Interest | Home

Tren yang Terlalu Cepat: Ceremonial Matcha dan Ironi Petani Jepang

Kamis, 07 Aug 2025 16:35 WIB
Tren yang Terlalu Cepat: Ceremonial Matcha dan Ironi Petani Jepang
Ilustrasi matcha. Foto: Istock
Jakarta -

Tren kuliner kian berganti dengan cepat dan sejak tahun lalu. Yang terbaru adalah minuman tradisional Jepang, matcha yang sedang naik pamor. Matcha merupakan bubuk teh hijau asal Jepang yang sekarang memiliki gelombang popularitas yang sangat tinggi di 2025.

Namun, apakah ini hanya salah satu tren kuliner lainnya, yang datang dengan 'badai', hilang juga seperti angin atau justru dia akan terus merajai pasar kuliner dunia?

.Bubuk Matcha/ Foto: Homelab

Teh Bubuk Hijau yang Spesial

Dari bubuk teh hijau yang menjadi minuman pengganti kopi, matcha pun memperluas penggunaannya. Bubuk teh hijau tersebut bisa dibilang cukup versatile karena selain untuk minuman, matcha banyak digunakan untuk masakan seperti cake, pudding, cookies, dan baked-goods lainnya.

Nyatanya, tren matcha sudah sangat melokal sampai kue putu, kue cubit, dan penjual kaki lima lainnya pun telah menjual rasa tersebut. Lalu apa yang membuat matcha begitu spesial hingga menjadi tren yang diikuti semua orang?

Matcha bukan 'pemain' baru di ranah industri food and beverages global. Tapi dengan perkembangan masyarakat yang terus mencari pola hidup lebih sehat, matcha menjadi pilihan yang tepat.

Sebuah studi dari National Library of Medicine di tahun 2023 membuktikannya dengan memaparkan kelebihan matcha sebagai natural antioksidan, juga kandungan dari L-theanine dan kafein yang secara tidak langsung dapat mengurangi efek stres dan anxiety. Para penggemar kopi dapat tetap menikmati efek kafein yang membuat mereka fokus, dan kandungan L-Theanine-nya yang menyeimbangkan kafein sehingga tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan energi secara cepat.

Naiknya popularitas matcha, bukan hanya sekadar sisi kesehatan yang dilihat oleh masyarakat. Matcha pun mendukung kehidupan serba konten di zaman teknologi ini. Masyarakat menggambarkan nilai dari mengkonsumsi matcha sebagai awalan untuk hidup sehat dengan estetik. Tidak berhenti pada konsumsi pribadi, brand-brand, influencer, dan cafe pun turut serta memberi ruang untuk para penggemar matcha.

Masuk sebagai tren, masyarakat tidak berhenti sampai situ. Bukan hanya menikmati, tapi munculnya penggiat matcha yang terus mempelajarinya. Mulai dari tradisi, pengolahan, hingga tipe-tipe matcha. Di situlah tren matcha yang semakin berkembang ini muncul sebagai tren baru, yaitu Ceremonial Grade Matcha.

Titik Balik Bisnis Matcha di Dunia

Ceremonial grade matcha adalah istilah untuk bubuk teh hijau dengan kualitas tertingginya. Ceremonial grade matcha telah melewati proses produksi yang ketat, menghasilkan karakteristik matcha dengan warna hijau pekat, dan tekstur yang sangat halus.

Oleh sebab itulah, ceremonial grade matcha memiliki kandungan L-Theanine, chlorophyll, dan kafein tertinggi dari semua tingkatan matcha. Pada negara penghasil matcha itu sendiri, Jepang mengkategorikan matcha menurut kegunaannya, yaitu untuk tea ceremonies, penggunaan kuliner, atau konsumsi harian.

Sehingga dalam penggunaan istilah, jurnal dari Matcha.com menyatakan bahwa Jepang sendiri tidak menggunakan istilah 'Ceremonial Grade', istilah tersebut hanya merupakan istilah marketing untuk mempermudah masyarakat membedakan kualitas matcha.

Mendengar istilah ceremonial grade matcha yang dipandang tinggi oleh masyarakat, tentunya muncul rasa takut tertinggal. Dimulai dari tahun 2024, mulai meningkat adopsi ceremonial grade matcha dalam bisnis food and beverages, semua kafe pun mengusung ceremonial matcha. Tidak heran jika akhir-akhir ini semakin marak cafe khusus matcha yang memasarkan ceremonial grade matcha mereka.

.Ilustrasi ceremonial matcha/ Foto: Istock

Pamor Melejit, Petani Menjerit

Dibalik ramainya penggunaan matcha di bisnis kuliner, tuntutan akan produk tersebut pun menjadi sebuah kesulitan. Global Japanese Tea Association menyebut bahwa persentase ekspor teh dari Jepang naik sangat pesat, dari 1% total produksi di awal tahun 2000, hingga menjadi 10% di akhir tahun 2023.

Kedatangan turis asing ke Jepang pun menjadi pertanda, dengan pembelian matcha secara besar-besaran, mengingat harga matcha di Jepang akan lebih murah dibandingkan dengan negara asal mereka. Ramainya pembelian matcha ini pun menyebabkan dua brand ternama Jepang, Ippodo dan Marukyu Koyamaen mengalami kekurangan pasokan matcha untuk memenuhi tuntutan pasar.

Hal ini menjadi ketakutan dunia, di mana pada akhir tahun 2024, banyak kabar mengatakan bahwa pasokan matcha akan menipis, memaksa bisnis kuliner untuk membatasi penggunaan matcha. Tapi pada pertengahan tahun ini, hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan, karena untuk memproduksi matcha kualitas tinggi, daun teh yang digunakan merupakan hasil panen pada musim semi. Melihat waktu, produksi ceremonial grade matcha pada tahun ini diprediksi dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Tapi berapa lama pasokan ini akan terus bertahan?

Hal tersebut menjadi perhatian pemerintah Jepang. Media The Japan Times menyebutkan, tidak mudah bagi Jepang untuk mengikuti tuntutan kebutuhan matcha dunia. Terdapat dua tahap utama untuk pembuatan matcha, yaitu penanaman teh jenis tencha, dan penggilingan daun teh menjadi matcha. Kedua tahapan utama tersebut menjadi limitasi untuk mengembangkan produksi matcha.

Perkebunan di Jepang memiliki sedikit tempat untuk penanaman kebun teh, dan jika ada, penanaman teh itu sendiri akan memakan waktu 5 tahun untuk dapat dipanen. Di sisi lain, untuk memproduksi ceremonial grade matcha dibutuhkan mesin penggiling berkualitas, sedangkan mesin penggiling pada umumnya hanya dapat memproduksi 40 gram matcha per jam, setara dengan 10 sampai 12 gelas matcha latte.

Para petani pun menjadi perhatian bagi pemerintah. Menurut data MAFF, jumlah petani dari tahun 2000 turun sebanyak 62% di tahun 2015 dikarenakan para petani yang terus menua. Sekitar 56% dari petani teh telah berumur 65 tahun atau lebih tua.

Tuntutan untuk memproduksi lebih banyak matcha menjadi ironi bagi para petani teh di Jepang. Upaya yang dibutuhkan untuk mengikuti tuntutan pasar sangatlah besar dan para petani pun harus mempertaruhkan bisnis mereka.

Jika mereka memenuhi kebutuhan pasar, mereka pun harus kembali bertaruh pada kelangsungan tren ini, apakah kebutuhan ekspor matcha akan terus meningkat, atau akankah tren ini turun dan menjadi kerugian bagi bisnis mereka. Hanya waktu yang bisa menjawab tantangan tren ini.

.Para petani matcha di Jepang/ Foto: Fuel Matcha

Dukungan dari Pemerintah Jepang terhadap Kebutuhan Matcha

Simona Suzuki, Co-Founder Global Japanese Tea Association, menyatakan dukungannya bersama pemerintah pada The Japan Times dimana pada tahun 2025 ini, pemerintah Jepang mulai merubah kebijakan mereka. Pemerintah akan mendukung lebih produksi teh jenis tencha sehingga petani pun mendapatkan ketenangan untuk membuat peralihan produksi jenis teh.

Lewat dukungan dari pemerintah, Jepang pun akan terus menambah produksi matcha untuk memenuhi kebutuhan pasar. Melihat kelebihan matcha sebagai tren dan juga konsumsi untuk pola hidup sehat, ada kemungkinan matcha akan bertahan bukan sebagai tren semata, melainkan sebagai kebutuhan mendasar sebagaimana kopi menjadi kebutuhan sehari-hari.

Melihat kesiapan Jepang untuk mengikuti tren, pasokan matcha pun tidak perlu dikuatirkan akan habis, tapi akankah tren matcha mengalami kenaikan lebih tinggi di tengah tantangan produksi ini, atau dunia yang akan lelah dengan tren matcha yang terlalu cepat ini?


Penulis: Anastasia Nadila


*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS