Bila mendengar kata investigasi, di benak saya muncul tentang suatu hal yang mendalam, komprehensif, dan detail. Saya pikir sebagian besar orang juga memiliki kecenderungan yang sama perihal kata tersebut. Kata “film” jika disambungkan dengan kata “investigasi”, menjadi frasa yang menggambarkan film dengan alur cerita yang berat dan sulit dicerna.
Namun, Tukar Takdir tidak bermain dalam ranah tersebut. Film yang dirilis 2 Oktober 2025 ini merupakan film investigasi yang “ramah” ditonton. Semua kalangan dapat menikmati film tersebut tanpa harus susah payah mengikuti alur ceritanya. Hal tersebut persis sebagaimana yang diucapkan Nicholas Saputra, yang berperan sebagai Rawa, dalam Content Day Tukar Takdir, Rabu (24/9) lalu di Studio Jakarta.
Jangan bayangkan film ini akan berjalan seperti film-film seperti Knives Out (2019), Searching (2018), dan Sherlock Holmes (2009). Buang jauh-jauh ekspektasi itu. Tukar Takdir bermain di ranah yang lebih santai dan lembut.
Review “Tukar Takdir”
Dalam film ini terdapat tiga masalah yang menjadi alur cerita. Pertama, Rawa (kursi 38C) dan Raldi (kursi 28D) yang diperankan Teddy Syach ketika bertukar tempat duduk, CEO Maskapai Penerbangan Jakarta Airways 79 (JA79) Adam Saputra (Revaldo) yang lalai dalam menanggapi tragedi jatuhnya pesawat, dan investigasi penyebab pesawat jatuh yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia.
Semua bagian tersebut diceritakan cukup ringan. Tidak berbelit-belit seperti cerita di Detektif Conan. Ini bagai pisau bermata dua bagi film Tukar Takdir. Mereka yang ingin menonton film dengan alur cerita yang ringan, film ini bisa menjadi pilihan. Namun, mereka yang mengharapkan film investigasi yang rumit, Tukar Takdir jauh dari kata sifat itu.
Meski memiliki alur cerita yang ringan, namun Mouly Surya, sebagai sutradara, menyisipkan makna semiotik tersembunyi dari tampilan visual Dita (Marsha Timothy) dan Zara (Adhisty Zara) yang menarik dikulik. Dita misalnya, dengan lipstik merah merona menggambarkan dirinya sebagai wanita yang cerewet, tegas, dan pemberani.
Hal itu dibuktikan ketika dirinya menyelinap ke kamar inap Rawa ketika di rumah sakit; meminta pertanggungjawaban perihal bertukar kursi dengan suaminya. Tidak hanya itu, ia pun menjadi pemimpin atas tuntutan kepada Adam Saputra perihal kelalaiannya merespon tragedi jatuhnya pesawat tersebut, serta meminta uang kompensasi kematian yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Dita sendiri adalah istri dari Raldi yang bertukar kursi dengan Rawa di Pesawat.
Sementara itu, Zara tampil dengan rambut ombre yang dalam beberapa kesempatan terlihat memiliki warna yang berbeda. Dalam konferensi pers pertama, rambutnya tampak berwarna hitam dan biru. Setelah itu, di pertengahan cerita, hitam dan kuning. Sementara warna rambutnya berubah menjadi hitam secara keseluruhan di penghujung cerita.
Makna ini bisa diartikan sesuai tafsir yang dimiliki penonton, tapi bagi saya, dari warna biru, kuning, dan hitam, itu adalah sinyal mental Zara yang pada awalnya hancur berantakan (hitam-biru), mulai menerima keadaan (hitam-kuning), dan kembali normal (full hitam). Zara sendiri adalah anak dari Pilot Kapten Dirga (Tora Sudiro). Kapten Dirga adalah pilot yang bertugas pada tragedi kecelakaan tersebut.
Adapun inti cerita dipanggul oleh Rawa; si pemeran utama. Hanya karena momen sepele, bertukar kursi duduk, dirinya harus menanggung trauma yang begitu luar biasa. Rasa traumatis itu selalu dirasakan ketika dirinya menyentuh momen-momen yang membawanya teringat tentang tragedi tersebut. Dirinya pun butuh waktu lama untuk pulih dan menjalankan kehidupannya kembali.
Nicholas Saputra memerankan Rawa dalam film Tukar Takdir/ Foto: Starvision |
Salah satu cara memulai kehidupannya seperti semula, Rawa memberikan uang kompensasi miliknya ke Dita sebagai bentuk maaf yang mungkin tidak seberapa. Tapi bukan itu poinnya. Rawa hanya ingin menjalankan kehidupannya kembali seperti semula. Tanpa adanya beban satupun yang dipikul olehnya. Sejatinya, ia ingin bebas dari terkaman tragedi yang mengerikan itu.
Ritme cerita dalam film ini bagi saya cukup terstruktur. Film ini tidak menampilkan ritme yang monoton dan repetitif. Ketika penglihatan penonton terbelalak dengan adegan tragedi pesawat jatuh, setelah itu penonton disuguhkan dengan adegan-adegan yang landai; soal bagaimana kehidupan Rawa berjalan selanjutnya. Bagian-bagian investigasi juga tidak ditunjukkan secara repetitif dan mendetail. Nampaknya Mouly ingin mengedepankan kisah hidup Rawa dalam film ini.
Berbicara perihal latar tempat. Tukar Takdir berlatar tempat di pesawat dan bandara, lokasi yang bisa dibilang jarang disentuh perfilman di Indonesia. Meski tidak umum, namun penggunaan teknologi yang dipakai untuk keperluan sinematografi bisa dibilang cukup. Efek yang dimainkan juga tidak norak. Masih dalam ambang batas wajar. Penggunaan real set yang digunakan, pesawat dan bandara, juga membuat hidup film tersebut.
Secara keseluruhan film ini mengangkat isu kesehatan mental yang sekarang umum terjadi. Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam meredam rasa traumatis. Setiap orang juga butuh waktu untuk pulih; ada yang cepat ada yang lambat. Hal serupa juga dilakukan oleh Rawa, Dita, dan Zara. Film ini mengajak penonton untuk fokus memulihkan rasa traumatis dengan caranya sendiri dan dengan waktunya sendiri.
Penulis: Fauzi Ibrahim
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*
(ktr/DIR)
Nicholas Saputra memerankan Rawa dalam film Tukar Takdir/ Foto: Starvision