Insight | General Knowledge

Berbagai Alasan Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor

Jumat, 16 Jun 2023 16:12 WIB
Berbagai Alasan Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor
Foto: Istimewa
Jakarta -

Sejak gerakan #MeToo semakin bergaung, sudah ada semakin banyak korban kekerasan seksual yang akhirnya berani mengungkap apa yang mereka alami. Gerakan #MeToo sendiri pada awalnya dipicu oleh terbongkarnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh produser film ternama Harvey Weinstein kepada puluhan perempuan selama 30 tahun. Kebenaran ini baru terungkap pasca The New York Times menerbitkan artikel yang berisi keterangan dari beberapa korban. Kasus ini membangkitkan amarah publik dan juga sebuah pertanyaan: mengapa butuh waktu lama sekali untuk mengungkap pelecehan yang dilakukan Harvey Weinstein?

Kenyataannya, banyak korban kekerasan seksual yang enggan mengungkap pelecehan yang mereka alami. Di Indonesia, salah satu contohnya adalah kasus pelecehan seksual yang dialami remaja berumur 15 tahun di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Ia diperkosa oleh 11 laki-laki dewasa, di mana salah satu pelakunya adalah anggota Brimob, sejak April 2022. Namun, pelecehan ini baru terungkap pada Januari 2023, ketika ia mengeluhkan rasa sakit di bagian vagina dan akhirnya menceritakan peristiwa itu kepada orang tuanya.

Ketika korban pelecehan seksual mengungkap kasus yang terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun yang lalu, terlalu sering orang-orang bertanya "mengapa baru sekarang?" Sementara itu, bagi korban, melaporkan kasus pelecehan seksual yang traumatis bukanlah perkara mudah. Berdasarkan studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Indonesia Judicial Research Society, alasan terbesar yang membuat korban enggan melapor adalah karena merasa takut (33,5%), kemudian diikuti dengan merasa malu (29%), tidak tahu mau melapor ke mana (23,5%), dan merasa bersalah (18,5%).

Studi IJRS mengungkap bahwa proses pelaporan kasus kekerasan seksual tidak bisa disamakan dengan pelaporan kriminalitas pada umumnya, sebab kondisi psikologis korban kekerasan seksual berbeda dengan korban kejahatan lainnya. Tapi, apa yang menyebabkan para korban merasa takut dan malu untuk mengungkap yang mereka alami?

5 Alasan Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor

Kondisi psikologis korban kekerasan seksual adalah konsekuensi dari kondisi sosiokultural masyarakat yang mewajarkan pelecehan. Artinya, perasaan malu dan takut itu tidak muncul di ruang vakum, melainkan respons terhadap bagaimana masyarakat selama ini memperlakukan korban kekerasan seksual. Melansir Inc, kriminolog University of New South Wales, Bianca Felborn, menjabarkan beberapa alasan yang membuat korban kekerasan merasa takut atau enggan untuk melapor:

Takut orang-orang tidak percaya cerita mereka

Prinsip "innocent until proven guilty" yang dipakai untuk kasus pidana kurang cocok untuk diaplikasikan pada kasus kekerasan seksual. Kekerasan seksual seringkali tidak bisa dibuktikan lewat barang bukti atau saksi. Akibatnya, banyak korban yang takut dianggap berbohong atau sedang mengada-ngada.

Takut cerita mereka dianggap tidak penting

Ketika kekerasan seksual dianggap sebagai kewajaran, korban akan merasa takut untuk bercerita karena apa yang dialaminya dianggap "trivial", atau lebih parah lagi "lelucon belaka".

Merasa yang mereka alami bukan kejahatan serius

Budaya yang mewajarkan kekerasan seksual bukan hanya berdampak terhadap bagaimana masyarakat merespons kasus, tapi juga bagaimana para korban memandang kejadian yang mereka alami. Bisa jadi, pandangan bahwa kekerasan seksual adalah sesuatu yang trivial juga telah diamini oleh mereka yang menjadi korban.

Takut pelaku akan membalas

Banyak korban yang enggan speak up karena pelaku berada di lingkungan yang sama dengan mereka. Dalam banyak kasus, pelaku bahkan memiliki power yang lebih besar-seperti pada kasus Weinstein dan remaja Parigi. Sehingga, korban takut pelaku bisa membalas dan membuat hidup mereka lebih menderita.

Percaya semuanya akan sia-sia

Banyaknya jumlah kasus kekerasan seksual yang tidak menemui titik terang membuat para korban berpikir bahwa segala upaya untuk mencari keadilan akan sia-sia. Padahal, butuh banyak waktu agar korban bisa pulih dari traumanya.

Ada banyak sekali rintangan yang harus dilalui oleh korban kekerasan seksual, mulai dari budaya masyarakat yang cenderung menyudutkan mereka, hukum yang tak berpihak kepada korban, hingga kondisi psikologis mereka. Maka dari itu, jangan heran apabila korban kekerasan seksual enggan melapor atau membutuhkan waktu yang lama untuk berani melapor. Ketika ada seseorang yang mengaku sebagai korban kekerasan seksual, sudah seharusnya kita mendengar, memvalidasi, dan memberi dukungan.

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS