Insight | General Knowledge

2 Mei: Hari Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Tamansiswa

Selasa, 02 May 2023 15:42 WIB
2 Mei: Hari Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Tamansiswa
Foto: Istimewa
Jakarta -

Hari kedua di bulan Mei dimaknai sebagai salah satu momen sakral bangsa Indonesia: Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hardiknas sendiri diambil dari hari kelahiran seorang tokoh pendidikan paling penting di negeri ini. Namanya, Raden Mas Soewardi Suryaningrat, atau lebih dikenal Ki Hadjar Dewantara, yang memperkenalkan konsep Trilogi Pendidikan.

Tanggal 2 Mei sebagai Hardiknas pertama kali ditetapkan pada tahun 1959; tak lama setelah Ki Hadjar Dewantara wafat (26 April 1959) di umur ke 69, atau enam hari menjelang ulang tahunnya yang ke-70. Saat itu, Presiden Soekarno meresmikan hari lahir sang Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pertama Indonesia tersebut sebagai Hari Pendidikan melalui SK Presiden RI No. 305 tahun 1959, sekaligus menyematkan gelar pahlawan nasional kepadanya.

Selama hidup, Ki Hadjar terlibat di dalam banyak pergerakan nasional. Mulai dari aktif di Organisasi Budi Utomo; mempublikasikan tulisan-tulisan progresif seperti "Als ik een Nederlander was" (Seandainya Aku Seorang Belanda) untuk surat kabar de Express milik dr. Douwes Dekker; mendirikan partai pertama di Indonesia, Indische Partij, bersama Tiga Serangkai (dr. Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker) yang menggagaskan wacana "nasionalisme"; dijatuhkan hukuman pengasingan oleh Belanda; sampai mendirikan perguruan Tamansiswa.

Sang Pelopor Pendidikan

Sosok Ki Hadjar Dewantara memang laik disebut fenomenal. Sebab, meski terlahir dari keluarga ningrat, dirinya malah "ngotot" memperjuangkan hak pendidikan bagi rakyat. Suatu hal yang turut melatarbelakangi keputusannya saat menanggalkan gelar bangsawan di usia 40 tahun.

Nama Ki Hadjar Dewantara sendiri mengandung arti: Bapak Pendidik utusan rakyat yang tak tertandingi menghadapi kolonialisme. Sebagai seorang pendidik, semangatnya untuk memberikan akses pendidikan kepada rakyat juga dituangkan Ki Hadjar Dewantara ke dalam Trilogi pendidikan. Yakni, "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", yang berarti "di depan menjadi teladan, di tengah memberi gagasan, dari belakang memberi dorongan."

Walaupun dapat dimaknai secara lebih luas, konteks untuk ketiga asas tersebut berlaku spesifik dalam hubungan antara guru dengan murid. Di mana guru yang menjadi pamong atau pemberi contoh kepada murid wajib bersikap dengan penuh suri tauladan; berlaku mengayomi, atau pintar menempatkan diri ketika berdiri di antara murid; dan tidak kenal lelah membimbing, menuntun, dan memberi dukungan kepada murid saat berada di belakang mereka.

Sampai saat ini, Trilogi pendidikan yang Ki Hadjar Dewantara perkenalkan masih melekat di institusi-institusi pendidikan nasional. Khususnya, di perguruan Tamansiswa (awalnya bernama Belanda, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa), atau lembaga pendidikan yang Ki Hadjar Dewantara dirikan pada tanggal 3 Juli tahun 1922, di Yogyakarta.

Perguruan Tamansiswa sendiri merupakan satu dari banyak warisan paling penting Ki Hadjar Dewantara di tanah air. Karena selain bernilai lebih personal, salah satu institusi pendidikan tertua di Indonesia ini tetap berjalan pada porosnya yang utama: menjadi titik terang pendidikan rakyat secara terbuka, yang saat ini beroperasi secara menyebar ke 130 cabang Perguruan Tamansiswa di seluruh tanah air.

[Gambas:Audio CXO]

(RIA/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS