Insight | General Knowledge

Berkaca dari Kota Beijing yang Berhasil Mengatasi Masalah Polusi di Tahun 1998

Selasa, 15 Aug 2023 14:58 WIB
Berkaca dari Kota Beijing yang Berhasil Mengatasi Masalah Polusi di Tahun 1998
Foto: Istimewa
Jakarta -

Hari demi hari, dampak yang dirasakan akibat polusi udara yang memburuk semakin terasa. Polusi Jakarta yang memang selalu menjadi suatu topik hangat dan keluhan warga semenjak lama kini sedang menjadi topik hangat karena peningkatannya yangs kian signifikan. Bahkan, berbagai public figure pun juga mulai mengutarakan kekhawatirannya melalui akun media sosial mereka. Faktanya, melansir situs IQAir, nilai indeks kualitas udara Jakarta berhasil menyentuh angka 151 AQI US, dimana angka 151 tersebut sudah termasuk ke standar "Unhealthy" atau tidak sehat.

Pasalnya, polusi yang membuat langit ibu kota menjadi kelabu ini bukan hanya sekadar perihal polusi yang diakibatkan oleh penggunaan moda transportasi yang memang sangat padat setiap harinya-pencemaran industri energi dan manufaktur ke udara DKI Jakarta dan sekitarnya memiliki kontribusi yang lebih besar. Melansir BBC Indonesia, menurut Ketua Kampanye Walhi DKI Jakarta, Muhammad Aminullah, pemerintah tidak seberani itu untuk memperketat aturan lingkungan ke perusahaan di mana masyarakat akan berakhir menjadi korban. Pemerintah sendiri mengatakan bahwa pencemar udara utama di Indonesia berasal dari transportasi, sehingga fokus upaya pengendalian polusi udara hanya diberatkan pada sektor transportasi saja.

Lantas, apa yang seharusnya dilakukan untuk mengendalikan atau bahkan memulihkan kembali udara ibu kota dan sekitarnya ini? Apakah masalah polusi yang mengganggu aktivitas dan keberlangsungan masyarakat ini pertama kali terjadi di Indonesia, sehingga pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam mengatasi hal ini tidak memiliki jalan keluar atau bahkan mengambil keputusan yang tepat?

Belajar Masalah Polusi dari Kota Beijing

Sebenarnya, masalah polusi udara pernah dialami oleh ibu kota negara Tiongkok, Beijing, pada tahun 1998. Pada sebuah laporan yang dirilis oleh PBB di tahun 2018 lalu, Pemerintah Tiongkok berhasil menurunkan kadar polusi hingga 35% di Kota Beijing. Angka tersebut merupakan persentase yang sangat besar dan paling drastis di dunia, bahkan belum ada kota lain di dunia yang mampu melampaui pencapaian Beijing dalam menangani masalah yang tengah dihadapi oleh Jakarta.

Masalah polusi yang dialami oleh Beijing mulai mendapatkan perhatian untuk pemerintah Tiongkok mengambil aksi. Salah satu pendorong yang membuat Tiongkok mengerahkan kemampuannya dalam mengatasi masalah ini adalah ketika Beijing resmi ditunjuk sebagai tuan rumah untuk perhelatan Olimpiade Musim Panas 2008. Pemerintah Tiongkok pun mulai mengidentifikasi masalah dan mencari tahu penyebab utama dari isu polusi yang mengintai Kota Beijing, hingga pada akhirnya, pada Agustus 2008, kadar polusi Beijing berhasil turun dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) yang berada pada level 88 dengan indikasi "baik".

Apa yang Kota Beijing lakukan untuk menangani masalah polusi udara?

Pengendalian polusi udara di Kota Beijing memiliki tiga tahap yang terbagi dalam tiga periode, yaitu pada tahun 1998-2008, 2009-2012, dan 2013-2017. Dalam penanganannya, pemerintah Tiongkok fokus untuk mengubah sumber energi ini dalam 3 sektor, yaitu sektor industri, transportasi, dan perumahan.

Pada periode 1998 sampai 2008, pemerintah memfokuskan pada pengidentifikasian masalah dan menentukan target-target yang harus dikejar dalam dekade pertama. Yang menjadi target paling besar pada periode pertama itu adalah dengan menghentikan operasional pabrik-pabrik besar yang menggunakan batu bara sebagai sumber energinya dengan mengubah sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Pengalihan dari penggunaan bahan batu bara yang sudah digunakan selama puluhan tahun ke gas alam padat (compressed natural gas) ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas karbon yang menjadi faktor utama dalam pencemaran polusi Kota Beijing. Bahkan, pada periode pertama ini paling tidak sepuluh pabrik baja dan besi berhenti beroperasi dan pindah ke negara lain-termasuk negara kita.

Tidak hanya itu, pemerintah Tiongkok juga mengganti ribuan bus yang menggunakan bahan bakar bensin menjadi gas di pusat Kota Beijing maupun enam area sekitarnya. Selain transportasi umum, penggunaan mobil listrik milik pribadi juga terus didorong dengan memberikan diskon atau subsidi harga bagi masyarakat yang ingin membelinya.

Di periode keduanya, yaitu pada tahun 2009-2012, pemerintah Tiongkok melakukan restrukturisasi sumber energi perumahan. Paling tidak ada sekitar 700.000 rumah yang beralih dari menggunakan batu bara ke gas. Meskipun sektor perumahan ini memang tidak sebesar sektor industri, namun pemerintah Tiongkok yakin bahwa jumlah penduduk Tiongkok yang besar tersebut, angka yang dihasilkan dari penggunaan batu bara untuk perumahan tetap memiliki kontribusi yang signifikan apabila dibandingkan dengan negara lain. Maka dari itu, pemerintah menawarkan penggunaan gas sebagai pengganti batu bara dalam sektor perumahan.

Selain itu, di periode keduanya pemerintah Tiongkok juga menetapkan target untuk menurunkan empat jenis polutan dalam udara Kota Beijing, yaitu sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari pembakaran energi industri dan perumahan, nitrogen dioksida (N2O) dari asap kendaraan bermotor, dan polutan di bawah 2,5 mikrogram (PM2,5) dan 10 mikrogram (PM10).

Untuk periode ketiga di tahun 2013-2017, pemerintah Tiongkok menetapkan target selanjutnya dengan mereduksi polusi dengan beralih ke teknologi ramah lingkungan serta menambah jenis polutan yang harus dikurangi, yaitu ozon (O3).

Membaiknya kadar polusi akibat upaya yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok berhasil menghadirkan indeks harapan hidup yang lebih baik. Bahkan jika Tiongkok terus memperjuangkan kondisi ini, maka indeks harapan hidup penduduk Kota Beijing bisa naik sebanyak 3,3 tahun lebih lama. Berhasilnya pemerintah Tiongkok dalam mengatasi polusi Beijing tidak hanya lahir dari upaya yang ditekankan pada satu sektor saja, melainkan adanya integrasi yang baik dari berbagai sektor dan pihak yang bekerja secara bersamaan, mulai dari sektor industri, transportasi, pemerintahan, hingga masyarakatnya sendiri.

[Gambas:Audio CXO]

(DIP/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS