Interest | Art & Culture

Begini Biar Gaming di Usia 30-an Jadi Eskapisme yang Meaningful

Rabu, 10 Sep 2025 16:31 WIB
Begini Biar Gaming di Usia 30-an Jadi Eskapisme yang Meaningful
Ilustrasi bermain game di usia 30 tahunan. Foto: iStock
Jakarta -

Tahun ini saya memasuki kepala tiga. Di tengah tumpukan cicilan, tagihan, dan ekspektasi sosial, ada satu hobi yang tidak pernah lepas: bermain game. Ini bukan soal menolak dewasa atau terjebak dalam nostalgia. Bagi saya, dan mungkin juga kamu, game adalah sebuah bentuk eskapisme.

Raditya Dika, di berbagai kesempatan podcast, sering bilang bahwa game merupakan caranya lari sejenak dari dunia nyata. Apa yang dia bilang sama persis dengan yang saya rasakan. Di dalam game, saya bisa berperan jadi siapa saja-seorang hacker yang melawan korupsi (Watch Dogs 2), pendekar kungfu yang ingin balas dendam (Sifu), atau manajer tim sepak bola (Football Manager). Intinya, saya punya dunia sendiri.

Namun, menjadi gamer di usia 30-an tidaklah mudah. Beberapa waktu lalu, sebuah video dari kreator 30journey muncul di FYP TikTok saya. Dia menyebut beberapa kekurangan gaming saat usia 30-an, dan semuanya bikin saya bilang, "Iya, lagi!" Mulai waktu yang makin sempit, energi tak lagi prima, sampai prioritas sudah bergeser.

Untungnya, di tengah semua itu, saya masih menemukan cara agar aktivitas ini tetap bermakna. Main game bukan lagi soal ambisi menamatkan semua level atau mengejar top leaderboard, melainkan tentang bagaimana membuat setiap sesinya menjadi pelarian yang benar-benar memulihkan.

.Ilustrasi gaming umur 30 tahun/ Foto: iStock

Realita Gamer Usia 30-an

Sebelum ke intinya, mari jujur pada diri sendiri. Tantangan gaming di usia 30-an itu nyata adanya, bukan?
Pertama, waktu adalah barang mewah. Dulu kita mungkin kuat begadang sampai subuh untuk grinding. Sekarang, satu jam di depan PC atau konsol tanpa gangguan saja terasa seperti sebuah pencapaian.

Waktu kita sudah terbagi untuk pekerjaan, keluarga, dan istirahat yang cukup agar tidak oleng saat bekerja keesokan harinya. Kedua, kita bukan lagi mayoritas. Data dari Kominfo (sekarang Komdigi) pada 2022 menunjukkan bahwa gamer di Indonesia yang berusia 30-35 tahun hanya 29,8 persen.
Sisanya didominasi usia yang lebih muda. Sebenarnya ini bukan masalah, tetapi cukup menjelaskan mengapa main game kompetitif terasa makin berat. Bagaimana tidak? Kita melawan bocah-bocah dengan refleks kilat yang punya waktu tak terbatas untuk berlatih.

Walaupun, sebenarnya usia 30-an belum terlalu 'jompo' bagi seorang gamer. Faktanya, streamer tertua yang saya ketahui, GrndpaGaming, adalah pensiunan penyelam Angkatan Laut AS berusia 72 tahun. Dia terbilang jago bermain game FPS kompetitif seperti 'Battlefield' dan 'Delta Force' di usia senjanya.

[Gambas:Instagram]

Ketiga, skuad mabar mulai bubar. Salah satu yang paling menusuk adalah kesendirian. Dulu, grup WhatsApp ramai ajakan mabar. Sekarang, notifikasi itu hening. Teman-teman yang pernah jadi skuad andalan atau lawan kini sibuk dengan dunianya masing-masing: pekerjaan, pasangan, anak.
Tidak ada yang salah dengan itu. Mungkin hasrat bermain mereka memang berbeda dengan kita yang masih terus menyala.

Terakhir, ada dilema kesehatan. Sebuah studi pada tahun 2022 menyimpulkan bahwa sesi bermain game panjang pada pria dewasa punya potensi dampak jangka panjang terkait kesehatan kardiovaskular yang tidak bisa diabaikan. Sungguh sebuah paradoks. Mau main sebentar, nanggung. Mau main lama, ada rasa was-was soal penyakit.

Lantas, bagaimana cara tetap bisa menikmati hobi bermain game?

Cara agar Gaming Tetap Berarti di Umur 30-an

Setelah melewati berbagai fase frustrasi, saya menemukan beberapa cara yang membuat sesi bermain game lebih berkualitas. Mungkin tips ini juga bisa berhasil untuk kamu:

  • Jadwalkan Waktu Bermain

Memang terdengar kaku, tetapi ini krusial. Alih-alih bermain secara impulsif saat ada waktu sisa, coba jadwalkan. Contohnya, setiap Sabtu saya selalu meluangkan waktu bermain game dari pukul 9 sampai 12 malam. Cara ini memberikan izin pada diri sendiri untuk bersantai tanpa rasa bersalah. Tidak ada waktu yang terbuang karena memang sudah dialokasikan agar kita tetap waras.

  • Pilih Game yang Sesuai

Jenis game sangat beragam dan tidak semuanya diciptakan untuk orang-orang yang energinya terbatas seperti kita. Alih-alih memaksakan masuk ke game kompetitif yang bisa menambah stres, coba pilih game single-player dengan cerita menarik seperti 'The Last of Us', 'Red Dead Redemption 2', atau 'Stardew Valley', yang menawarkan pengalaman mendalam tanpa tekanan.

Kamu bisa menyimpan progresnya dan melanjutkannya kapan saja sesuai jadwal main. Kalau cuma punya waktu sebentar, game olahraga cocok untuk bermain 30 menit sampai satu jam.

.Ilustrasi bermain game online/ Foto: iStock
  • Quality Over Quantity

Selanjutnya, gamer usia 30-an yang sudah bekerja biasanya punya tumpukan game yang dibeli, tetapi belum pernah tersentuh. Bingung, kapan harus memainkannya. David GadgetIn dalam salah satu potongan videonya yang viral pernah bilang, "Masalah klasik manusia, pas kecil punya banyak waktu luang buat main game tapi nggak ada game-nya, pas dewasa udah bisa beli game tapi sayang waktunya."

Kata David ada benarnya, tetapi sebaiknya jangan jadikan itu beban. Waktu kita lebih berharga daripada sekadar menamatkan semua game di library. Jika game mulai terasa seperti pekerjaan, sebaiknya tinggalkan saja.

  • Play Mindfully

Inilah yang terpenting. Saat kamu akhirnya punya waktu bermain, maksimalkan momen tersebut. Jauhkan ponsel, matikan notifikasi, dan untuk sementara waktu coba benar-benar tenggelam dalam dunia game. Jika bermain dengan mindful, sesi pendek pun bisa terasa sangat menyegarkan. Jangan bermain sambil memikirkan pekerjaan atau tagihan yang belum dibayar. Tujuan eskapisme adalah untuk benar-benar kabur sejenak dari semua itu.

  • Mari Naik Level

Menjadi gamer di usia 30-an adalah soal adaptasi. Prioritas kita mungkin sudah berbeda, refleks makin lambat, tetapi kesenangan dari bermain game tidak harus hilang. Kuncinya adalah mengubah mindset.

Mari naik level, dari yang tadinya sangat ambisius saat bermain game, jadi lebih kalem menikmati proses dan menjadikannya pelarian yang sehat. Pada akhirnya, eskapisme terbaik adalah yang membuat kita kembali ke dunia nyata dengan energi dan pikiran yang lebih segar.



Penulis: Bagas Dharma
Editor: Dian Rosalina

*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS