Inspire | Human Stories

Pertemuan dengan Seorang 'Joki' Skripsi

Kamis, 13 Jan 2022 16:34 WIB
Pertemuan dengan Seorang 'Joki' Skripsi
Foto: Leon Wu/Unsplash
Jakarta -

Dari ratusan jenis pekerjaan di dunia, menjadi joki skripsi adalah salah satu yang paling underrated dibanding yang lainnya. Hal ini saya katakan setelah melalui perbincangan menyenangkan bersama Apis (bukan nama sebenarnya), seorang pemuda 25 tahun yang beberapa tahun belakangan konsisten di dunia perjokian skripsi.

Perbincangan seru itu mulanya terjadi karena kebetulan. Saat itu, hujan deras mengguyur ibu kota dan memaksa saya untuk berteduh di sebuah coffee shop pinggir jalan. Coffee shop itu cukup sesak karena ramai pengunjung. Maklum, hari Jum'at malam di Jakarta selalu menggairahkan para kelas pekerja untuk melepas penat bersama.

Untuk beberapa saat saya cukup kebingungan mencari tempat duduk, sebelum akhirnya seorang pria berambut klimis di sudut dekat jendela menawarkan saya untuk bergabung ke mejanya. Setelah berterima kasih dan melakukan basa-basi perkenalan, pembicaraan kami saat itu lantas mengalir begitu saja ke arah yang tidak pernah saya kira sebelumnya.

Alasan utama saya duduk di kedai yang menjual kopi puluhan ribu rupiah itu awalnya hanya untuk berteduh, bukan untuk bekerja--apalagi melakukan sebuah wawancara. Sementara lawan bicara saya, Apis, mendiami pojok nyaman kedai kopi tersebut karena urusan pekerjaan. "Santai saja, Mas. Saya santai kok. Lagian sudah selesai juga bekerja," kata dia sambil membereskan beberapa dokumen dan laptop-nya.

Sedikit obrolan basa-basi saling kami lontarkan. Namun secara tidak terduga, obrolan kami kala itu justru mengarah pada apa yang ia lakukan sebagai pekerjaan. Apis melabeli diri sebagai seorang joki skripsi semi-profesional. Ya, joki skripsi. Alasannya adalah ia menganggap sepak terjangnya berbeda dengan joki profesional yang sedikit murahan. "Sebenarnya, saya hanya membantu orang menyelesaikan skripsi mereka. Bukan joki tok gitu," ujar Apis sambil tertawa.

Sebagai joki semi profesional, Apis memiliki jam kerja yang fleksibel. Ia bekerja saat dia ingin dan di mana pun Apis berada. "Pandemi atau nggak, sebenarnya gak terlalu ngaruh buat joki kayak saya," ucap Apis ketika mulai bertanya bagaimana COVID-19 berpengaruh terhadap pekerjaannya itu. "Awalnya memang agak sepi, tapi waktu kebijakan sidang online berlaku, alhamdulillah saya rame lagi, lebih rame malahan dari sebelumnya," tambah pria yang menggunakan celana pendek dan kaos hitam polos tersebut.

Dengan adanya COVID-19, kegiatan manusia sebagai pekerja memang cukup mengalami perubahan. Tetapi, sistem bekerja para joki, menurut Apis dari dulu sudah menganut sistem work from home (WFH) dan serba online.

Menurut pria berkumis tipis tersebut, peralihan sidang menjadi online sendiri memudahkannya untuk memberi service yang lebih prima. "Waktu offline, para klien biasanya hanya saya beri pengarahan sebelum sidang, hitung-hitung simulasi. Tapi waktu sidang online, saya malah sampai dampingi mereka saat sidang. Jadi jasa saya lebih berkualitas."

Selain memberi pelayanan yang lebih, menurut Apis, sistem kuliah dan sidang online seperti sekarang ini, justru membuka pintu rezeki bagi para joki. "Biasanya yang datang ke saya itu mahasiswa yang bingung gimana nyelesain skripsinya. Mereka bingung karena sulit bimbingan--apalagi sekarang secara online, ya mau nggak mau jadi pada bimbingan sama saya," ujarnya sambil tertawa.

Berawal dari ketidaksengajaan

Perjalanan Apis sendiri sebagai joki bermula pada beberapa tahun lalu, tepatnya saat ia masih di tingkat ke 3 masa perkuliahan. "Awalnya mah saya cuma bantuin mantan saya yang senior waktu itu biar cepat lulus, soalnya saya pusing dia ngeluh melulu," kisahnya.

Setelah kejadian tersebut, anehnya beberapa teman seangkatan mantannya itu justru meminta Apis untuk membantu mereka dalam merampungkan skripsi. Diiming-iming bayaran yang menggiurkan, membuat Apis sulit menolaknya. Ketika saya mencoba mencari tahu berapa pendapatan yang ia terima, Apis malah bersikap malu-malu dan lebih sering mengalihkan pembicaraan ke hal lainnya.

Dalam perjalanan karirnya sebagai joki, Apis mengklaim bahwa ia tidak pernah menawarkan jasanya ke siapa pun. "Klien saya biasanya datang karena rekomendasi, words of mouth berjalan di luar dugaan saya, dan itu menguntungkan," kata dia sambil terkekeh.

Selain tidak pernah menawarkan atau memasarkan jasanya, Apis ternyata juga tidak menyangka akan melakoni profesi ini untuk waktu yang cukup lama. "Waktu kuliah saya bingung mau jadi apa. Sekarang juga masih sih, jadi ya sudah saya jalanin aja jadi joki skripsi."

Sebagai seorang joki, Apis memiliki standarnya sendiri. Sebelum mulai 'membantu' para klien, Ia selalu melakukan kurasi yang ketat. Alasan seperti latar belakang dan keseriusan dari calon kliennya itu sendiri adalah hal yang utama. Menurutnya, hal ini akan mempengaruhi seberapa besar 'uang kopi' yang harus ditanggung para klien demi memanfaatkan jasanya tersebut.

Di awal karirnya, Apis hanya melayani skripsi-skripsi berbau sastra atau komunikasi. Tetapi sekarang, ia mulai melebarkan sayap dan menerima hampir semua jurusan humaniora. "Sekarang mah prinsipnya apapun bisa saya bantu, Mas. Nanti kalo ternyata sulit, ya saya cari tenaga pembantu."

Kemudian, ia juga sedikit mengutarakan seberapa menguntungkannya menjadi joki skripsi, "Ya lumayan lah, gara-gara skripsi saya bisa beli 'apel'. Dan ternyata cukup juga untuk bayar tagihan internet di rumah". Saat sedang kebanjiran pesanan, Apis memang sering merekrut beberapa teman untuk membantunya. "Biar sama-sama enak aja kalo saya mah, bagi rezeki juga sama teman, terus klien saya juga tetap bisa dapat pelayanan memuaskan."

Joki skripsi ini ternyata memang menguntungkan. Apis bahkan bisa tetap berpenghasilan sembari memberi penghasilan kepada temannya yang lain. Ketika saya menanyakan apakah Apis dan kawan-kawan memiliki niat untuk membangun sebuah lembaga joki yang serius, ia menjawab, "Ah agak seram sebenarnya, jadi kayak institusi ilegal kalau diseriusin. Sekarang kan saya jadi melakukan ini agar bisa terus bersenang-senang; saya senang membuat orang senang, plus saya bisa bersenang-senang dari ongkosnya."

Selain itu, ketika saya membahas soal legalitas dan hukum yang mengatur praktik jasa pembuatan skripsi ini, Apis sendiri tidak banyak berkomentar. Ia justru memantulkan 'bola panas' ke arah-yang menurutnya juga sama ilegal atau bahkan lebih berbahaya. "Ah, yang saya kerjakan ini kayaknya nggak lebih buruk dari mereka yang jual beli ijazah deh," jawab Apis santai.

"Oh ya, sebetulnya saya juga kan nggak melanggar kaidah penulisan skripsi. Kerjaan saya terbukti berkualitas dan ngebantu. Udah itu, fungsi saya juga lebih ke pembimbing skripsi eksternal mahasiswa, nggak beda kayak bimbel anak SMA buat SNMPTN kan?" papar Apis.

Skripsi sejatinya bisa menjadi momok menakutkan bagi beberapa orang dan anehnya, jasa orang seperti Apis adalah solusi yang menguntungkan. Dari sekian tahun perjalanan sebagai joki, Apis masih belum tahu kapan ia akan pensiun. Bagi pemuda penggemar motor antik ini, selama masih cukup untuk 'ngebul' dan ngopi, ia masih akan melakoni pekerjaan ini. "Kayaknya saya belum mau alih profesi deh," ujarnya disusul tawa.

Sejak awal pertemuan, Apis memang nampak ceria, berbanding terbalik dengan saya. Kehujanan, tidak dapat tempat duduk, dan segelas kopi yang melebih budget kopi untuk seminggu. Sungguh runutan tersebut membuat kopi pesanan terasa lebih getir dari biasanya bahkan hingga ke saku celana. Sementara Apis duduk santai dengan wajah yang ceria, dengan sejumlah gelas kopi gratis dari kliennya.

Fenomena joki skripsi ini kurang lebih memang telah mengakar di sistem pendidikan kita. Seorang joki seperti Apis, terbukti dapat tetap berpenghasilan meski naik turunnya tergantung klien yang sedang diberikan 'bantuan'. Di sisi yang lain, profesi ini juga cukup bermanfaat bagi para mahasiswa yang menemui kesulitan. Atau dengan kata lain, sisi tajam di kedua sisinya tetap membantu para mahasiswa meski cukup membahayakan.

Yang bisa kita pelajari dari kisah Apis di sini adalah, jika saja kita hendak melihat lebih jauh, menjadi seorang joki skripsi sendiri sebenarnya adalah alternatif pekerjaan yang menarik untuk dipilih. Apalagi, dengan kondisi pandemi seperti sekarang, banyak sarjana pengangguran yang belum juga mendapat pekerjaan. Apis sebagai joki membuktikan, ia tetap bisa bersenang-senang sekaligus mendapatkan penghasilan.

*Setelah pembicaraan usai, saya meminta izin kepada Apis untuk menuliskan perbincangan yang kami lalui. Ia yang ramah dan ceria akhirnya mengizinkan kisah ini untuk dibagikan, asal identitasnya disamarkan dan tidak membahas hal yang tidak ingin ia sebutkan.

[Gambas:Audio CXO]

(RIA/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS