Interest | Home

Tren Rumah Kecil, Siasat Generasi Muda Menghadapi Krisis Hunian

Rabu, 07 Jun 2023 19:30 WIB
Tren Rumah Kecil, Siasat Generasi Muda Menghadapi Krisis Hunian
Foto: Istimewa
Jakarta -

Sudah bukan rahasia lagi kalau anak muda susah beli rumah. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pidatonya pada 2022, di mana ia mengatakan purchasing power generasi muda tidak sebanding dengan harga rumah yang semakin melambung tinggi. Krisis hunian yang dihadapi generasi muda disebut juga sebagai fenomena housing backlog, yaitu ketika ada gap yang sangat besar antara jumlah kebutuhan rumah dengan ketersediaan rumah.

Studi yang dilakukan Jakarta Property Institute (JPI) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai fenomena housing backlog. Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah penduduk Indonesia yang tidak memiliki rumah mencapai 15 juta, sedangkan di Jakarta ada 51% penduduk yang memiliki rumah. Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini, namun salah satu yang faktor terbesarnya ialah harga tanah yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan naiknya harga rumah.

Tingginya harga rumah di pusat kota, dalam konteks ini di Jakarta, membuat banyak penduduk mencari rumah di area suburban yang jaraknya jauh. Namun, demand rumah di wilayah suburban yang semakin tinggi pada akhirnya juga membuat harga rumah di area-area ini semakin meroket. Masih berdasarkan studi yang sama, harga rumah baik di Jakarta maupun area suburban mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2011 hingga 2020; kenaikan harga di Jakarta mencapai 73.53% sedangkan di area suburban 125.61%.

Bersiasat di Lahan yang Terbatas

Berangkat dari kondisi di atas, kaum muda kelas menengah akhirnya mencoba bersiasat agar tetap bisa memiliki rumah impian. Misalnya saja, muncul tren "rumah milenial" yang berukuran mungil. Alih-alih membangun rumah yang luas, rumah-rumah ini dibangun di atas lahan yang sempit namun bisa memiliki hingga 3 lantai. Model rumah tumbuh juga bisa menjadi acuan, di mana pembangunan rumah dilakukan secara bertahap dengan tujuan menambah lantai 2 atau 3 di masa depan.

Selain itu, muncul juga opsi untuk membangun rumah kecil yang menjulang ke atas di kawasan kampung kota. Opsi ini ramai diperbincangkan setelah seorang pengguna Twitter mengunggah inspirasi rumah dari Tiny House Living High. Tiny House Living High adalah sebuah rumah kecil yang berdiri di tanah seluas 44 meter persegi di dalam gang padat penduduk, di daerah Jakarta Selatan. Rumah ini dibangun oleh pasangan muda Fay dan Verdi—mereka menyulap lahan terbatas itu menjadi rumah 3 lantai yang modern dan nyaman.

Lewat akun instagram Tiny House Living High, Fay dan Verdi membagikan berbagai macam informasi mengenai rumah mereka; mulai dari proses pembangunan, jasa arsitektur yang digunakan, hingga kekurangan dan kelebihan tinggal di gang padat penduduk. Dengan budget sekitar Rp300 juta, mereka membangun rumah kecil yang memiliki 2 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang keluarga, dapur, taman belakang, dan juga rooftop.

Tiny House Living High muncul sebagai alternatif untuk menyiasati harga rumah di cluster suburban yang semakin tinggi. Apalagi dengan tinggal di pusat kota, otomatis biaya transportasi dan jejak karbon akan menurun dibandingkan apabila tinggal di area suburban. Namun ternyata, unggahan pengguna Twitter yang mempromosikan Tiny House Living High tersebut membuka kotak pandora mengenai macam-macam permasalahan hunian. Misalnya saja, banyak netizen yang merasa rumah seperti itu tidak ideal karena tidak ada lahan parkir mobil. Ada pula yang mengaku enggan tinggal di kampung kota karena merasa keamanan lebih terjamin di kawasan perumahan berpagar.

Pada akhirnya, setiap orang memiliki preferensi rumah impian masing-masing. Namun, pilihan dalam menentukan tempat tinggal juga tidak bisa dilepaskan dari berbagai faktor sistemik seperti housing market, kondisi perkotaan, dan kebijakan pemerintah dalam menyediakan hunian yang layak. Berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan hunian ideal memberikan secercah harapan bagi kita yang pesimis bisa memiliki rumah. Namun bagaimanapun juga, tanpa adanya perubahan struktural, krisis hunian tidak akan sepenuhnya bisa terpecahkan hanya dengan mengandalkan siasat anak muda.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS