Insight | Science

Mengapa Kita Menonton Film yang Sama Berulang Kali?

Sabtu, 26 Feb 2022 10:00 WIB
Mengapa Kita Menonton Film yang Sama Berulang Kali?
Ilustrasi menonton film Foto: Gleen Kartens/Unsplash
Jakarta -

Masing-masing dari kita pasti memiliki comfort movies  film yang mungkin saja dari segi kualitas tidak terlalu bagus, tapi selalu berhasil menghadirkan rasa nyaman di hatimu ketika menontonnya. Meskipun kita sudah hafal jalan ceritanya, dan mengingat semua dialognya, film tersebut akan tetap kita tonton ulang kembali.

Misalnya, di awal-awal pandemi, saya lebih memilih menonton ulang trilogi Lord of the Rings (2001) yang durasinya lebih dari tiga jam ketimbang menonton rilisan terbaru Netflix. Atau, ketika saya ingin menonton film cinta-cintaan, pilihannya pasti jatuh di antara Ada Apa dengan Cinta (2002) atau Pride and Prejudice (2005), yang keduanya sudah saya tonton lebih dari 10 kali.

Dari berbagai film dan serial baru yang bisa kita tonton, mengapa akhirnya kita memilih untuk mengonsumsi film yang sudah pernah kita tonton sebelumnya? Salah satu penjelasan paling umum adalah nostalgia. Film, sebagai produk budaya populer, adalah mesin waktu yang bisa membawa kita kembali ke masa lalu. Menonton film yang sudah pernah kita tonton sebelumnya bisa membangkitkan rasa sentimentil terhadap suatu masa.

.Ilustrasi menonton film berulang kali/ Foto: JESHOOTS.com/Pexels


Melansir The Atlantic, psikolog di North Dakota State University, Clay Routledge mengatakan ada dua tipe nostalgia. Pertama, nostalgia secara umum yang mengingatkan kita akan suatu era. Kedua, nostalgia yang secara spesifik mengingatkan kita akan sebuah pengalaman personal di masa lalu.

Nostalgia pun bisa menjadi salah satu bentuk terapi, karena memberikan kita kenyamanan emosional. Oleh karenanya, muncul istilah seperti heartwarming movies atau feel-good movies, yang kerap diasosiasikan dengan film-film lama. Namun di samping nostalgia, ada penjelasan ilmiah lainnya. Profesor marketing Cristel Russel menyebut perilaku ini sebagai reconsumption. Reconsumption tidak hanya berlaku ketika kita menonton film, tapi juga ketika kita mendengarkan lagu, membaca buku, atau memilih tempat liburan.

Menurut penelitian yang dilakukannya, motivasi dari reconsumption tidak melulu datang dari nostalgia akan masa lalu atau regressive consumption. Selain melihat ke masa lalu, melihat ke masa depan juga bisa menjadi motivasi untuk mengonsumsi sesuatu berulang kali. Hal ini disebut sebagai progressive consumption.

Berbeda dengan regressive consumption, progressive consumption berorientasi untuk memperbarui pengalaman kita. Biasanya, hal ini berangkat dari keinginan untuk mengafirmasi, mengkonfirmasi, atau justru mengubah pendapat kita terkait sesuatu yang pernah kita konsumsi sebelumnya. Apabila nostalgia berusaha mengulangi pengalaman yang sama, maka di sini yang terjadi justru sebaliknya.

.Ilustrasi reconsumption/ Foto: Ron Lach/Pexels

Kita mengonsumsi sesuatu berulang kali agar bisa mengevaluasi pengalaman kita dan melangkah ke depan. Misalnya, ada satu film yang selalu kita tonton ketika sedang merasa sedih atau resah. Film tersebut, tanpa disadari, telah menjadi 'penawar' yang bisa membuat kita menghadapi perasaan-perasaan negatif yang kita rasakan. Penelitian Cristel membuktikan bahwa reconsumption adalah fenomena yang dinamis, dan alasan kita menonton film yang sama berulang kali bisa bermacam-macam.

Selain aspek temporal melihat ke masa lalu atau ke masa depan, menonton sesuatu berulang kali juga bisa dijelaskan melalui konsep psikologis yang disebut mere-exposure effect. Mere-exposure effect merupakan teori psikologi yang mengatakan bahwa preferensi kita dipengaruhi oleh rasa familiar terhadap sesuatu. Kita cenderung memilih sesuatu yang sudah pernah kita lihat sebelumnya daripada sesuatu yang baru.

Mere-exposure effect bisa dipicu karena dua hal. Pertama, memilih sesuatu yang familiar bisa mengurangi ketidakpastian. Mencoba mengonsumsi sesuatu yang baru bisa membuat kita merasa ragu atau bahkan takut  ragu apakah kita akan puas dan senang karenanya, atau justru sebaliknya. Kedua, kita akan lebih mudah dalam memahami dan menginterpretasikan sesuatu yang familiar bagi kita.

.Ilustrasi menonton film bersama/ Foto: Mart Production/Pexels

Mengonsumsi sesuatu yang baru untuk pertama kalinya biasanya membutuhkan lebih banyak tenaga. Kita membutuhkan tenaga lebih untuk mencermati dan memahami film tersebut. Kedua hal ini, berkurangnya ketidakpastian dan kemudahan dalam memahami, bisa membuat mood kita lebih baik. Sehingga, kita pun memutuskan untuk menonton film atau serial yang sudah kita tonton berulang kali.

Menonton film adalah sebuah pengalaman yang terikat pada kondisi emosional dan psikologis manusia. Ketika kita menonton film yang sama berulang kali, bisa jadi yang sebenarnya kita konsumsi bukanlah filmnya sendiri. Semua aspek dalam film baik itu jalan cerita, karakter, hingga kualitas produksinya, tidak lagi menjadi prioritas.

Yang menjadi prioritas dan motivasi utama adalah emosi yang dibangkitkan oleh film tersebut. Melalui film, kita bisa mengingat sesuatu di masa lalu, merefleksikan masa sekarang, atau memikirkan masa depan. Menonton film yang familiar juga bisa menjadi bentuk reward bagi diri kita sendiri. Sebab, familiarity akan selalu mendatangkan kenyamanan.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS