Interest | Art & Culture

Sisi Gelap Animasi Anak-anak

Kamis, 24 Feb 2022 17:00 WIB
Sisi Gelap Animasi Anak-anak
Foto: Karolina Grabowska
Jakarta -

If it's for children, why is it so dark?

I'm not sure about you, namun sewaktu kecil saya selalu menonton kartun setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah. Jika satu episode Spongebob Squarepants di TV belum selesai saat jemputan sekolah sudah tiba, biasanya saya merasa resah dan sedih. Dulu, kartun adalah segalanya bagi saya. Namun, setelah beranjak dewasa, saya mulai dapat lebih mengerti bahwa semua kartun yang pernah saya tonton sewaktu kecil memiliki pesan tersembunyi yang ingin disampaikan.

Dulu, kita hanya tahu siapa yang baik dan siapa yang jahat tanpa memikirkan terlalu dalam. Sebagai contoh, dalam Tom & Jerry umumnya kita menganggap Tom yang selalu mengganggu Jerry. Padahal, kenyataannya Tom adalah kucing rumahan yang selalu diusili oleh tikus kecil yang sering mencuri makanan dan merusak perabotan rumah.

Film animasi asal Jepang karya Ghibli Studio juga memiliki beberapa karya yang dapat dibilang terlalu gelap untuk dikonsumsi anak-anak. Semisal, Princess Mononoke yang menunjukkan petualangan dan perjuangan seorang putri dengan adegan-adegan yang cukup gore. Dalam sebuah interview majalah Cine Front, produser Studio Ghibli, Hayao Miyazaki mengutarakan bahwa penggambaran Princess Mononoke tentang perjuangan antara manusia dan alam adalah sesuatu yang ia ingin anak-anak sekolahan lihat. "Mereka mungkin akan menangis saat melihat adegan yang brutal. Saya ingin menggambarkan problema hidup dan mati agar dapat dimengerti sebagaimana mestinya. Saya juga bertujuan untuk menanamkan pada audiens bahwa darah bukanlah sesuatu yang menyeramkan." ujarnya.

Sebuah studi menunjukkan bahwa kematian lebih sering ditunjukkan di film yang diperuntukkan untuk anak-anak, ketimbang film dengan orang dewasa sebagai target audiensnya. Produksi Disney saja, misalnya, memberikan banyak gambaran tentang kematian yang biasanya terjadi pada karakter antagonis, seperti Mufasa yang jatuh dari tebing dalam film The Lion King, maupun Ernesto yang tewas seketika saat ditimpa oleh lonceng besar dalam film Coco.

Eksposur sisi gelap pada anak-anak melalui animasi ini, sebenarnya memiliki efek yang positif, sebab dapat dijadikan referensi dalam percakapan dengan anak-anak mengenai kematian dan penderitaan. Menurut seorang peneliti Kelly Tenzek Ph.D, film-film tersebut dapat mempertalikan anak-anak dengan kematian dan dapat membantu mereka untuk mengelola emosi dan duka secara sehat.

Meskipun disajikan dengan animasi penuh warna yang dapat meningkatkan suasana hati penontonnya, tidak asing lagi bahwa kartun dapat memperlihatkan perbuatan buruk pada anak-anak seperti kekerasan. Idealnya, sebagai seseorang yang memberikan akses kartun kepada anak-anak dapat bertanggung jawab dengan keputusan tersebut, baik bagi kamu yang sudah memiliki anak ataupun jika kamu memiliki adik yang masih di bawah umur. Hal ini dapat dimulai dengan memonitor dan menyortir rating tontonan mereka, maupun membatasi konten untuk anak di bawah umur layaknya Netflix for Kids ataupun YouTube for Kids.

Tentunya, sebuah karya animasi dikeluarkan dengan rating audiens yang berbeda-beda, sehingga tidak semua animasi diperuntukkan untuk anak-anak. Pada umumnya, anak di bawah umur belum dapat berpikir rasional dan menganalisa plot cerita terlalu dalam. Mereka tidak memiliki kemampuan analisis setinggi remaja maupun orang dewasa. Sehingga, penggambaran kelam dalam animasi yang sebenarnya diperuntukkan untuk anak-anak menjadi entertainment yang dapat dinikmati juga oleh audiens yang lebih luas. After all, we all interpret arts differently.

[Gambas:Audio CXO]

(HAI/MEL)

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS