Interest | Wellness

Terlalu Sering Menolong Orang Lain? Hati-hati Savior Complex!

Selasa, 26 Mar 2024 19:30 WIB
Terlalu Sering Menolong Orang Lain? Hati-hati Savior Complex!
Foto: Pexels: Philip Justin Mamelic
Jakarta -

Jika banyak orang yang menilai kamu sebagai seseorang yang suka menolong, kooperatif, serta ringan tangan, mungkin saja kamu menganggap hal-hal tersebut sebagai pujian. Lagipula, menjadi seseorang yang suka menolong adalah hal yang sangat baik dan sangat bermanfaat untuk orang-orang sekitar. Meski demikian, apabila kamu cenderung mengutamakan kebutuhan orang lain dibandingkan diri sendiri maka hal ini yang justru harus dipertanyakan. Bisa jadi, kamu memiliki savior complex.

Istilah savior complex mungkin terdengar tidak begitu buruk, malah cenderung memiliki konotasi yang positif. Tetapi nyatanya, apabila kamu memahami lebih lanjut mengenai kondisi psikologis yang satu ini, pattern dari kondisi ini justru malah bisa menjadi sangat problematik. Melansir Verywell Mind, Cassandra Boduch, MD, Chief Medical Officer, mengatakan bahwa seseorang dengan savior complex memiliki keinginan atau kendali untuk banyak membantu orang sehingga mereka mungkin mengabaikan kondisi mereka sendiri untuk melakukannya. Istilah savior complex sendiri menggambarkan seseorang yang merasa memiliki misi yang harus dipenuhi. Savior complex juga bisa dikenal dengan messiah complex atau white knight syndrome.

Ciri-ciri savior complex
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri umum yang menggambarkan kecenderungan seseorang dengan savior complex:

  • Tidak mampu untuk mengatakan "tidak" terhadap permintaan orang lain
  • Mendapatkan rasa bangga tersendiri karena telah menjadi satu-satunya sumber bantuan bagi seseorang
  • Tidak mampu membatasi waktu dan energi karena selalu merasa orang lain membutuhkannya
  • Mengabaikan kebutuhan diri sendiri sambil memaksakan untuk memastikan kebutuhan orang lain terpenuhi
  • Kerap merasa kebahagiaan maupun kesedihan orang lain adalah akibat dirinya
  • Ketika orang lain tidak menunjukkan apresiasi atas apa yang sudah dilakukan, maka ia merasa frustrasi.

Seseorang yang memiliki savior complex tentunya berasal dari sebuah faktor tertentu. Biasanya, kondisi ini seringkali tertanam kuat dalam pengalaman masa lalu seseorang. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin berakar pada pengalaman masa kanak-kanak ketika mereka harus memikul tanggung jawab atas kesejahteraan anggota keluarga. Bagi sebagian orang lainnya, hal ini mungkin berakar dari self-worth yang rendah dan keinginan untuk diakui atau divalidasi.

Individu dengan savior complex sering percaya bahwa value mereka terkait dengan kemampuan mereka untuk membantu orang lain. Keyakinan ini dapat berasal dari ekspektasi masyarakat yang menghargai sikap tidak mementingkan diri sendiri dan altruisme, terkadang sampai pada titik pengorbanan diri.

Meski memiliki keinginan untuk membantu orang lain patut diacungi jempol, savior complex dapat menimbulkan konsekuensi negatif bagi orang yang memilikinya, maupun hubungan yang dimiliki bersama orang lain. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan, karena seseorang dengan savior complex harus terus menerus memprioritaskan kebutuhan orang lain di atas kebutuhannya sendiri. Hal ini juga dapat menciptakan hubungan yang tidak seimbang, di mana satu orang selalu memberi dan yang lainnya selalu menerima.

Untuk mengatasi savior complex membutuhkan keterlibatan pemahaman serta mengatasi akar permasalahannya juga. Terapi maupun konseling dapat bermanfaat dalam membantu individu untuk mengeksplorasi motivasi mereka ketika mereka ingin menyelamatkan atau menolong orang lain dan menomorduakan dirinya sendiri. Satu hal utama yang wajib dipelajari oleh seseorang dengan savior complex adalah membangun batasan dalam menolong orang lain serta mengusahakan untuk mengutamakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum orang lain.

[Gambas:Audio CXO]

(DIP/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS