Vibrasi Suara Indonesia (VISI) yang tergabung dari sederet musisi Indonesia telah melayangkan permohonan uji materi terkait Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. Setelah menunggu, mereka pun diundang untuk menghadiri sidang MK yang membahas tentang permohonan perbaikan materi UU Hak Cipta tersebut, Rabu (7/5).
Hasilnya, hakim menerima seluruh perbaikan permohonan termasuk masukan dari para hakim konstitusi. Kuasa hukum VISI, Panji Prasetyo mengatakan, seluruh bukti permohonan sudah dinyatakan sah dan tidak ada Pemohon yang menarik diri dari permohonan tersebut.
"Kami mendesak agar UU Hak Cipta dikaji ulang untuk memberikan perlindungan setara, adil, dan sejalan dengan prinspip konsitusional," ujarnya.
Sidang pada hari Rabu itu menandai selesainya tahap administratif dan substansi awal permohohan. Lalu, sidang agenda selanjutnya akan diadakan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang dijadwalkan minggu depan. Dalam sidang tersebut, majelis hakim akan menyampaikan pokok permohonan kepada hakim konstitusi lainnya.
Jika mayoritas hakim menyatakan sudah cukup jelas, maka putusan dapat langsung dijatuhkan tanpa melalui sidang pleno. Jika dinilai masih perlu pendalaman, maka perkara ini akan dibawa ke rapat pleno untuk pembahasan lebih lanjut.
Hukum yang Tak Jelas Rugikan Para Penyanyi
Sebelumnya, VISI bersama para pemohon lainnya yang berasal dari kalangan industri musik Indonesia mengatakan ketidakpastian hukum mengenai hak pertunjukan dan sistem perizinan lagu telah menimbulkan kerugian konstitusional. Tantri 'Kotak' dan Hedi Yunus adalah dua musisi yang merasakan dampak langsung dari sistem direct licensing secara sepihak dari pencipta lagu.
Mereka merasa keberatan karena peran mereka yang sudah mempopulerkan lagu-lagu tersebut tidak mendapatkan keadilan yang setara. Bahkan banyak penyanyi yang juga menjadi produser dari karya-karya mereka. Mereka memberikan tenaga, mempromosikannya, dan bahkan mengeluarkan materi untuk karya-karya tersebut.
Tantri 'Kotak' misalnya yang terpaksa tidak membawakan lagi lagu-lagu hits ciptaan mantan rekan satu bandnya, Posan, karena adanya somasi. Padahal lagu-lagu tersebut merupakan bagian dari perjalanan kariernya sebagai seorang penyanyi dan identitas musik grupnya. Sementara Hedi Yunus, harus berhenti menampilkan lagu 'Melamarmu' akibat tekanan penggunaan lisensi langsung yang menimbulkan ketakutan hukum.
Musisi-musisi tersebut merasa hal ini membatasi ruang berekspresi para pelaku seni, terutama pertunjukan musik. Ini juga dirasa bertentangan dengan jaminan hak atas rasa aman, kepastian hukum, dan kebebasan berkarya.
VISI pun berharap MK bisa melihat pentingnya menjamin rasa aman dan keadilan hukum bagi para pelaku pertunjukan, serta mendesak agar UU Hak Cipta dikaji ulang untuk memberikan perlindungan setara dan adil.
(cxo/DIR)