Insight | General Knowledge

Gerakan BDS dan Panduan Boikot yang Tepat Sasaran

Rabu, 05 Jun 2024 17:00 WIB
Gerakan BDS dan Panduan Boikot yang Tepat Sasaran
Foto: Getty Images
Jakarta -

Seiring dengan meningkatnya gelombang aksi pro-Palestina, masyarakat pun menempuh berbagai cara untuk menunjukkan solidaritasnya, termasuk melalui gerakan boikot. Selama 8 bulan terakhir, gerakan boikot ini menyasar berbagai brand yang dipercaya mendukung Israel, terlibat dalam memberikan pendanaan, atau mendapat keuntungan ekonomi dari penjajahan Israel di Palestina. Beberapa brand yang menjadi sasaran adalah McDonald's, Burger King, Pizza Hut, dan Starbucks.

Namun, seiring dengan membesarnya amarah publik, gerakan boikot menjadi semakin tidak terarah. Misalnya saja, baru-baru ini di media sosial muncul ajakan untuk memboikot Spotify dan beralih ke platform streaming lain, karena Spotify diduga berpihak kepada Israel. Dalam pernyataan yang diterbitkan pada 18 Oktober 2023, Spotify mengatakan "turut sedih atas serangan teroris di Israel dan turut prihatin atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza." Dalam pernyataan tersebut, Spotify juga mengumumkan kerja sama mereka dengan UNICEF untuk mendukung penyediaan bantuan kemanusiaan.

Bila dibaca secara teliti, pernyataan dari Spotify tersebut tidak memuat tanda-tanda bahwa perusahaan ini mendukung Israel dalam bentuk apa pun   meski mereka juga tidak secara eksplisit menetapkan sikap pro-Palestina. Beberapa warganet pun berusaha untuk meluruskan hal ini dan mengatakan bahwa Spotify tidak masuk ke dalam daftar target gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS). Lalu, apa yang harus kita lakukan agar gerakan ini tepat sasaran?

Mengenal Gerakan BDS

BDS adalah gerakan akar rumput yang bermula pada tahun 2005 atas inisiatif 170 organisasi masyarakat sipil Palestina yang terdiri dari organisasi serikat, organisasi perempuan, jaringan pengungsi, dan asosiasi profesi. BDS sendiri terinspirasi dari gerakan anti-apartheid yang menargetkan Afrika Selatan sejak tahun 1960an. Selama 30 tahun, gerakan boikot yang konsisten dalam segala lini   ekonomi, budaya, dan keikutsertaan Afrika Selatan di ajang kompetisi global   berhasil menimbulkan efek disruptif terhadap rezim tersebut.

Melalui gerakan BDS, masyarakat Palestina menuntut 3 hal; berakhirnya okupasi Israel termasuk pembongkaran tembok yang memisahkan pemukiman warga Palestina, penghapusan diskriminasi terhadap warga Palestina, dan pemenuhan hak pengungsi Palestina untuk bisa kembali ke tempat tinggal mereka.

Lewat boikot, divestasi, dan pemberian sanksi yang ditujukan kepada perusahaan dan lembaga pro-Israel, gerakan ini bermaksud untuk membuat Israel terisolasi dari dukungan internasional dan tak lagi memiliki impunitas dalam mengokupasi Palestina. Metode tanpa kekerasan ini dipilih sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel yang kerap menggunakan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaan mereka di Palestina.

Dalam wawancara dengan +972 Magazine, co-founder gerakan BDS, Omar Barghouti, mengatakan bahwa ada 3 kriteria dalam memilih perusahaan yang menjadi target boikot. Pertama, level keterlibatan. Gerakan ini difokuskan untuk perusahaan yang terbukti terlibat secara langsung dalam pelanggaran HAM yang dilakukan Israel. Kedua, potensi gerakan lintas-sektor. Misalnya, boikot terhadap perusahaan air Israel, Mekorot, bisa digabungkan dengan kampanye lingkungan dan anti-privatisasi sehingga gerakannya semakin besar.

Ketiga, potensi kesuksesan dari boikot terhadap perusahaan tertentu. "Kampanye BDS harus memiliki peluang keberhasilan yang realistis, bukan sekedar untuk meningkatkan kesadaran, tapi membujuk perusahaan internasional agar menghentikan dukungan mereka untuk perusahaan atau pemerintah Israel," ucap Barghouti.

Boikot yang Tepat Sasaran

Apabila dilakukan secara masif, konsisten, dan terarah, gerakan boikot bisa membuahkan hasil yang signifikan. Contohnya, pada 2014 silam, BDS berhasil membuat Bill Gates memutuskan untuk menarik investasi senilai $184 juta dari G4S, perusahaan yang menyediakan sistem keamanan untuk penjara di wilayah okupasi Israel.

Sejalan dengan pernyataan Barghouti, boikot tidak bisa dilakukan secara sembarangan dan harus memiliki target yang realistis. Sebagai bentuk panduan, BDS menyediakan daftar perusahaan yang menjadi target dari boikot dan divestasi. Daftar dibagi menjadi 4 kategori; pemboikotan total untuk brand atau produk, perusahaan yang ditargetkan untuk divestasi, perusahaan yang harus diberi tekanan, dan boikot organik.

  • Pemboikotan total brand atau produk
    Kategori ini menyasar perusahaan yang terbukti memiliki rekam jejak keterlibatan dalam rezim apartheid Israel. Perusahaan tersebut adalah HP, Chevron, Siemens, PUMA, Carrefour, AXA, SodaStream, Ahava, RE/MAX, serta produk-produk Israel yang dijual di supermarket.
  • Perusahaan target divestasi
    Perusahaan yang berada dalam kategori ini adalah perusahaan yang terbukti menjadi enabler dalam okupasi Israel, seperti bank dan perusahaan senjata, dan menerima investasi dari perusahaan atau lembaga internasional. Di dalam kategori ini ada Elbit Systems, Intel, HD Hyundai, Volvo, Barclays, CAF, Chevron, HikVision, dan TKH Security
  • Perusahaan yang harus diberi tekanan
    Dalam kategori ini, ada perusahaan yang baik secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari Israel. Masyarakat disarankan untuk memberi tekanan seperti melalui kampanye dan media sosial kepada perusahaan ini. Namun, apabila ada alternatif untuk layanan yang mereka berikan, boikot juga dianjurkan. Perusahaan yang masuk ke dalam kategori ini adalah Google, Amazon, Airbnb, Booking.com, Disney, dan Teva Pharmaceutical Industries.
  • Boikot organik
    Berbeda dari 3 kategori di atas, perusahaan yang masuk ke dalam kategori ini merupakan bagian dari gerakan akar rumput di luar panduan BDS. Namun, BDS mendukung pemboikotan terhadap perusahaan-perusahaan atas keterlibatan mereka dengan Israel. Beberapa di antaranya adalah McDonald's, Burger King, Pizza Hut, dan Papa John's.

Lalu, bagaimana bila perusahaan yang ada di daftar hadir di Indonesia sebagai franchise dan tidak memiliki ikatan langsung dengan Israel maupun Amerika Serikat? Boikot tetap bisa dilakukan kepada perusahaan yang bersifat cabang atau franchise. Sebagai catatan, memboikot franchise tidak akan memberikan dampak ekonomi apa pun kepada Israel. Sebab, semua bahan-bahan dan peralatan diproduksi sendiri di dalam negeri.

Akan tetapi, pemboikotan ini bisa memberikan tekanan untuk perusahaan induk yang brand-nya dipakai secara global. Salah satu contohnya adalah pemboikotan terhadap McDonald's. Di Israel, restoran cepat saji yang berasal dari AS ini memberikan paket makanan untuk tentara Israel. Dengan memboikot franchise McDonald's, kita bisa memberi tekanan agar perusahaan induk McDonald's memberi sanksi kepada franchise yang terlibat dalam pelanggaran HAM.

Pada akhirnya, kesuksesan gerakan boikot bergantung pada konteks keterlibatan perusahaan dan tuntutan yang realistis. Oleh sebab itu, kita juga perlu berhati-hati dalam memilih perusahaan mana yang harus diboikot, agar tetap sesuai dengan tujuan dari gerakan ini.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS