Era digital yang serba cepat ternyata juga mampu meninggalkan jejak-jejak magis. Dari sebuah foto instan, misalnya. Ingatan yang biasa melapur begitu saja, sekarang lebih punya makna; tersimpan cantik, bahkan diwariskan. Tidak terkecuali, foto-foto instan yang mampu membawa serta potret-potret kolektif penuh memori mengenai kreativitas sebuah bangsa.
Kurang lebih, itulah yang menjadi latar sekaligus hal yang coba dirayakan Fujifilm Indonesia, lewat buku instaxnesia: A Nation of Creative Expression. Dirilis sejak bulan Maret lalu, buku tebal berisi karya-karya visual ini resmi diluncurkan dan disebarluaskan pada Kamis, 17 April 2025 di Jakarta.
Mengangkat tema "The Voice Of A Creative Nation", acara peluncuran instaxnesia: A Nation of Creative Expression menjadi perayaan khusus bagi karya-karya yang ada di dalamnya. Sebuah arsip kultural dari 35 seniman, penulis, musisi, dan kreator dari berbagai penjuru Nusantara-yang semuanya berkarya menggunakan medium instax.
Nama-nama seperti, Laze (rapper), Hana Madness (pekerja visual & aktivis kesehatan mental), Ayu Larasati (seniman keramik), hingga Gina S. Noer (penulis & sutradara) ikut menjadi bagian utama dari proyek ini. Karya mereka dibagi ke dalam lima kategori besar: dari pekerja visual, bunyi dan musik, sampai kerajinan dan gaya hidup.
"Di Indonesia, kesadaran kolektif itu kuat banget. Makanya waktu kami lihat subkultur berkembang di banyak tempat, kami pengin hadir bukan untuk mengeksploitasi, tapi memberi ruang," kata Masato Yamamoto, Direktur Utama Fujifilm Indonesia, dalam sesi press launch.
Peluncuran instaxnesia: A Nation of Creative Expression sendiri dibagi menjadi dua sesi: diskusi panel bareng para kontributor di pagi hari, dan malam apresiasi bertajuk "Book Celebration" yang diisi live performance dari Laze dan musisi lainnya.
Sumbangsih untuk Sesama
Bukan hanya memotret kreativitas anak-anak bangsa dari berbagai lini kreatif, buku instaxnesia: A Nation of Creative Expression juga merambah ke ruang yang punya lebih banyak manfaat untuk sesama: seluruh keuntungan penjualan buku disumbangkan ke tujuh panti asuhan di Indonesia.
Fujifilm juga membagikan kamera instax ke anak-anak di sana dan memotret momen kebersamaan mereka sebagai "foto keluarga pertama". Lewat aksi tersebut, instax diharapkan tidak berhenti pada kegunaannya sebagai sebuah kamera, tetapi juga menjadi medium pencipta sekaligus penyimpan cinta, memori, dan kehangatan-terutama buat mereka yang tumbuh tanpa keluarga utuh.
"Melalui buku ini, harapannya masyarakat dapat memiliki pandangan yang lebih terbuka-bahwa kekayaan seni dan budaya yang kita miliki menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kreatif," tutup Masato.
***
Buku instaxnesia: A Nation of Creative Expression karya Fujifilm Indonesia yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) bekerja sama dengan Pear Press bisa ditemukan di seluruh toko Gramedia seharga Rp280.000.
(cxo/RIA)