Jargon "Indonesia Emas 2045" merupakan sebuah visi struktural yang gagah tetapi tidak akan mudah diwujudkan. Terlebih, jika sebatas dijadikan pemanis dalam pidato, angan-angan keemasan hanya akan tinggal kata-kata yang menggugah. Namun, tidak begitu bagi 19 orang muda-mudi inovatif dari seluruh Indonesia, yang baru saja memaparkan gagasan dan terobosan nyata, di hadapan para juri Ashoka Young Changemaker (AYC) 2025.
Bertempat di Artotel, Senayan, Jakarta (Jumat, 25/4/25), 19 finalis program Ashoka Young Changemakers menyampaikan sederet inovasi serta solusi kolektif, yang digagas demi dapat mengatasi sejumlah permasalahan mengakar yang terjadi di masyarakat.
Para peserta yang berusia antara 12 20 tahun ini menyampaikan terobosan nyata dalam berbagai hal, seperti solusi penanggulangan sampah, peningkatan minat baca, sampai inisatif ramah disabilitas ke hadapan 12 juri yang berasal dari beragam latar strategis. Yakni, Windy Goestiana (Marcomm Manager Suzana Radio Network Surabaya), Ro'fah, Ph.D (Akademisi UIN Sunan Kalijaga), Taufan Garuda Putra (Founder & CEO Amartha), hingga Michele Soeryadjaya (Director William & Lily Foundation).
Semua Orang Bisa Jadi Pembaharu
Ashoka Young Changemaker merupakan jejaring global orang muda, yang memiliki visi pembawa perubahan demi kebaikan bersama. Mereka meluncurkan inisiatif sosial, membentuk tim, dan menciptakan solusi nyata untuk menjawab isu-isu di sekitar mereka.
Bersama para mitranya, Ashoka mengharapkan, para penggerak muda mampu memimpin gerakan "Everyone a Changemaker" (Semua Orang Pembaharu) yang dapat lebih memantik kontribusi generasi muda secara menyeluruh, untuk berani bersuara dan berperan aktif di masyarakat.
Menurut Youth Years Manager Ashoka Indonesia, Ara Kusuma, tim Youth Years Ashoka telah melakukan seleksi awal terhadap 356 pelamar muda yang membawa inovasi mereka masing-masing dalam program AYC 2025 ini. Pada proses pemilihan tingkat nasional tersebut, semua pendaftar pembaharu muda melewati tahap wawancara dan terpilih 19 orang kandidat.
"Sebelum mereka berhadapan dengan para juri dan melalukan presentasi secara tatap muka, para finalis ini sudah melalui proses penyaringan dan wawancara daring dengan tim Ashoka Indonesia dan global," ujar Ara.
Ashoka Indonesia sendiri berfokus mengiringi inisiatif-inisiatif inovatif kaum muda sejak 2005 silam. Dalam periode 2005-2013, Ashoka sudah bekerja dengan sekitar 120 orang muda Indonesia. Sedangkan, program Ashoka Young Changemaker yang berjalan mulai 2019, dalam durasi dua tahun sekali, telah menghasilkan 27 pembaharu muda.
Dalam konferensi pers, Nani Zulminarni (Direktur Regional Ashoka untuk Asia Tenggara) menyatakan, "Ashoka percaya kita perlu melibatkan anak muda dalam praktik menciptakan perubahan sejak dini, agar mereka menemukan kekuatan dalam dirinya."
Untuk itu, ketika umumnya anak muda baru dipersiapkan untuk aktif secara sosial setelah lulus SMA atau kuliah, Ashoka justru percaya potensi mereka harus dirangkul sejak dini agar ide segar tak hanya muncul, tapi juga tumbuh dan difasilitasi.
Terobosan Baru untuk Banyak Hal
Empati menjadi bahan bakar utama para finalis AYC 2025. Mereka membawa ide segar dari kepekaan terhadap sekitar dan menerjemahkannya menjadi solusi nyata.
Misalnya Chelsea Franssiska dari Surabaya yang menggagas Eco Oil, inisiatif pengolahan limbah minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi dan sabun. Ada pula Kanaya M. (19) dari Jambi dengan Edukasi Berjalan, yang mengenalkan HAM dan berpikir kritis kepada anak-anak marjinal. Perserta termuda, Hanna A. (12) dari Jakarta, menghadirkan Jadikan Buku Teman Baikmu, program literasi kreatif lewat sahabat pena dan berburu harta karun.
Ide segar lainnya muncul dari Izzudin A. (18) dengan Langgar Mu mengubah masjid jadi ruang edukasi kreatif; Rana A. (16) dari Bandung dengan Jabar Tapa, program edukasi kebencanaan untuk remaja; Febriand V. (20) dari Surabaya dengan Black Screen, ruang berkarya bagi remaja disabilitas; hingga Buta Digital Indonesia dari Yugo (16), yang menyoroti akses digital inklusif.
Semua inisiatif ini jadi bukti bahwa inovasi sosial bisa lahir dari empati sederhana-asal ada keberanian untuk bertindak. Di sisi lain, para juri dan mitra Ashoka hadir bukan sekadar menilai, tapi siap menjadi fasilitator bagi masa depan ide-ide ini.
(cxo/RIA)