Insight | Science

Semakin Tua, Semakin Takut Banyak Hal: Normal Enggak Sih?

Jumat, 31 Mar 2023 13:00 WIB
Semakin Tua, Semakin Takut Banyak Hal: Normal Enggak Sih?
Foto: Unsplash
Jakarta -

Bagi sebagian orang, terutama anak-anak, taman bermain adalah tempat yang paling mengasyikkan dan menyenangkan. Bermain permainan yang memacu adrenalin terlihat menegangkan, tetapi seru bila ikut merasakan sensasinya secara langsung.

Nyatanya, bagi umur saya yang sudah di kepala tiga, taman bermain justru menjadi hal yang ingin saya hindari. Sama seperti halnya anak-anak, saat saya di umur remaja, berkesempatan untuk bisa merasakan adrenalin dari wahana dengan ketinggian, kecepatan, dan juga mengerikan, adalah hal yang seru.

Namun, beberapa waktu lalu, saat saya berkesempatan untuk mencoba berbagai wahana Trans Studio Bandung, hanya 2-3 wahana saja yang saya naiki. Itu pun kalau bukan karena pekerjaan, saya rasa enggan untuk menaikinya. Ada rasa takut dan ngeri hanya melihat dari kejauhan atau menonton orang lain bermain permainan tersebut.

Ternyata saya tidak sendiri, beberapa orang lainnya di luar sana, mungkin seperti saya. Seiring bertambahnya umur, semakin takut akan banyak hal-terutama sesuatu yang memacu adrenalin. Lantas, apa yang membuat keberanian kita menciut?

Otak Mengingat Rasa Trauma

Saat remaja, kita pasti pernah menghadapi suatu situasi dan membuat kita berpikir bagaimana cara menyelesaikannya. Tetapi suatu hari, jika kita menemukan masalah serupa saat remaja, cara yang kita lakukan mungkin akan berbeda dari yang kita lakukan sebelumnya.

Sebab otak remaja umumnya mengatasi stres dan ketakutan dengan cara yang sama sekali berbeda dengan orang dewasa. Dulu mungkin kita tidak peduli dengan orang lain atas keputusan yang kita buat, tetapi saat dewasa kita pun semakin banyak memikirkan sesuatu dan takut salah ambil langkah.

Ternyata alasan mengapa orang yang bertambah usia itu menjadi lebih hati-hati ada penyebabnya. Sebuah studi dari University of Haifa mencoba meneliti lewat tikus. Tikus muda mampu menghilangkan rasa takut di otak lebih cepat daripada tikus dewasa. Artinya, orang dewasa terus merasa takut, bahkan setelah peristiwa menakutkan itu berlalu.

Prof. Mouna Maroun, kepala Departemen Neurobiologi Sagol, mengatakan sebenarnya secara naluriah anggapan otak menyimpan trauma itu adalah sesuatu yang salah.

"Semua berawal ketika kepala saya terbentur saat berada di kolam renang-suatu bentuk trauma ringan. Namun itu cukup meyakinkan saya untuk tidak kembali ke kolam renang untuk waktu yang lama. Tetapi anak-anak yang berada di kolam dan lebih sering terbentur, justru langsung melompat ke air," ujarnya dikutip No Camels.

Rasa takut, menurut penelitian, meningkat seiring bertambahnya usia ini terkait dengan plastisitas atau fleksibilitas korteks prefrontal otak-area yang bertanggung jawab atas perilaku kognitif kompleks.

"Masa kanak-kanak adalah masa ketika otak dan korteks prefrontal masih berkembang. Jadi mekanisme kerjanya pada orang dewasa dan muda, tidak sama," kata Prof. Maroun.

Proses Trauma saat Dewasa

Selama paparan pengalaman yang menakutkan atau menegangkan, dua mekanisme otak memungkinkan kita untuk merespons rasa takut secara efisien. Di satu sisi, bisa juga kembali normal begitu peristiwa itu berakhir.

Selama peristiwa tersebut, mekanisme yang terletak di amigdala-struktur berbentuk almond di otak-secara efektif memberi tahu kita bahwa kita berada dalam situasi yang menakutkan dan harus bertindak. Setelah kejadian itu, proses menghilangkan rasa takut di mulai di korteks prefrontal sampai mengembalikan tubuh ke keadaan rutinnya.

Tetapi ketika mekanisme terakhir gagal berfungsi dengan baik, kita akan mengalami reaksi ketakutan sementara sampai menimbulkan gejala kecemasan dan pasca trauma. Inilah alasan mengapa banyak orang dewasa lebih berhati-hati dibandingkan dengan ank-anak terkait aktivitas ekstrem atau menantang. Sebab otak menunda mekanisme menghilangkan rasa takut.

Setelah penelitian perilaku ini, para peneliti juga memeriksa perubahan fisiologis pada otak dan menemukan pola yang serupa. Plastisitas korteks prefrontal di area yang bertanggung jawab atas hilangnya rasa takut sangat tinggi pada tikus muda yang terpapar stres. Sebaliknya, di antara tikus dewasa yang terpapar stres, tingkat plastisitasnya sangat rendah, hingga menimbulkan rasa takut.

Prof. Maroun mengatakan penelitian ini menyiratkan bahwa adalah salah untuk mengklaim bahwa mekanisme pada orang dewasa dan remaja identik, dan bekerja sedikit berbeda. Mekanismenya sebenarnya sangat berbeda.

"Oleh karena itu, kami dapat menyatakan bahwa kami akrab dengan kepunahan rasa takut di kalangan orang dewasa, tetapi kami masih perlu mengetahui cara kerja otak untuk memadamkan rasa takut pada anak muda," tutupnya.

Nah, jadi jika kamu sekarang bukanlah remaja berumur belasan, hal yang wajar bila kamu tidak lagi bisa menikmati berbagai hal yang menantang adrenalin dan rasa takut. Sebab itu bukan karena kamu yang cupu, tetapi kinerja otakmu kini berbeda dengan saat remaja. Kalau kamu, masih berani enggak nih naik ke wahana taman bermain yang ekstrem?

[Gambas:Audio CXO]

(DIR/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS