Insight | Business & Career

Terperangkap dalam Jebakan Pinjaman Online Ilegal

Rabu, 26 Jan 2022 14:00 WIB
Terperangkap dalam Jebakan Pinjaman Online Ilegal
Foto: SHUTTERSTOCK
Jakarta -

Industri Fintech khususnya pinjaman online sudah jadi salah satu pilihan masyarakat untuk mendapatkan dana segar secara instan, tawaran kemudahan dan kepraktisan menjadi ujung tombak jualan mereka yang hanya cukup menggunakan aplikasi dan smartphone. Dikutip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fintech adalah sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Produk fintech biasanya berupa suatu sistem yang dibangun guna menjalankan mekanisme transaksi keuangan yang spesifik.

Semua proses dalam fintech dilakukan secara online, dan pinjaman online adalah salah satu jenis usaha di industri fintech. Penyedia layanan pinjaman online disebut Fintech Lending atau Fintech Peer to Peer Lending (Fintech P2P Lending), istilah tersebut juga dikenal dengan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).

Perbedaan mendasar antara fintech dan fintech lending terletak dari industri jasa keuangannya. Fintech bersifat umum dan tidak terbatas hanya pada satu industri jasa keuangan tertentu. Industri fintech merambah layanan konsultan keuangan pribadi, crowdfunding, mata uang virtual, InsurTech, RegTech, hingga analisis Big Data. Sementara itu, fintech lending hanya terbatas pada inovasi jasa keuangan pada transaksi pinjam meminjam saja.

Aplikasi pinjaman online berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan ponsel di Indonesia. Aplikasi jenis ini memungkinkan penggunanya untuk meminjam uang atau membeli barang dengan cara dicicil, tanpa kartu kredit. Berdasarkan statistik fintech lending yang dikutip dari OJK periode Oktober 2021, kalangan milenial dengan kelompok umur 19-34 tahun masih mendominasi nilai pinjaman yang masih berjalan (outstanding pinjaman) yang mencapai Rp 15,57 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebesar 82,39 persen dari bulan Januari 2021 sebesar Rp 8,53 triliun.

Kontribusi terbesar kedua disumbang dari kelompok umur 35-54 tahun sebesar Rp 7,17 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 62,27 persen dari bulan Januari 2021 sebesar Rp 4,42 triliun. Sedangkan outstanding pinjaman dari kelompok umur yang lebih dari 54 tahun sebesar Rp 622,21 miliar. Jumlah tersebut tumbuh 38,47 persen dari bulan Januari 2021 yakni Rp 449,33 miliar.

How it started?

Meledaknya pinjaman online selama pandemi Covid-19 setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, melemahnya daya beli masyarakat dan menipisnya tabungan. Kedua, rendahnya bantuan sosial dari pemerintah. Alasan yang pertama dibuktikan dalam laporan terbaru riset Smeru mengenai keuangan rumah tangga 2021 yang menunjukkan, 74 persen mengalami penurunan pemasukan, 70 persen tetap bekerja di luar rumah untuk menambah pemasukan, 14 persen berpindah ke sektor informal, dan 51 persen tidak memiliki tabungan dan kemudian terpaksa menjual atau menggadaikan aset mereka dan meminjam uang.

Kemudian untuk alasan kedua, Paul Burke & Martin Siyaranamual dalam catatannya yang berjudul "No one left behind in Indonesia?" tahun 2019 mengatakan bahwa bantuan sosial di Indonesia hanya 0,6 persen dari total GDP. Alokasi yang sangat pelit mengingat banyaknya jumlah penduduk di Indonesia. Angkanya juga sangat kecil bila dibandingkan dengan negara berkembang lain seperti Vietnam, Thailand, dan Afrika Selatan yang mengalokasikan bantuan di atas 1 persen dari total GDP.

Data per November 2021 yang dihimpun dari OJK, saat ini terdapat 104 pinjaman online yang resmi dan terdaftar, lebih dari 5 ribu sisanya merupakan pinjaman online ilegal. Salah satu alasan umum mengapa pinjaman online ilegal lebih diminati adalah karena ia menawarkan kemudahan. Cukup dengan foto diri, KTP, dan nomor telepon saja uang sudah bisa cair.

Selain itu, tak perlu juga memenuhi dua syarat utama yang biasanya diterapkan oleh lembaga peminjam konvensional. Pertama, portofolio atau semacam skor kredit yang menunjukkan debitur pernah punya utang dan disiplin dalam melunasinya. Dan yang kedua, collateral atau aset yang dimiliki sebagai jaminan sita jika si peminjam tidak melunasi utang. Hilangnya dua syarat ini menunjukkan bahwa utang saat ini merujuk pada kondisi subjek itu sendiri: tengah mengalami krisis dan hidup rentan di masa pandemi.

How's it going?

Kemudahan yang ditawarkan oleh pinjaman online ilegal seakan langsung melupakan efek samping yang muncul ketika seseorang meminjam, apa lagi kalau bukan bunga yang tinggi. Bunga pinjaman terendah dari pinjaman online ilegal mencapai 0,8 persen per hari, yang berarti dalam satu bulan, bunga menjadi 24 persen dan per tahun mencapai hampir 300 persen.

Rita (bukan nama sebenarnya), tidak pernah menyangka kalau pinjaman online yang ia ajukan beberapa bulan lalu, berbuntut trauma yang dalam. Uang yang dipinjam tidak seberapa, kurang dari tiga juta, tapi efek yang didapat begitu besar. Rita diteror oleh penagih secara verbal maupun fisik. Penyebabnya adalah telat membayar tagihan.

"Gue pinjem waktu itu 3 juta karena kepepet, adek gue yang paling kecil diserempet mobil waktu naik motor dan harus dirawat di rumah sakit," ceritanya kepada saya pada bulan Oktober lalu. Lalu menjelang tanggal penagihan, Rita mulai diteror dengan pesan Whatsapp atau telepon dengan nomor yang tidak dia kenal, dan yang membuat dia terkejut adalah ketika mengetahui nominal uang yang harus dilunasi. "Gila! Gue harus ngelunasin sampe 4 jutaan lebih! Padahal uang yang gue terima cuma 3,5 jutaan dipotong biaya admin," katanya.

Karena Rita panik dan terus ditelepon oleh penagih utang, akhirnya Rita berpikir untuk menggunakan cara galing lubang tutup lubang, Rita kembali meminjam uang dari aplikasi berbeda untuk menutupi hutangnya tersebut. "Gak berasa, lama-lama utang gue dari pinjol numpuk sampe 20 jutaan, dan gue ga tau gimana bayarnya. Gue cuma bisa nangis dan hampir kepikiran untuk bunuh diri," ucap Rita.

Belum lagi trauma yang dialami Rita, si penagih utang menyebarkan foto Rita yang diedit dengan kondisi badan tanpa mengenakan pakaian sehelai pun, dan menyebarkan foto tersebut sebagai ancaman ke beberapa kerabat sampai keluarga yang ada di kontak smartphone-nya. Dan juga Rita terus mendapatkan telepon teror yang tak jarang berkata kasar saat menagih utangnya.

Tips Sebelum Menggunakan Pinjaman Online

Proses mendapatkan uang dari pinjol ilegal memang praktis. Modalnya hanya gadget, internet, serta berkas dan data lain seperti KTP sampai nomor rekening. Orang tidak perlu lagi untuk repot-repot mengantri ke bank dan mengurus banyak berkas. Teknologi membuat pola konvensional itu tergantikan dengan sekali tekan di layar gadget. Tak sampai satu jam, semua tahapan selesai dan tinggal menunggu kabar kapan uang akan dikirim.

Dikutip dari Otoritas Jasa Keuangan, ada beberapa tips yang harus diketahui peminjam sebelum meminjam uang dari pinjaman online. Beberapa di antaranya adalah:

1. Pastikan Meminjam di Perusahaan yang Terdaftar/Berizin di OJK

Cek legalitas perusahaan pemberi pinjaman melalui telepon Kontak OJK 157 atau di website OJK (www.ojk.go.id)

2. Pinjam Sesuai Kebutuhan Produktif dan Maksimal 30 Persen dari Penghasilan

Pinjam untuk kebutuhan produktif, bukan konsumtif, dan tidak melebihi 30 persen dari penghasilan agar tidak memberatkan. Pertimbangkan tanggungan atau cicilan lain yang juga harus dibayar.

3. Lunasi Cicilan Tepat Waktu

Bayar cicilan tepat waktu untuk menghindari denda yang membengkak. Agar tidak lupa membayar, pasang alarm kalender di ponsel atau beri tanda pada kalender di rumah atau kantor.

4. Jangan Lakukan Gali Lubang Tutup Lubang

Jangan membayar pinjaman dengan pinjaman yang baru untuk menghindari terlilit hutang. Jadikan membayar cicilan sebagai prioritas utama setelah menerima gaji.

5. Ketahui Bunga dan Denda Pinjaman Sebelum Meminjam

Pelajari dan survei terlebih dahulu bunga dan denda yang ditawarkan. Pilihlah pinjaman online yang menawarkan bunga dan denda paling rendah untuk meringankan cicilan.

6. Pahami Kontrak Perjanjian

Baca dengan teliti kontrak perjanjian yang ditawarkan, dan ajukan pertanyaan apabila belum jelas.

OJK sendiri melarang penyelenggara pinjaman online resmi untuk mengakses daftar kontak, berkas gambar, dan informasi dari ponsel pengguna. Dan penyelenggara pinjaman online juga wajib memenuhi segala ketentuan mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Adrian Gunadi, pendiri Investree sekaligus Wakil Ketua Umum I Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), menegaskan secara tersirat bahwa perusahaan fintech dilarang untuk menyalahgunakan data penggunanya. Ia mencontohkan, data kontak tidak bisa diambil dan hal tersebut juga tertulis dalam kode etik AFPI, asosiasi yang wajib dimasuki para pelaku fintech jika ingin beroperasi di Indonesia.

Dalam berhubungan dengan perusahaan fintech, Adrian juga menyarankan masyarakat hanya melakukannya dengan yang terdaftar di OJK, bukan yang tidak. Fintech yang terdaftar OJK serta tergabung dalam AFPI memiliki standarisasi khusus seperti, mengatur bunga, pola penagihan, hingga transparansi informasi. Per 10 November 2021, daftar fintech yang legal dan berizin bisa di cek di sini.

[Gambas:Audio CXO]



(PUA/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS