Insight | General Knowledge

Perlukah Jakarta Memiliki City Branding yang Berkelanjutan?

Rabu, 14 Dec 2022 17:00 WIB
Perlukah Jakarta Memiliki City Branding yang Berkelanjutan?
Foto: Detikcom
Jakarta -

Warga Jakarta mungkin sudah terbiasa melihat wajah kotanya dirombak setiap kali ada gubernur baru yang menjabat. Di DKI Jakarta, kebijakan gubernur baru pasti akan selalu menjadi sorotan karena yang bersangkutan bertanggungjawab atas tumbuh kembang ibu kota. Baru-baru ini, langkah Penjabat Gubernur (Pj) Heru Budi Hartono pun disorot karena mengganti slogan DKI Jakarta dari "Kota Kolaborasi" menjadi "Sukses Jakarta Untuk Indonesia". Tak hanya slogan, logo +Jakarta (PlusJakarta) pun perlahan-lahan dihilangkan dari semua key visual yang ada di berbagai sudut kota maupun di media sosial.

Pergantian logo dan slogan ini menuai pro dan kontra dari publik, dan tak sedikit juga yang mempertanyakan mengapa branding DKI Jakarta harus diganti Apalagi, logo "+Jakarta" dan slogan "Kota Kolaborasi" yang dicanangkan di era Anies Baswedan disebut-sebut sudah melekat di benak banyak warga. Lebih jauh lagi, pergantian branding ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai keberlanjutan city branding dan juga program-program yang selama ini berhasil dijalankan di masa jabatan gubernur.

Dilansir Detik, Pemprov DKI sendiri sudah memberikan klarifikasi bahwa tidak ada penggantian logo +Jakarta, yang ada hanyalah penggantian slogan. Slogan "Sukses Jakarta Untuk Indonesia" sendiri dibuat untuk menandakan masa transisi perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara. Namun hingga kini, belum ada regulasi tetap yang mengatur branding kota Jakarta, sehingga isu ini akan didiskusikan lebih lanjut oleh Pemprov. Namun ngomong-ngomong soal branding, sebenarnya seberapa penting hal ini berdampak bagi kota dan warganya?

Filosofi Desain PlusJakarta

Tak banyak slogan daerah yang melekat di pikiran kita, sebelum slogan "Kota Kolaborasi" mungkin slogan lainnya yang cukup populer adalah "Enjoy Jakarta" yang diusung tahun 2005. Slogan tersebut disesuaikan dengan visi Pemprov untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Sementara itu, Anies Baswedan dan jajarannya mengusung slogan "Kota Kolaborasi" untuk menyesuaikannya dengan visi Jakarta sebagai kota global yang inklusif.

Di permukaan, city branding mungkin kalah penting dari masalah-masalah kota lainnya seperti kemacetan, polusi udara, ataupun kemiskinan-pun masing-masing gubernur sudah memiliki isu prioritas yang dibawa ke dalam visi dan misinya. Namun di era kepemimpinan Anies, branding daerah menjadi aspek penting dalam pengelolaan sebuah kota.

"City branding ini nampaknya kecil, tapi ini akan punya implikasi besar pada apa yang menempel pada orang-orang yang berada di Jakarta. Kita sendiri yang harus memutuskan what is our brand. Nah salah satunya adalah dengan logo ini. Desain itu ada ilmunya, hormati ilmu pengetahuan, jangan asal jadi," ucap Anies Baswedan saat memaparkan city branding dalam Rapat Pimpinan Gubernur dua tahun lalu. Perihal slogan "Kota Kolaborasi", Anies juga memaparkan bahwa Jakarta harus dilihat tidak hanya sebagai kotanya Indonesia tapi juga kotanya dunia, dan visi sebagai kota global ini hanya bisa dicapai melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.

[Gambas:Youtube]

Sejalan dengan yang dipaparkan Anies mengenai ilmu desain, logo +Jakarta memang memiliki filosofi desainnya tersendiri. Berdasarkan utas dari salah satu pengguna Twitter yang merupakan bagian dari PlusJakarta, logo ini dibuat setelah ada proses riset yang mempelajari branding kota-kota dunia. Semua aspek desain mulai dari font hingga pemilihan warna memiliki makna. Misalnya, tanda plus yang terdiri dari 5 kotak dan 1 segitiga mewakili 5 kota administrasi dan 1 kabupaten yaitu Kepulauan Seribu. Selain itu, nama "PlusJakarta" menggambarkan kata kunci "kolaborasi" yang diperlukan untuk menggerakkan Jakarta.

Seberapa Penting City Branding?

Menurut pusat studi Urban Lab dari New York University, city branding memiliki peran yang penting untuk mengkomunikasikan nilai, identitas, dan hal-hal yang bisa ditawarkan sebuah kota. Jadi selain menumbuhkan awareness, city banding juga mampu menyatukan berbagai stakeholder dan meningkatkan perekonomian lokal. Hal ini mengkonfirmasi bahwa city branding bukanlah perkara sepele, dan bisa diganti sesuka hati tanpa adanya filosofi yang jelas.

Kebijakan Anies saat menjabat menjadi gubernur mungkin masih bisa diperdebatkan-demikian juga dengan kebijakan dari para pendahulunya. Akan tetapi, branding PlusJakarta adalah salah satu warisannya yang patut untuk diapresiasi. Alasannya sederhana, tak banyak pemimpin daerah yang memahami pentingnya branding dan desain. Di media sosial, logo dan branding lembaga pemerintahan sudah sering dikritik karena terkesan kaku khas generasi "boomer".

Hadirnya branding PlusJakarta memutus stereotip tersebut, sebab berhasil menunjukkan bahwa pemerintah daerah mau belajar dan mau menyesuaikan diri agar tetap relevan. Tapi lebih dari sekedar estetika, branding PlusJakarta beserta slogan "Kota Kolaborasi" menunjukkan gagasan bahwa Jakarta adalah kota dari dan untuk semua. Meski di lapangan hal ini belum tentu terwujud, tapi setidaknya daerah ini memiliki adanya filosofi yang menjadi basis penentuan identitas ke depannya.

Pada akhirnya, city branding seharusnya menjadi refleksi bersama terkait keberlanjutan dari pertumbuhan kota. Sebab idealnya, pemimpin yang baik harus bisa mengesampingkan ego untuk melanjutkan program dan pencapaian yang berhasil diwujudkan oleh pendahulunya. Selama kebijakan itu dikemas dengan matang dan terbukti berdampak, maka tak ada urgensinya untuk mengganti dengan yang baru.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS