Insight | Business & Career

Terjebak Kebiasaan Latte Factor

Minggu, 02 Jan 2022 16:07 WIB
Terjebak Kebiasaan Latte Factor
Foto: Ariq Habibie
Jakarta -

Ditengah kemajuan teknologi dan dinamisnya masyarakat dunia menyebabkan semuanya menjadi serba praktis, mudah, dan cepat. Contohnya adalah, semudah kita memesan makanan atau kopi gula aren dari aplikasi ojek online, belanja kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan jasa delivery online, sampai belanja-belanja 'khilaf' dari aplikasi e-commerce yang di download di smartphone kamu.

Ditambah lagi, dengan metode pembayaran atau fitur dompet digital yang saat ini sudah banyak digunakan oleh anak-anak muda untuk bertransaksi setiap hari. Dengan kemajuan teknologi yang ada, pastinya terdapat banyak kelebihan maupun kekurangannya, khususnya dalam hal keuangan.

Pasti pernah dong, kita merasa terkejut dengan terkurasnya nominal saldo di rekening yang tidak tahu habisnya kemana. Padahal, kamu merasa tidak melakukan pengeluaran-pengeluaran yang besar. Eits, jangan heran dulu, siapa tahu saldo rekening kamu itu habis karena terjebak dengan kebiasaan latte factor. "Apa sih latte factor itu? Gimana sih caranya biar kita gak terjebak sama yang namanya latte factor?" Semua akan kita bahas di artikel ini.

Apa Itu Latte Factor?

Bicara tentang latte factor, tandanya kita berbicara juga soal keuangan. Istilah latte factor sudah terdengar sejak beberapa tahun ke belakang. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar financial bernama David Bach. Sederhananya, latte factor adalah pengeluaran-pengeluaran kurang penting yang sering bikin boros. Nominalnya kadang tidak banyak ketika hanya dilakukan sekali, tapi kalau di total selama satu bulan, bisa terlihat jumlah yang signifikan.

David Bach mengadopsi istilah ini dari salah satu jenis minuman kopi, yaitu Latte. Kenapa kopi? Karena menurut Bach, kopi adalah pengeluaran skala kecil yang apabila dijumlahkan dalam sebulan, totalnya bisa sampai lebih besar tagihan listrik atau pulsa internet kamu sebulan.

Latte factor gak cuma berwujud kopi, latte factor bisa bermacam-macam, mulai dari jajan cilok di pinggir jalan setiap hari, belanja flash sale barang-barang gak penting di e-commerce, sampai biaya transfer antar bank. Percayalah, setiap orang pasti memiliki latte factor-nya masing-masing.

Menurut survey internal yang pernah dilakukan oleh salah satu Bank Swasta di Indonesia menunjukkan, 9 dari 10 orang mengeluarkan lebih dari Rp 900 ribu per bulan untuk latte factor. Pengeluaran latte factor terbesar jatuh kepada kebutuhan sandang yang sekunder, seperti lipstik, sepatu dan baju serta barang koleksi seperti tas, syal, aksesoris, dan lain-lain dengan angka mencapai 58 persen. Sedangkan di urutan nomor dua tercatat pada pengeluaran taksi atau transportasi online dengan angka mencapai 15 persen. Sementara itu untuk kopi setiap pagi menghabiskan 9 persen dari total pengeluaran latte factor masing-masing responden. Ada juga biaya untuk membeli air mineral dalam kemasan, rokok, sampai biaya administrasi bank.

Fakta ini juga didukung dengan hasil survey dari "Share of Wallet" oleh Kadence International Indonesia yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menabung rata-rata hanya 8 persen dari pendapatannya, dimana sisanya habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang termasuk latte factor didalamnya.

Dampak Dari Latte Factor

Kunci utama dari pengeluaran yang dikategorikan sebagai latte factor adalah dimana kebanyakan uang tersebut dihabiskan pada pengeluaran yang sebenarnya bisa dihindari, tidak benar-benar penting, dan tidak menambah kebahagiaan hidup. Seringkali kita berpikir bahwa pengeluaran kecil tertentu bisa menambah kebahagiaan hidupnya. Akan tetapi pada kenyataannya, efek dari pengeluaran tersebut terhadap kebahagiaan tidak begitu besar.

Latte factor ini lebih banyak dilakukan oleh Milenial dan Gen Z yang sudah terbiasa dengan kecanggihan teknologi, sehingga menjadikan mereka lebih mudah mengeluarkan uang hanya untuk eksistensi di media sosial. Kebiasaan ini menjadikan mereka lebih gampang mengeluarkan uang hanya untuk eksistensi di media sosial, ikut-ikutan tren atau hanya untuk memuaskan nafsu belanja yang akan disesali di kemudian hari.

Terbebas Dari Kebiasaan Latte Factor

Terjebak kebiasaan latte factor sudah menjadi penyakit di kalangan milenial. Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengatakan, latte factor bisa muncul dengan mudah hanya karena kebiasaan, tekanan sosial, hinggal kontrol diri yang lemah. Tanpa disadari, latte factor menggerogoti penghasilan sehingga sulit untuk menabung apalagi berinvestasi. Efek latte factor nyatanya juga bisa membuat keuanganmu jadi gak sehat, boros, menimbulkan perilaku impulsive buying dan hidup akan 'gitu-gitu' saja.

Latte factor tidak bisa dianggap sepele, sebenarnya fine fine saja kalau mau jajan, atau sekedar memberi self reward terhadap diri sendiri. Tapi, ayo kita atur biar gak kebablasan dengan tips yang dikutip dari berbagai sumber dibawah ini.

1. Cek Apa Latte Factor Kamu

Latte factor bisa berbeda pada setiap orang, cek apa yang menjadi latte factor kamu. Dengan mengenali apa yang menjadi latte factor kamu dalam keuangan sehari-hari, akan membuatmu lebih mudah untuk mencari solusi dan cara agar bisa mengendalikannya lagi.

2. Buat Anggaran Terpisah

Miliki anggaran terpisah khusus untuk latte factor. Dan kalau sudah dipisahkan, kuatkan imanmu dan harus dipatuhi limit budget-nya. Disiplin dan konsistensi sangat penting biar kamu bisa bebas dari kebiasaan latte factor.

3. Miliki Tujuan Keuangan Yang Lebih Penting

Ini penting dilakukan biar kamu termotivasi untuk memindahkan anggaran latte factor. Misalnya, mau nonton balap Formula 1 Monaco setelah pandemi selesai. Jadi, gak usah jajan kopi atau batagor di pinggir jalan dulu untuk sekarang. Beli saja kopi kiloan, dan seduh sendiri dirumah.

4. Catat Pengeluaran Kamu

Catat sekecil apapun pengeluaran yang kamu lakukan. Dengan mencatat, kamu akan tau pengeluaran mana saja yang bisa dihemat. Dan yang tidak kalah penting, kamu juga bisa tau bagian mana dari pengeluaran kamu yang berpotensi pada pemborosan.

Sekali lagi, punya latte factor itu tidak dilarang. Bahkan dari sisi lain, mungkin saja apa yang masuk ke dalam latte factor kamu ini bisa bikin kamu untuk stay sane, apalagi di masa pandemi seperti ini. Tapi ingat, jangan sampai latte factor bisa memunculkan masalah keuanganmu yang baru. Dalam jangka panjang, upaya ini bisa memberikan dampak positif yang besar pada kondisi keuangan pribadimu.

[Gambas:Audio CXO]



(PUA/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS