Insight | General Knowledge

5 Sisi Negatif Usai Argentina jadi Juara Piala Dunia 2022

Senin, 19 Dec 2022 18:00 WIB
5 Sisi Negatif Usai Argentina jadi Juara Piala Dunia 2022
Foto: Istimewa
Jakarta -

Argentina sukses mengalahkan Prancis pada laga final Piala Dunia 2022 di Qatar melalui babak adu penalti, untuk keluar sebagai Juara Dunia. Pencapaian ini merupakan kali ke-3 Tim Tango menggondol Trofi Jules Rimet ke rumah usai memenangkan gelar pertama dan kedua di tahun 1978 dan 1986 silam. Tentu, hasil ini tidak begitu mengejutkan. Sebab jauh sebelum turnamen di Timur Tengah dimulai, banyak pihak yang sudah memprediksi bahwa Argentina akan keluar sebagai sang juara.

Namun demikian, kemenangan Argentina yang seharusnya dirayakan justru mecuatkan sejumlah hal yang kurang mengenakan—khususnya bagi sejumlah penggila bola—meski tidak sepenuhnya berdampak fatal. Dan, memang, sekalipun sisi negatif ini berkembang, keshahihan gelar "La Albiceleste" tetap tidak bisa terbantahkan.

Hanya saja, beberapa fakta di bawah ini, sepertinya akan menjadi sedikit bumbu kurang sedap, yang sedikit-banyak berpengaruh terhadap pengalaman menikmati kehidupan dan sepak bola di masa mendatang.

1. Kebobrokan Ekonomi dan Politik Aji Mumpung

Dampak buruk yang pertama dan paling utama adalah situasi politik dalam negeri di Argentina. Hal ini disebut sebagai yang terburuk karena, di saat 45 juta-an warga merayakan keberhasilan Lionel Messi dan kolega sepanjang World Cup, sederet politisi oportunis justru diam-diam memanfaatkannya sebagai waktu peluncuran kebijakan lalim; cenderung merugikan rakyat, hingga menjadi upaya pelanggengan citra dan kekuasaan.

Kabar ini bahkan sudah terendus jauh sebelum Piala Dunia dilangsungkan, tepatnya ketika dr. Diego Schwartzstein, dokter yang di masa lampau menangani masalah hormon untuk Messi, angkat bicara kepada media. "Sebagai penggemar sepak bola, saya ingin Argentina juara. Sebagai seorang Argentina, seorang manusia, saya ingin mereka kalah di tiga pertandingan dan tersingkir di babak awal," ucap Schwarzstein dikutip dari The Sun.

Menurut Schwartzstein, pemerintah yang populis akan menggunakan kesuksesan Argentina di Piala Dunia untuk menutupi krisis ekonomi dan kebobrokan mereka, seperti halnya mengumumkan devaluasi pada hari pertandingan, di mana semua orang Argentina yang gila bola dan sangat ingin melihat Messi meraih juara luput dari isu yang penting. Di bawah pemerintahan Alberto Fernandez, tingkat inflasi Argentina hingga kini meroket hingga 83%. Bahkan, di kampung halaman Messi, Rosario, sebuah bank harus hidup-mati karena rutin kehabisan uang.

Sementara pesta di jalan-jalan Argentina akan berkobar hingga beberapa hari ke depan, tingkat pendapatan warga justru akan tetap berada di bawah garis kemiskinan. "Data dari pemerintah mengatakan bahwa untuk tidak menjadi miskin Anda harus menghasilkan 120.000 peso per bulan," jelas Schwartzstein, kemudian menambahkan, "Upah minimum [bulanan] di sini sebesar 60.000 peso, atau dengan kata lain mereka yang memiliki pekerjaan, tetap miskin."

2. Tiada Juara baru!

Piala Dunia tahun 2022 merupakan kali ke-22 pesta bola dunia digelar. Walau demikian, dari total 76 negara yang pernah lolos, hanya ada 8 negara yang pernah merasakan gelar juara.

Brasil masih menjadi yang paling banyak dengan 5 kali juara, diikuti Jerman dan Italia (4 kali juara). Lalu ada sang juara tahun ini, Argentina dengan koleksi tiga gelar, Prancis dan Uruguay dua kali juara, sementara Inggris dan Spanyol pernah sekali merasakan trofi Jules Rimet.

Sementara itu, juara baru yang terakhir kali bergabung ke daftar elit pemenang piala dunia terjadi 12 tahun silam, tepatnya ketika Spanyol berjaya di Afrika Selatan tahun 2010. Hal ini turut mengartikan, belum ada negara-negara tanpa bintang di jersey lainnya, yang mampu hadir memberi kejutan dan mewujudkan mimpi: menjadi juara dunia.

3. Prancis gagal pertahankan gelar

"Les Bleus" memulai kampanye Piala Dunia 2022 dengan "golden badge" di jersey. Hal ini mengartikan, anak asuh Didier Deschamps akan mencoba peruntungan mereka untuk menjadi satu-satunya back-to-back World Cup Champions di era modern. Pada akhirnya, asa tersebut pun mampu diperjuangkan Mbappe dan kawan-kawan hingga ke partai final.

Beranjak dari mengentaskan kutukan juara bertahan; gugur di fase awal, Prancis melangkah nyaman untuk menantang Argentina di partai puncak, dan hanya satu langkah lebih dekat menuju rekor bersejarah. Namun begitu, sayang seribu sayang, pertandingan di level tertinggi tersebut malah berujung kurang baik bagi Prancis, di mana sang mega bintang, Lionel Messi, berhasil membopong Argentina menjadi juara untuk ketiga kalinya. Dengan ini, Prancis harus merelakan harapan tinggi mereka: menjadi juara back-to-back World Cup pertama di era modern, dan harus mencoba lagi di lain kesempatan.

[Gambas:Instagram]

4. Perdebatan GOAT resmi berakhir

Greatest of All Time atau GOAT, merupakan label popular yang disematkan kepada sosok-sosok top di ranah sepak bola. Selama ini, perdebatan mengenai siapakah The GOAT terus bergulir sengit, dengan melibatkan nama-nama seperti Pele, Diego Maradona, Lionel Messi, hingga Cristiano Ronaldo.

Perihal Pele dan Maradona, keduanya disebut sebagai GOAT karena berhasil membawa Brasil dan Argentina menjadi juara di masa lampau. Sementara Messi dan CR7, merupakan dua nama yang paling sering bersaing di level tertinggi kurun dua dekade ke belakang. Alhasil, di antara penikmat bola di era modern, komparasi GOAT antara Messi dengan CR7 adalah hal yang umum ditemukan di setiap lini, namun kerap mengalami kebuntuan karena keduanya belum pernah mencicipi gelar juara dunia.

Akan tetapi, dengan kontribusi Messi dan keberhasilan Argentina menjadi Juara di Piala Dunia 2022, kemungkinan besar perdebatan siapakah The GOAT berakhir. Sebab mulai hari ini, the GOAT has a name. Namanya, Lionel Messi, seorang anak yang dilahirkan Tuhan untuk Sepak Bola.

[Gambas:Instagram]

5. Kabar buruk untuk generasi tua dan generasi yang belum dilahirkan

Satu hal yang menyenangkan dari ajang sepak bola dunia adalah kemampuannya merekam zaman. Seperti yang kita tahu, olahraga paling digemari di muka bumi ini telah banyak menuliskan kenangan terbaik; bersama tim, pemain, hingga catatan pemecah rekor di masing-masing masa.

Menariknya, setiap generasi punya versi cerita terbaik sendiri-dan seperti tipikal orang-orang yang merepresentasikan tiap masa-kemudian menyombongkannya dengan generasi muda. Seperti yang mereka selalu bilang, "Zaman saya dulu, ada si anu. Keren dia itu. Sekarang mana ada?!" Atau yang paling standar dan kolot, "Piye, penak jamanku, toh?"

Ya, meskipun perilaku seperti di atas sebenarnya cukup beracun, rasanya, generasi kali ini punya privilese untuk menyebut masanya sebagai masa sepak bola terbaik dari yang terbaik. Sebab, setiap yang hidup dan menghidupi sepak bola hari ini ditakdirkan untuk melihat sesosok fenomenal bernama Lionel Messi, The GOAT, The Football God, yang akhirnya, berhasil dengan cemerlang mengantarkan Argentina ke puncak tertinggi dunia sepanjang sejarah, pada kesempatan Piala Dunia terakhir yang ia mainkan. What a time to live.

Itulah beberapa hal yang mungkin berdampak kurang positif dari keberhasilan Argentina menjuarai Piala Dunia 2022. Oh ya, mungkin ada dua efek kurang asik lagi untuk hal ini. Yaitu, kado pahit bagi Kylian Mbappe; calon mega bintang dunia asal Prancis, yang meskipun mencetak hattrick di final dan dihadiahi sepatu emas, tetap gagal memperoleh gelar Piala Dunia kedua.

Satu hal sisanya, adalah bayangan besar The GOAT, yang kelak menghantui karir anak-anak Messi jika memutuskan untuk berkarir sebagai pesepakbola profesional. Sebab sebagaimana catatan sejarah, antara anak-orang tua yang sama-sama berkarir sebagai pesepakbola, kejayaan hanya akan berada di salah satu pihak. Dengan kata lain, jika hari ini Messi sudah memenuhi segala kebutuhan untuk menjadi legenda sepak bola paling masyhur, maka hari depan yang berawan akan terus menghantui kehidupan sepak bola keturunannya.

[Gambas:Audio CXO]

(RIA/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS