Insight | General Knowledge

Dampak Brand Ambassador Muda Bagi Penggemar Remaja di Korea Selatan

Selasa, 09 May 2023 18:30 WIB
Dampak Brand Ambassador Muda Bagi Penggemar Remaja di Korea Selatan
Foto: Various
Jakarta -

Menjadi seorang luxury brand ambassador adalah suatu goal tersendiri bagi idol K-Pop. Hal tersebut memberikan validasi untuk ketenaran mereka di dunia hiburan. Pada beberapa tahun terakhir, idol K-Pop yang menjadi brand ambassador untuk luxury brand memang sudah menjadi hal yang umum.

Maraknya artis K-Pop yang dijadikan brand ambassador ini berawal dari G-Dragon dari grup BIGBANG yang ditunjuk sebagai global ambassador untuk Chanel di tahun 2016, karena passion-nya yang besar untuk dunia fashion. Menjadi luxury brand ambassador memang sebuah pencapaian yang sulit untuk diraih bagi artis-artis ini. Sehingga ketika mereka ditunjuk sebagai representatif untuk sebuah luxury brand merupakan sebuah kehormatan tersendiri bagi mereka.

Namun semakin lama, pemilihan seorang brand ambassador untuk luxury brand semakin muda. Mereka dipilih berdasarkan penampilannya yang menarik dan kekuatan mereka untuk mempengaruhi gaya berpakaian anak-anak muda saat ini. Salah satu contohnya adalah NewJeans, yang setiap anggotanya sudah menjadi brand ambassador untuk brand-brand besar seperti Gucci, Chanel, dan Louis Vuitton di umur mereka yang tergolong masih sangat muda.

Memilih artis-artis yang namanya sedang melejit memang sangat menguntungkan bagi sebuah luxury brand, karena angka penjualan tentunya meningkat. Tapi faktanya, Bloomberg News baru-baru ini melaporkan bahwa konsumsi barang mewah per kapita di Korea adalah yang tertinggi di dunia dalam sebuah artikel berjudul "The World's Biggest Luxury Spenders Are Label-Loving Koreans".

Melansir juga CNBC, total pengeluaran orang Korea untuk membeli luxury item pada tahun 2022 meningkat sebanyak 24 persen atau sebanyak 16,8 miliar USD. Dengan angka tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang Korea rata-rata menghabiskan 325 USD untuk barang-barang mewah.

Angka ini pun dikatakan melampaui konsumen China dan Amerika serikat yang angka pengeluaran untuk barang-barang mewah hanya berada di rata-rata 55 USD dan 280 USD untuk setiap orangnya.

Tapi terlepas dari kemampuan artis-artis ini untuk menghasilkan banyak keuntungan untuk brand yang direpresentasikannya, kekuatan mereka untuk mempengaruhi penggemarnya justru dianggap sangat mengkhawatirkan. Banyaknya luxury brand lain yang tak henti gencar-gencarnya menggunakan sederet artis muda yang berumur belasan tahun untuk dijadikan brand ambassador.

Permasalahan Baru Bagi Finansial Keluarga di Korea Selatan

Banyak orang tua di Korea Selatan yang merespons hal ini dengan negatif karena dampaknya sangat besar pada kondisi finansial keluarga mereka. Penggemar K-Pop memang mampu melakukan apa saja untuk mendukung idola favorit mereka, tak terkecuali membeli barang mewah yang digunakan oleh idolanya.

Di sisi lain, daya beli masyarakat terhadap produk-produk ini dianggap menguntungkan perekonomian negara, namun sisi gelapnya, hal ini juga menambah masalah konsumerisme yang berlebihan. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini penggemar K-Pop bersedia menghabiskan ribuan dolar untuk merchandise, album atau tiket konser.

Padahal, penggemar K-pop ini didominasi oleh anak-anak remaja yang masih berada di bangku sekolah yang kemampuan finansialnya sangat bergantung kepada orang tua. Tidak jarang mereka merengek dan memaksa untuk mendapatkan apa yang dipromosikan oleh idolanya kepada orang tuanya.

Ditunjuknya nama-nama artis muda untuk menjadi brand ambassador dari luxury brand menuai polemik di tengah masyarakat Tidak hanya dari para orang dewasa di Korea Selatan namun para pengamat fashion dan penggemar K-Pop dari seluruh negara.

"Luxury products should only be marketed to adults that are financially stable and emotionally cognizant enough to understand their purchases. Getting teen idols to be your ambassadors is such a predatory tactic to target their majority middle-class teenage fanbase. It also just feels icky to see teens wear these old-money luxury brands because it's not actually formed by their own sense of individual style."

"If they use a teenage model, kids may want (luxury brand items) more."

"Now, (kids will say) 'Mom, buy me Dior and Chanel."

"I believe the moment that I saw NewJeans being brand ambassadors was quite scary, they are very young people. I really hope that this really gets under control. Not to be harsh but this is just ridiculous."

"If you look at it, the agencies are at fault for allowing this in the first place. As long as their idol groups are promoting it, they're okay with it because of the amount of money they are generating. Idols are not at fault as it is part of their contract that the agencies clearly take advantage of. And the brands like Gucci, Louis Vuitton, Chanel and so on, know the huge amount of sales they get from South Korea and thus, these brands make idols as their brand ambassadors."

Memang dalam perihal menghasilkan keuntungan, kedua pihak—baik brand ambassador muda dan luxury brand—mendapatkan keuntungan yang besar dengan bekerja sama seperti ini. Namun sayangnya, dampak yang dihasilkan dari hal ini cukup besar pada generasi muda yang kemampuan finansialnya masih membutuhkan banyak dukungan dari orang tuanya.

Tidak sampai di sini saja, generasi Z yang tergila-gila dengan luxury item karena dipromosikan atau hanya sekadar dikenakan oleh para idolanya, juga berdampak pada status sosial di lingkungannya. Seperti kejadian di tahun 2011 silam, di mana padded jacket dari brand The North Face menjadi tren di kalangan anak muda.

Dari 35 murid, paling tidak ada 15 orang yang mengenakan padded jacket dari The North Face ini. Pada saat itu, mereka yang tidak menggunakan padded jacket dari brand The North Face dianggap lusuh dan tidak memiliki status sosial yang tinggi.

Sudah menjadi hal yang biasa apabila membicarakan perihal kultur Korea Selatan yang selalu mengedepankan penampilan. Dengan maraknya brand ambassador muda dan di saat yang bersamaan memiliki pengaruh besar kepada para penggemarnya, hal ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan bagi mentalitas anak-anak remaja di negara tersebut.

Tetapi layaknya yang dikatakan di salah satu komentar yang dituliskan di atas, baik artis dan luxury brand memang tidak dapat disalahkan, sebab kedua pihak tersebut saling menguntungkan satu sama lain. Namun, alangkah lebih baiknya jika pihak agensi yang menaungi artis-artis muda ini lebih bijak dalam mempertimbangkan dampak yang akan didapatkan oleh para penggemar sebelum memutuskan untuk bekerja sama dengan berbagai brand ternama dunia.

[Gambas:Audio CXO]

(DIP/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS