Insight | General Knowledge

Apa yang Sebenarnya Terjadi di Wadas?

Sabtu, 12 Feb 2022 16:00 WIB
Apa yang Sebenarnya Terjadi di Wadas?
Kondisi di Wadas Foto: LBH Yogyakarta
Jakarta -

Jagat media di Indonesia, belakangan ramai membahas polemik yang terjadi di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Melalui beberapa unggahan di media sosial pada Selasa (8/2/2022), kondisi di Wadas terlihat cukup mencekam dan mengandung sejumlah aksi kekerasan.

Kejadian yang dipenuhi sikap intimidatif dan represif aparat kepolisian tersebut, disinyalir terjadi lantaran adanya penolakan warga Wadas, terhadap agenda pengukuran tanah yang diinisiasi oleh pemerintah, demi membuka lahan pertambangan andesit di wilayah Wadas.

Wadas MelawanSituasi di Wadas, Selasa (8/2/2022) - Foto: Twitter.com/@wadas_melawan

Tak ayal, kondisi yang belakangan menjadi viral dan disoroti masyarakat tersebut, kemudian menyisakan sebuah pertanyaan besar. Sebenarnya, apa yang terjadi di Desa Wadas?

Kronologi Insiden Wadas

Agenda pengukuran lahan pertambangan di Desa Wadas, berlangsung di bawah pimpinan Badan Pertanahan Nasional kawalan aparat gabungan dari Polda Jateng, TNI dan Satpol PP. Meskipun demikian, kondisi di Desa Wadas sendiri malah dipenuhi aksi-aksi kekerasan oleh aparat terhadap warga.

Insiden di Wadas yang pecah pada 8 Februari tersebut, memang berkaitan erat dengan penolakan warga terhadap kelangsungan pertambangan andesit di sebagian wilayah Desa Wadas. Menurut rilis kronologi yang diunggah akun twitter @wadas_melawan, perlakuan intimidatif terhadap warga-yang mayoritas menolak proyek tambang tersebut, telah berpotensi sejak sehari sebelumnya (Senin, 7/2/2022).

Rangkaian kejadian tersebut bermula ketika aparat kepolisian mulai bersiaga untuk mengawal pengukuran tanah, dengan berbaris rapi dan mendirikan banyak tenda di Lap. Kaliboto, yang berada di belakang Polsek Bener. Masih di hari yang sama, tanpa ada alasan yang jelas, telah terjadi pemadaman listrik di Desa Wadas pada malam hari. Hal ini terasa janggal, karena desa-desa sekitaran Wadas, tidak mengalami hal yang serupa.

Polisi memasuki Wadas, Selasa 8/2/2022Polisi memasuki wilayah Wadas, Selasa (8/2/2022) - Foto: Detikfoto/Rinto Heksantoro

Ketegangan yang sesungguhnya, mulai berlangsung sejak Selasa (8/2/2022) pagi. Hal ini mulai dipicu oleh penangkapan salah satu dari dua orang warga Wadas, yang pada sekitar pukul 07.00 WIB pagi, tengah menikmati sarapan di dekat Polsek Bener. Satu jam setelahnya, ratusan hingga ribuan aparat berseragam dan bersenjata lengkap yang ada di Lap. Kaliboto, mulai merangsek masuk ke wilayah Desa Wadas.

Sementara agenda pengukuran lahan tetap berjalan dengan lancar di hutan, pihak kepolisian yang menyebar ke penjuru Desa Wadas malah mengepung sebuah masjid-yang saat itu tengah melangsungkan mujahadah, mendatangi ibu-ibu yang sedang membuat besek di posko warga, hingga menerobos masuk ke rumah-rumah warga.

Rangkaian peristiwa itu turut dihiasi dengan sejumlah aksi intimidasi, teror dan kriminalisasi oleh pihak aparat terhadap warga. Sepanjang hari, aksi sweeping dan pengepungan yang terjadi menyebabkan penangkapan terhadap sekitar 60 orang warga Wadas. Pihak kepolisian mengklaim bahwa penangkapan dilakukan karena ada upaya provokasi dan sikap memantik kericuhan oleh warga, serta menuduh adanya upaya menghalangi aparat dengan menggunakan senjata tajam.

Pada kenyataannya, merujuk rilis kronologi terbitan @wadas_melawan, klaim dan tuduhan sepihak dari kepolisian tersebut tidak berdasar dan tidak benar adanya. Fakta di lapangan menunjukan bahwa, selama insiden terjadi, warga Wadas tidak membawa senjata tajam, terlebih untuk menghalangi aparat kepolisian. Sebaliknya, pihak yang justru membawa senjata-lengkap beserta tameng-dan menyerang warga adalah polisi itu sendiri.

Kejadian kelam di Wadas itu pun turut disayangkan oleh banyak pihak. Apalagi, kejadian tersebut menjadi yang kedua kalinya dalam kurun satu tahun terakhir. Insiden pertama terjadi ketika warga melakukan aksi damai penolakan kegiatan inventarisasi dan identifikasi bidang tanah Wadas pada 23 April 2021 lalu, yang berbuntut pada perlakuan represif aparat kepada warga dan menyebabkan 9 orang terluka.

Konflik Agraria Berkepanjangan

Insiden-insiden yang terjadi di Wadas, dipicu oleh adanya rencana pembukaan pertambangan batu (quarry) andesit di Desa Wadas. Didasari oleh Izin Penetapan Lokasi (IPL) keluaran Gubernur Ganjar Pranowo, 28 Juni 2018 lalu, konflik antara pemerintah dan warga, berlangsung alot sampai sekarang.

IPL yang diterbitkan Gubernur Jateng tersebut, turut diketahui sebagai salah upaya pemulusan keberlangsungan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan Presiden Jokowi. Ambisi membangun Bendungan megah di Kecamatan Bener, Purworejo, pada akhirnya memunculkan ide pengerukan bebatuan di wilayah Wadas.

Aliran Air Bendungan BenerAliran Air Bendungan Bener/Foto: Youtube.com/Watchdoc

Dalam dokumen analisis dampak lingkungan (AMDAL), proyek bendungan yang diproyeksikan menjadi penyedia kebutuhan air untuk kota bandara di Kulonprogo ini, menetapkan 145 ha lahan untuk dieksploitasi sebagai lokasi penambangan bahan material dan 8,64 Ha untuk jalan akses pengambilan material.

Sementara, warga Wadas yang terdampak langsung oleh tambang, akan menjadi pihak yang sangat dirugikan karena ekosistemnya menjadi rusak. Penambangan batuan andesit yang menggunakan metode blasting atau peledakan dinamit sebanyak 5.300 ton dalam kurun 30 bulan tentu akan menyebabkan bencana, baik itu longsor, retaknya rumah warga, maupun hilangnya lebih dari 27 mata air yang sampai saat ini memenuhi kebutuhan air warga Wadas.

Hal ini, jelas ditolak keras oleh warga Wadas. Menurut mereka, kegiatan pertambangan dapat mengancam kelangsungan hidup yang telah berlangsung secara turun menurun dengan mengandalkan kekayaan alam.

Selain berpotensi buruk bagi ekosistem kehidupan, rencana pembukaan lahan pertambangan ini juga tampak menyalahi aturan. Pasalnya, pada Peraturan Daerah (Perda) Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk tahun 2011-2031, Desa Wadas yang merupakan bagian dari Kecamatan Bener tidak diperuntukkan sebagai kawasan pertambangan, melainkan ditetapkan sebagai kawasan agraris dan termasuk wilayah rawan bencana alam.

Hal-hal seperti di atas, membuat masyarakat Wadas bersolidaritas dan menolak tambang di wilayah mereka. Melalui GEMPA DEWA atau Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas, para penduduk gencar melakukan aksi penolakan dan perlawanan. Misalnya, dengan menghias penjuru desa dengan karya-karya kreatif yang menyimbolkan perjuangan, membuat film dokumenter bersama Watchdoc tentang Desa Wadas, hingga menempuh jalur-jalur yudikatif.

Posko Warga WadasPosko Warga Wadas/Foto: AntaraFoto/Hendra Nurdiansyah

Sejak 2018 lalu, konflik kepentingan pemerintah dengan masyarakat Desa Wadas terus berlangsung sampai sekarang. Setelah pecah pada Selasa lalu dan dikecam banyak elemen masyarakat, tampaknya tuntutan warga Wadas yang menolak tambang demi kepentingan lingkungan, belum akan dikabulkan pemerintah dalam waktu dekat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menyoroti konflik di Wadas selama ini, menyatakan sikap desakan kepada pemerintah untuk segera menghentikan proyeknya. Dikutip dari laporan Tirto.id, Walhi menilai proyek penambangan material untuk Bendungan Bener di Desa Wadas mesti dihentikan. Hal itu berkelindan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 91/PUU-XVII/2020 terkait UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat. Dalam amar putusannya, MK memerintahkan untuk menghentikan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Insiden di Desa Wadas, khususnya yang terjadi pada Selasa lalu, juga ditanggapi dengan tegas oleh Komnas HAM RI. Melalui keterangan Pers Resminya, Komnas HAM menyampaikan beberapa desakan, yaitu meminta penundaan pengukuran lahan milik warga Desa Wadas oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu OPAK (BBWS SO) dan BPN.

Komnas HAM juga meminta Polda Jateng untuk menarik aparat yang bertugas di Desa Wadas, memberi sanksi kepada aparat yang melakukan kekerasan dan melepaskan warga yang ditahan di Polres Purworejo. Respon Komnas HAM juga mendesak Gubernur Jateng, BBWSSO dan pihak terkait, untuk menyiapkan alternatif solusi lain terkait pertambangan andesit di Wadas, melalui dialog yang nantinya difasilitasi Komnas HAM RI.

Selamatkan Wadas

Alam Wadas menyimpan kekayaan berlimpah. Melalui bidang pertanian, masyarakat Desa Wadas dapat bertahan hidup dengan serba berkecukupan. Oleh karena itu, pembangunan tambang di desa yang disebut pemerintah akan meningkatkan perekonomian masyarakat, menjadi layak untuk dipertanyakan: rakyat yang mana?

Tanah Surga Bumi WadasTanah Surga Bumi Wadas/Foto: Walhi

Perjuangan panjang masyarakat Wadas melawan pertambangan, yang tergabung dalam paguyuban GEMPADEWA bisa dipantau perkembangannya melalui akun Twitter dan Instagram resmi mereka @wadas_melawan. Selain itu, apa yang sebenarnya terjadi di Wadas juga bisa dilihat melalui beberapa video dokumenter mengenai Desa Wadas, seperti Wadas Waras karya Watchdoc, atau melalui kanal resmi Wadas Melawan di Youtube.

Perjuangan masyarakat wadas melawan tambang yang meresahkan masih belum berakhir. Oleh karena itu, GEMPADEWA mengajak masyarakat secara luas untuk turut mendukung perjuangan mereka, melalui penggunaan tagar #WadasMelawan #SaveWadas #StopPengukuranDiWadas dan #WadasOraDidol di berbagai platform media sosial, dan juga berpartisipasi dengan menandatangani petisi daring bertajuk Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas pada laman change.org.

[Gambas:Audio CXO]

(RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS