Insight | General Knowledge

Timor Leste Resmi Masuk ASEAN: Babak Baru Politik Kawasan

Selasa, 28 Oct 2025 16:15 WIB
Timor Leste Resmi Masuk ASEAN: Babak Baru Politik Kawasan
Timor Leste bergabung menjadi anggota ke-11 ASEAN. Foto: iStock
Jakarta -

Di Kuala Lumpur, 26 Oktober 2025 menandai babak baru dalam sejarah Asia Tenggara. Timor Leste akhirnya resmi duduk sebagai anggota ke-11 ASEAN. Setelah hampir satu setengah dekade menanti sejak pengajuan pertamanya pada 2011.

Kehadiran negara muda itu di meja perundingan kawasan, bukan sekadar simbol penerimaan, melainkan juga pengakuan atas keteguhan diplomasi yang panjang. Namun di balik euforia tersebut, tersimpan kesadaran yang lebih dalam bahwa menjadi bagian dari ASEAN bukanlah garis akhir, melainkan awal dari tanggung jawab besar untuk menyeimbangkan idealisme pembangunan dengan realitas geopolitik yang terus berubah.

.Peresmian Timor Leste menjadi anggota ke-11 ASEAN dalam KTT ASEAN 2025 di Kuala Lumpur,/ Foto: Reuters

Peran Baru Timor Leste di Panggung ASEAN

Penerimaan Timor Leste bukanlah kejutan belaka. Beberapa tahun sebelumnya negara dengan ibu kota Dili tersebut, menjalani posisi sebagai pengamat, sebab mengalami penundaan sebelum menjadi negara anggota penuh ASEAN. Timor Leste telah dievaluasi dari sisi kelembagaan dan kesiapan ekonomi.

Hal tersebut, merupakan alasan-alasan penolakan yang didapat Timor Leste ketika hendak bergabung dengan ASEAN sebelumnya. Bukan hanya itu, Timor Leste juga harus melakukan penyiapan administratif agar mampu memenuhi tuntutan partisipasi penuh dalam mekanisme regional yang padat agenda. Angka 14 tahun yang diglorifikasi oleh media mencerminkan durasi proses itu, sejak perjuangan menjadi anggota pada 2011 sampai pengesahan pada KTT ASEAN Oktober 2025.

Status anggota penuh membawa konsekuensi praktis, bukan hanya simbolis. Timor Leste kini berhak hadir dan berbicara dalam pertemuan tingkat menteri dan kepala negara, serta bergabung dalam rangkaian komite teknis yang membahas perdagangan, konektivitas digital, pendidikan, dan keamanan yang berkaitan dengan kepentingan kawasan Asia Tenggara.

Namun hak itu disertai kewajiban administratif, seperti menyiapkan perwakilan tetap, menyelaraskan kebijakan domestik dengan agenda regional, dan mengalokasikan sumber daya untuk mengikuti ritme kerja ASEAN yang padat. Tanpa kapasitas birokrasi yang memadai, kursi baru itu berisiko sekadar menjadi simbolisasi saja.

Dalam konteks politik kawasan, keanggotaan Timor Leste adalah semacam litmus test bagi kematangan diplomasi ASEAN. Di satu sisi, keputusan menerima negara kecil ini menegaskan komitmen inklusif organisasi dengan pesan politik yang penting di tengah persaingan kekuatan besar di Indo-Pasifik.

Sementara di sisi lain, penambahan anggota memperbesar tantangan mekanisme konsensus yang selama ini menjadi ciri khas ASEAN bahwa lebih banyak suara berarti lebih banyak kepentingan yang harus diselaraskan, dan proses pembuatan kebijakan bersama dapat menjadi lebih panjang dan lebih kompleks. Hal tersebut dapat menjadi bahwa penguji kemampuan ASEAN menjaga kohesi seluru anggota sambil tetap bergerak efektif.

.Para anggota ASEAN berfoto bersama di KTT ASEAN 2025, Kuala Lumpur/ Foto: ASEAN

Pekerjaan Rumah Baru untuk Timor Leste

Bagi Timor Leste, keanggotaan penuh adalah peluang strategis sekaligus pekerjaan rumah besar. Negara yang baru berusia independen relatif singkat ini masih mengandalkan sumber daya alam tertentu dan bantuan dari luar.

Oleh karena itu, kapasitas fiskal dan administrasi publiknya harus dipacu agar manfaat bergabung bisa riil dirasakan. Barangkali perlu direfleksikan bahwa penutupan bab penantian bukan berarti otomatis terpenuhinya semua harapan. Realitas manfaat bergantung pada keberhasilan Dili mengimplementasikan reformasi internal dan merumuskan strategi ekonomi yang mampu memperluas basis sumber pendapatan sehingga dapat memberikan manfaat kepada masyarakatnya.

Implikasi bagi negara-negara tetangga    terutama Indonesia    bersifat pragmatis. Stabilitas dan kemajuan Timor Leste berkontribusi pada keamanan kawasan timur Nusantara dan memperkuat jaringan konektivitas yang juga menguntungkan kepentingan perekonomian dan keamanan Jakarta.

Namun dukungan yang bermakna bukan sekadar jualan-jualan politik saja nyatanya diperlukan program capacity building, bantuan teknis, dan investasi terarah agar integrasi Dili menjadi proses berkelanjutan bukan sekadar formalitas diplomatik karena telah bergabung dengan ASEAN.

Ada pula dimensi geopolitik yang lebih luas bahwa menambah anggota kecil tidak serta-merta menggeser peta kekuatan global, tetapi menambah legitimasi kolektif ASEAN ketika organisasi itu berbicara di forum internasional. Keputusan kolektif menerima Timor Leste mengirim sinyal bahwa ASEAN masih bisa menentukan ritme kerja sama internalnya sendiri, meski tantangan implementasi tetap nyata.

Dalam perspektif yang lebih luas, pertanyaan yang sehari-hari harus dijawab kini bergeser, bukan lagi "layakkah Timor Leste menjadi anggota?", tetapi jawaban yang lebih strategis harus dilontarkan, "bagaimana ASEAN memastikan proses integrasi itu efektif?"

Kunci jawabannya ada pada dua hal, kemampuan internal Dili memperkuat kapasitas negara dan kesiapan kolektif ASEAN untuk menyediakan mekanisme dukungan yang konkret, bukan sekadar lip service.

Sejak 26 Oktober 2025, peta ASEAN pun ikut berubah. Sekarang ada sebelas kursi di meja perundingan. Tambahan itu adalah peluang sekaligus pekerjaan rumah. Jika solidaritas regional ingin bermakna, sekarang saatnya diuji: melalui kebijakan nyata, bantuan kapasitas, dan komitmen bersama agar kursi baru itu tidak sekadar simbol, melainkan kontribusi nyata bagi stabilitas dan kemajuan bersama di kawasan.


Penulis: Muhammad Fauzan Mubarak
Editor: Dian Rosalina

*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS