Insight | Science

Memahami "You Are What You Eat" Secara Ilmiah

Sabtu, 23 Dec 2023 12:00 WIB
Memahami
Foto: Pexels
Jakarta -

You are what you eat atau kamu adalah apa yang kamu makan. Kamu pasti sudah sering mendengar ungkapan yang satu ini, kan? Ungkapan ini merupakan sebuah gagasan bahwa untuk memiliki tubuh yang sehat maka kita perlu mengonsumsi makanan yang baik, dalam segi nutrisi yang terkandung di dalamnya maupun proses pembuatannya sekalipun.

Nutrisi yang terdapat di dalam makanan yang dikonsumsi memang memberikan landasan bagi struktur, fungsi, dan keutuhan setiap sel kecil di tubuh, mulai dari kulit dan rambut hingga otot, tulang, sistem pencernaan dan kekebalan tubuh. Kita mungkin saja tidak merasakannya, namun kita terus-menerus memperbaiki, menyembuhkan dan membangun kembali tubuh kita dengan bantuan makanan-makanan yang kita konsumsi.

Tidak hanya sampai disini saja, mengonsumsi makanan tertentu juga dapat mempengaruhi cara kerja tubuh kita secara spesifik, baik itu secara fisiologis, bentuk fisik, hingga cara kerja otak. Sebagai contohnya, mengonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan rasa tidak nyaman serta emosional yang menggebu-gebu, sedangkan makanan yang berkalori tinggi dapat memicu suasana hati yang positif, dan mengonsumsi protein dapat meningkatkan motivasi dan konsentrasi.

Namun, bagaimana makanan dapat berpengaruh besar pada tubuh seseorang?

Manusia memiliki otak kedua yang merupakan usus atau saluran pencernaan. Bagian tubuh ini adalah rumah bagi miliaran bakteri dan makanan yang kita makan secara langsung dapat mempengaruhi kesehatan usus atau keseimbangan bakteri baik dan jahat. Hal ini pun tentunya mempengaruhi produksi neurotransmitter yang merupakan pembawa pesan kimiawi tubuh dari usus ke otak.

Sembilan puluh persen reseptor serotonin yang merupakan hormon pengatur suasana hati juga terletak pada usus. Misalnya, ketika kita mengonsumsi makanan yang manis, maka hal ini dapat menghasilkan dopamin dan serotonin   hormon kebahagiaan   yang dibawa ke otak, sehingga kita pun dapat merasa bahagia.

Begitu pula dengan jenis makanan lainnya. Makanan dapat memicu perubahan fisiologis yang berhubungan dengan emosi. Mengonsumsi makanan panas meningkatkan rasa tidak nyaman dan terkadang bahkan rasa sakit, sedangkan seperti yang telah kita bahas sebelumnya, makanan berkalori tinggi dapat memicu suasana hati yang positif, dan mengonsumsi protein dapat meningkatkan motivasi dan konsentrasi. Makanan tertentu mengandung bahan kimia atau bahan yang secara alami memicu fungsi bagian tubuh kita   dalam beberapa kasus mengakibatkan peningkatan detak jantung atau keringat karena peningkatan suhu tubuh.

Salah satu rekomendasi langsung untuk menjaga suasana hati kita tetap seimbang adalah dengan mengonsumsi makanan yang mendorong bakteri baik di usus kita. Artinya, mengonsumsi sayuran segar dan makanan tinggi kandungan probiotik seperti yogurt, dan mengurangi asupan alkohol atau karbohidrat sederhana seperti gula.

(DIP/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS