Di tengah kemajuan transportasi dunia yang beralih dari energi minyak ke energi listrik demi menyelamatkan dunia, justru 'surga' kita di ujung Indonesia lambat laun tak terselamatkan. Raja Ampat, Papua yang dikenal sebagai setitik keindahan yang diberi Tuhan untuk Indonesia itu mulai 'diobrak-abrik' atas nama permintaan kemajuan teknologi menyelamatkan dunia.
Ya, sudah hampir satu minggu, isu pertambangan nikel di Raja Ampat menjadi sorotan publik kini semua mata tertuju ke Raja Ampat. Bagaimana tidak, salah satu 'surga' alam milik kita diambang kehancuran untuk mencari bijih-bijih nikel yang berada di dalam bumi. Mungkin sebagian besar dari kamu mungkin melewatkan isu penting ini. Untuk itu, CXO Media mencoba menjabarkan kronologi isu tambang nikel di Raja Ampat, Papua.
1. Diungkap Pertama Kali oleh Greenpeace
Sebagai sebuah organisasi yang bergerak d bidang aktivis lingkungan hidup di seluruh dunia, Greenpeace sebenarnya telah menyoroti berbagai isu lingkungan yang ada di Papua. Namun yang menjadi sorotan utama mereka kali ini adalah aktivitas pertambangan nikel yang ada di Raja Ampat yang sudah ditahap mengkhawatirkan.
Isu ini pertama kali dikumandangkan dalam dalam sebuah acara Indonesia Critical Minerals yang dilaksanakan pada Selasa (3/6). Saat itu, Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno sedang memaparkan materinya. Namun tiba-tiba sekelompok orang yang mengaku warga Raja Ampat dan aktivis Greenpeace membawa slogan "Save Raja Ampat" sambil meneriakkan "Papua Bukan Tanah Kosong' berkali-kali.
Aksi viral ni adalah bentuk penolakan tegas atas ekspansi tambang nikel yang akan masuk ke kawasan Raja Ampat. khususnya di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Dalam data yang didapatkan oleh Greenpeace, tambang tersebut telah merusak sekitar 500 hektar hutan lindung dalam hukum Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
2. Desakan Masyarakat Tuntut Penjelasan dan Aksi Pemerintah
Usai viral di berbagai lini media massa, isu pertambangan nikel di tanah Raja Ampat pun kian menjadi masif di tengah masyarakat khususnya media sosial. Tagar "Save Raja Ampat" pun berkumandang dan semakin menekan pemerintah untuk menjelaskan duduk perkara dan langkah apa yang harus segera diambil.
Setelah 2 hari belum ada tanggapan resmi dari pemerintah, pada Kamis (5/6), pemerintah lewat Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq pun akhirnya menyegel setidaknya empat perusahaan tambang nikel di kawasan Raja Ampat. LHK mengaku penyegelan ini karena ditemukannya pelanggaran lingkungan.
Adapun salah satu perusahaan yang harus menghentikan aktivitas tambangnya antara lain wilayah konsesi PT Anugerah Surya Pratama yang memiliki luas lebih dari 10 ribu hektar di Pulau Manuran dan Waigeo. Pengawas KLH melihat perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektar tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.
Kemudian, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawel disegel karena menambang di area izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) seluas 5 hektar. Pemerintah juga menyegel PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan Manyaifun karena tidak mempunyai dokumen lingkungan yang jelas dan IPPKH. Sedangkan area konsesi PT Gag Nikel di Pulau Gag bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tantang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Senada dengan Kementerian LHK, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pun memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional tambang nikel di Raja Ampat.
3. Keputusan Penyegelan Perusahaan Tambang 'Nakal'
Dalam pernyataan terakhirnya, Bahlil meyakinkan untuk menghentikan sementara perusahaan tambang yang memiliki cacat dokumen dengan tegas. Namun belum beberapa hari pernyataan tersebut terucap, ternyata PT Gag Nikel masih beroperasi karena dianggap milik pemerintah yang sudah memiliki izin dan taat aturan.
"Izin pertambangan di Raja Ampat itu ada beberapa, mungkin ada lima. Nah, yang beroperasi sekarang itu hanya satu yaitu PT Gag. Gag Nikel ini yang punya adalah Antam, BUMN," kata Bahlil seperti dikutip BBC.
Pengizinan pengoperasian kembali itu pun dikatakan Bahlil karena perusahaan tersebut tidak berada di destinasi pariwisata di Piaynemo, tapi kurang lebih 30-40 kilometer dari destinasi wisata tersebut. Pernyataan ini juga diperkuat oleh keterangan dari Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno yang mengatakan kegiatan PT Gag Nikel tidak menunjukkan indikasi penambangan karena sudah sesuai ketentuan.
"Kita lihat langsung dari udara, tidak ada sedimentasi. Secara keseluruhan, tambang ini tidak bermasalah," kata Tri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/6),
Bahlil pun akhirnya memutuskan satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT GAG Nikel tidak ikut dicabut pemerintah. Dia beralasan PT GAG Nikel sudah melakukan pertambangan sesuai dengan proses pertambangan.
"Itu alhamdulillah sesuai dengan AMDAL. Karena itu juga adalah bagian dari aset negara, selama kita awasi betul, arahan Bapak Presiden kita harus awasi betul lingkungannya," terang Bahlil dalam Konferensi Pers di Istana Negara, Selasa (10/6) seperti dikutip CNBC Indonesia.
Itulah kronologi isu tambang nikel di Raja Ampat yang akhir-akhir ini sedang viral. Dalam kajian terakhir dari Kementerian ESDM dan Kementerian LHK, menghasilkan hanya 4 tambang yang izinnya dicabut. Walaupun begitu, Greenpeace merasa keputusan tersebut hanyalah 'akal-akalan' untuk meredam suara protes masyarakat.
Mereka pun berspekulasi, bisa saja setelah gembar-gembor ini hilang, izin tersebut akan terbit dan aktivitas tambang pun kembali. Pengamatan Greenpeace Indonesia, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.
Pembabatan lahan terbesar yakni 300 hektar berlangsung di Pulau Gag dan sisanya di Pulau Kawe serta Manuran. Meskipun terbilang kecil dibandingkan bukaan lahan sawit, tapi bagi penduduk yang tinggal di pulau-pulau kecil dampaknya besar.
Untuk itu, mari membuat mata kita tetap tertuju ke Raja Ampat, 'surga' kebanggaan Indonesia agar kembali ke fitrahnya semula yakni untuk kita nikmati dan syukuri keberadaannya.
(DIR/DIR)