktif, Queen Charlotte bisa menjadi pintu masuk untuk mempelajari sejarah Inggris. Lebih penting lagi, kisah fiktif yang terinspirasi dari fakta ini bisa membuat kita memandang anggota keluarga kerajaan dengan perspektif yang berbeda.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS