Insight | General Knowledge

Satu Tahun Prabowo-Gibran: Antara Capaian Nyata dan PR Bangsa

Senin, 13 Oct 2025 15:09 WIB
Satu Tahun Prabowo-Gibran: Antara Capaian Nyata dan PR Bangsa
Satu tahun Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Foto: Prabowosubianto.org
Jakarta -

Setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2025 ini, menandai fase baru dalam perjalanan politik Indonesia. Setelah euforia pelantikan dan janji "Asta Cita", kini publik dihadapkan pada realitas bahwa sejauh mana visi besar itu mulai membumi?

Satu tahun bukan waktu yang panjang untuk menilai pemerintahan, tetapi cukup untuk membaca arah dan pola kepemimpinan yang tengah dibangun. Dalam periode ini, terlihat upaya serius untuk memperkuat pertahanan nasional, menstabilkan ekonomi, dan menjaga kesinambungan pembangunan. Tapi di sisi lain, ada pula tantangan yang tak bisa diabaikan terutama pada ranah sosial, demokrasi, dan hak asasi manusia.

.Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka/ Foto: Gerindra

Serba-serbi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

Secara ekonomi, pemerintahan Prabowo-Gibran berhasil mempertahankan pertumbuhan di tengah gejolak global. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% pada triwulan II tahun 2025 dengan inflasi terkendali di kisaran 2,9%.

Usai Sri Mulyani mengundurkan diri dari jabatan menteri keuangan, kursi panas itu akhirnya digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa. Meskipun terbilang baru menjabat, namun kebijakan yang dikeluarkannya cukup membawa angin segar dalam ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah menyalurkan dana Rp200 triliun ke bank Himbara untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.

Lalu, sektor ekstraktif sumber daya alam masih menjadi tonggak utama dalam upaya menciptakan nilai tambah domestik. Pemerintah juga memperkuat ketahanan pangan dengan menambah lahan pertanian modern dan memperluas akses pupuk bersubsidi dengan menyederhanakan regulasi dan memperbaiki mekanisme distribusi.

Di sektor energi, proyek bioetanol dan pembangunan kilang hijau mulai digagas dengan mengharapkan hasil yang konkret. Upaya tersebut menunjukkan arah strategis menuju kemandirian ekonomi, sekaligus memperlihatkan bahwa visi ketahanan nasional tidak semata militeristik, tetapi juga berdimensi kesejahteraan.

Namun di balik capaian ekonomi itu, kesenjangan sosial tetap menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai. Laporan BPS (2025) menunjukkan rasio gini Indonesia masih berada di angka 0,375 turun 0,006 poin dibandingkan September 2024. Dalam membaca nilai rasio gini dengan nilai 0-1 mencerminkan ketimpangan ekonomi, semakin tinggi nilai gini semakin tinggi ketimpangan yang terjadi.

Di wilayah perkotaan, pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah atas, sementara masyarakat kelas bawah masih bergulat dengan kenaikan harga bahan pokok dan upah yang tak sebanding. Ini menegaskan bahwa pembangunan yang inklusif belum benar-benar tercapai. Tanpa perbaikan kebijakan perlindungan sosial yang lebih kuat, capaian makro ekonomi akan kehilangan maknanya di tingkat rumah tangga rakyat biasa.

Dari sisi politik, pemerintahan Prabowo tampak berusaha menjaga stabilitas di tengah lanskap koalisi besar. Langkah ini memberi kesan kuat bahwa negara sedang mencari jalan tengah antara harmoni politik dan efektivitas pemerintahan.

Namun harmoni yang terlalu sempurna kerap memunculkan kekhawatiran baru, yaitu redupnya oposisi dan menurunnya daya kritis publik. Demokrasi membutuhkan ruang perbedaan, bukan sekadar kesepakatan. Jika semua kekuatan politik larut dalam koalisi, maka fungsi pengawasan akan kehilangan giginya, dan masyarakat kehilangan jangkar moral dalam menilai kekuasaan.

. Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen/ Foto: Detikcom

Lalu dalam aspek hukum dan hak asasi manusia, sejumlah catatan masih membayangi. Amnesty International Indonesia dan KontraS melaporkan adanya tindakan represif terhadap demonstran, pembubaran aksi secara paksa, hingga penggunaan Undang-Undang untuk membungkam ekspresi kritis warga negara.

Contohnya dialami oleh Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen yang dituding melakukan penghasutan ketika melakukan ajakan demonstrasi di media sosial. Situasi ini menandakan bahwa demokrasi belum sepenuhnya pulih, kebebasan sipil masih berhadapan dengan ketakutan dan pembatasan. Di era digital, di mana kebebasan berekspresi menjadi salah satu pilar demokrasi modern, hal semacam ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.

Stabilitas politik tidak seharusnya dibayar dengan kebisuan rakyat. Dalam aspek hukum, banyak isu lain yang menuai respon negatif dari masyarakat hingga berdampak aksi demonstrasi, seperti RUU TNI yang disahkan, RUU Perampasan Aset yang seolah ditahan, dan RUU Masyarakat Adat yang mandek.

Sementara itu di bidang sosial dan kesejahteraan, berbagai program yang digagas pemerintah menunjukkan arah positif. Percepatan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, perluasan bantuan sosial non-tunai, dan penguatan pendidikan vokasi menjadi langkah konkret dalam membangun pondasi jangka panjang.

Pemerintah juga memperluas cakupan BPJS Kesehatan hingga mencapai lebih dari 98% total penduduk, sebuah angka yang patut diapresiasi. Namun, keberhasilan ini belum cukup menjawab akar persoalan kemiskinan struktural.

Data BPS pada awal 2025 menunjukkan jumlah penduduk miskin masih sekitar 23.85 juta jiwa. Angka itu memang menurun, tetapi masih meninggalkan pertanyaan bahwa apakah penurunan tersebut benar karena meningkatnya kesejahteraan atau sekadar hasil redefinisi administratif dari kategori "miskin"?

.Prabowo Subianto saat menyampaikan pidatonya di PBB beberapa waktu lalu./ Foto: CNBC Indonesia

Dalam bidang hubungan luar negeri, Indonesia di bawah Prabowo menunjukkan orientasi yang lebih tegas pada diplomasi pertahanan dan kerja sama strategis antarnegara berkembang. Upaya memperkuat posisi Indonesia dalam forum seperti G20, ASEAN, dan BRICS memperlihatkan ambisi untuk menempatkan Indonesia bukan hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai pemain global.

Tetapi diplomasi ekonomi yang berorientasi pada investasi besar tetap harus diimbangi dengan transparansi dan perlindungan terhadap kepentingan rakyat di daerah, agar pembangunan tidak berubah menjadi ekspansi modal yang timpang.

Selain itu, posisi Indonesia dalam forum global, yaitu PBB patut diapresiasi, seperti yang baru ini ramai dibicarakan di ruang maya bahwa Indonesia mencuri perhatian melalui pidato Presiden Prabowo ketika berbicara tentang Palestina. Hal tersebut, juga menuai pujian dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Satu tahun pemerintahan Prabowo memang belum cukup untuk menilai visi besar tentang Indonesia yang berdaulat dan sejahtera. Namun satu tahun sudah cukup untuk menilai arah, apakah kita bergerak menuju pemerataan dan kebebasan yang sejati atau justru berjalan di tempat di bawah slogan besar yang kehilangan jiwa?

.Mensesneg Prasetyo Hadi/ Foto: Sekretariat Negara

Bicara soal optimisme, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi tetap optimis di tahun berikutnya pemerintahan Prabowo-Gibran akan memberikan arah perubahan yang lebih baik bagi negara. Hal itu disampaikannya dalam setelah menghadiri rapat internal dengan sejumlah Menteri Koordinator, para Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Kapolri, dan Wakil Panglima TNI di Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10) malam.

"Banyaklah catatan positif dalam artian prestasi selama satu tahun, tentu banyak. Tapi juga ada beberapa catatan perbaikan yang memang juga harus menjadi fokus kita untuk diperbaiki. Mohon doanya," kata Prasetyo seperti dikutip Antara.

Setiap periode kepemimpinan membawa janji dan ujian. Lalu barangkali, ujian terbesar pemerintahan hari ini bukan hanya soal ekonomi atau geopolitik, tetapi tentang sejauh mana kekuasaan mampu mendengar suara paling kecil dari rakyatnya tanpa merasa terganggu oleh kritik, tanpa merasa terancam oleh kebenaran.

Apakah bangsa ini benar-benar sedang melangkah menuju kemandirian, atau sekadar berputar dalam lingkar setan kekuasaan yang terus mengutamakan kepentingan kelompok kecil dan hanya menunda keberanian untuk berbenah? Mari kita tunggu perubahan yang lebih baik dari Pemerintahan Prabowo-Gibran di tahun-tahun berikutnya.


Penulis: Muhammad Fauzan Mubarak

Editor: Dian Rosalina

*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS