Insight | General Knowledge

5 Alasan Minimnya Hype Piala Dunia 2022

Rabu, 16 Nov 2022 13:15 WIB
5 Alasan Minimnya Hype Piala Dunia 2022
Foto: Detikcom
Jakarta -

Piala Dunia 2022 sudah di depan mata. Dalam beberapa hari lagi, kita akan disuguhkan pesta sepak bola terbesar di dunia yang selalu hadir setiap empat tahun sekali. Pada kesempatan kali ini, Piala Dunia 2022 akan diadakan di Qatar, sebuah negara Timur Tengah yang dalam beberapa tahun terakhir dikenal dengan pembangunannya yang sangat pesat.

Tahun ini juga menandakan pertama kalinya Piala Dunia diadakan di wilayah Timur Tengah. Bahkan waktu penyelenggaraannya juga melawan 'kodrat' Piala Dunia yang sudah dilakukan puluhan tahun lamanya. Pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 sendiri sejak awal sudah bernafaskan kontroversi.

Ada berbagai alasan mengapa banyak pihak melihat Qatar bukan tempat yang tepat untuk menggelar kompetisi sebesar Piala Dunia, baik dari alasan teknis hingga non teknis. Kondisi ini akhirnya membuat banyak orang menyadari bahwa hype Piala Dunia 2022 terhitung minim.

Tidak ada lagi euforia yang dirasakan dalam hari-hari menuju Piala Dunia. Semuanya perlahan lenyap saat Piala Dunia tahun ini datang. Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa Piala Dunia 2022 di Qatar tidak mendapatkan hype yang dirasakan tahun-tahun sebelumnya?

1. Diadakan di Tengah Musim

Piala Dunia dan berbagai kompetisi negara Eropa memiliki kebiasaan untuk digelar pada pertengahan tahun, sekitar bulan Juni-Agustus, yang artinya kompetisi antar klub sedang libur. Namun hal berbeda dilakukan dalam Piala Dunia 2022. Alih-alih mengikuti tradisi puluhan tahun, Piala Dunia kali ini diadakan pada pertengahan musim kompetisi antar klub.

Alasan utama kenapa ada perubahan waktu main adalah suhu tinggi di Qatar jika diadakan pada pertengahan tahun. Saat musim panas, tentu saja suhu di Qatar sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk para pemain bertanding. Inilah yang membuat perubahan terjadi. Namun hal ini malah membuat hype Piala Dunia 2022 turun. Kita yang sudah disuguhi pertandingan antar klub dalam 3-4 bulan terakhir, tapi akhirnya harus dihentikan sementara demi menggelar Piala Dunia.

Akhirnya apa yang terjadi? Kita hanya melihat Piala Dunia sebagai kompetisi selingan saja. Bukan lagi menjadi kompetisi yang ditunggu-tunggu sebagai pengganti kompetisi antar klub yang sudah selesai, seperti ketika digelar pada pertengahan tahun.

2. Kontroversi FIFA dan Qatar

FIFA sebagai kepala dari sepak bola di seluruh muka bumi memiliki dua sisi koin. Kiprah organisasi ini tidak selamanya dikenal bersih. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, wajah kotor FIFA mulai terbuka dengan beberapa kasus suap dan korupsi, termasuk yang terjadi pada Michel Platini dan Sepp Blatter. Pencalonan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 hingga akhirnya mendapatkan kesempatan itu juga penuh dengan kontroversi.

Menurut dokumen yang bocor dan sempat dilihat oleh The Sunday Times, channel TV pemerintah Qatar Al Jazeera (sekarang beIN Sport) telah menawarkan 400 juta USD kepada FIFA, untuk hak siar, hanya 21 hari sebelum FIFA mengumumkan Qatar akan menyelenggarakan Piala Dunia 2022. Selain itu masih ada kontroversi berbau kriminal yang juga terjadi dari pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Topik yang terus dibicarakan bertahun-tahun membuat banyak orang menjadi antipati atas pesta sepak bola terbesar tahun ini.

3. Kultur yang Tidak Bersahabat

Ada berbagai movement yang selama ini telah didukung oleh FIFA sendiri, seperti gerakan LGBTQ dan eco-friendly untuk menjaga bumi. Sayangnya kedua gerakan itu sama sekali tidak terpancar di Piala Dunia 2022. Seperti negara Timur Tengah lainnya, Qatar sudah pasti tidak mau ada satu aksi dari kaum LGBTQ di tanah mereka.

Kontroversi ini benar-benar menjadi pembicaraan di media. Apalagi Khalid Salman, mantan pemain asal Qatar, berkomentar tentang fakta bahwa homoseksualitas adalah ilegal di negaranya. Saat itu Salman berkata, "Mereka harus menerima aturan kami di sini. [Homoseksualitas] adalah haram. Anda tahu apa artinya haram?"

Movement untuk menjaga lingkungan serta penyelenggaraan Piala Dunia secara eco-friendly sudah Qatar dengungkan, namun faktanya, apa yang dilakukan mereka lebih tepat disebut greenwashing. Greenwashing adalah strategi marketing yang seolah-olah mendukung dan bergerak untuk memberikan citra yang ramah lingkungan, namun yang dilakukan hanya omong kosong belaka. Sedangkan Qatar hanya dinilai omong kosong atas pernyataan mereka terkait penyelenggaraan yang eco-friendly.

4. Akses Konten yang Makin Mudah

Kenapa akses konten masuk sebagai alasan minimnya hype Piala Dunia 2022? Kamu pasti sadar bahwa saat ini, kita sangat mudah untuk menonton pertandingan sepak bola. Mau dari laptop, smartphone, atau TV, semuanya menayangkan pertandingan sepak bola, bahkan bisa sepanjang hari sesuai kemauan kita.

Selain itu, kita juga bisa menyaksikan highlight pertandingan jika memang tidak sempat nonton langsung. Mungkin hal tersebut membuat kita bisa lebih mudah nonton sepak bola, tapi kenyataan hal ini malah membuat kita melihat sepak bola sudah tidak sekeren itu.

Akses konten yang semakin mudah untuk nonton sepak bola membuat kita tidak punya rasa takut ketinggalan pertandingan seru. Toh, masih bisa ditonton ulang pada esok harinya karena akses konten melalui internet sudah kita miliki dengan mudah. Jumlah konten yang dibaca atau disaksikan setiap hari pun juga membuat kita merasa 'cukup' dengan pertandingan sepak bola. Gaya hidup yang sudah dibentuk 2-3 tahun terakhir membuat Piala Dunia 2022 tidak 'sakral' lagi.

5. Lagu yang Tidak Ikonik

Menyambut Piala Dunia tidak akan lengkap tanpa kehadiran lagu original yang dibuat khusus gelaran ini. Pada tahun ini, ada empat lagu yang sudah dirilis, yaitu 'The World Is Yours to Take' - Lil Baby & Tears for Fears, 'Arhbo' - Ozuna, GIMS, RedOne, 'Hayya Hayya (Better Together)' - Trinidad Cardona, Davido, Aisha, dan 'Light The Sky' - Nora Fatehi, Rahma Riad, Manal, RedOne.

Dari keempat lagu di atas, tidak ada yang terdengar enak untuk menyambut Piala Dunia. Bahkan tidak ada yang bisa membuat kita sing-along, seperti penggalan lirik 'Waka Waka' yang selalu kita nyanyikan pada Piala Dunia 2010.

Pemilihan artis sebagai penyanyinya pun juga bukan yang sudah mendunia dan dikenal berbagai kalangan. Mungkin kamu pernah dengar nama Lil Baby, tapi apakah citranya di tengah-tengah masyarakat dunia sudah sebesar Shakira atau Ricky Martin (yang menyanyikan theme song Piala Dunia 1998)? Kalau memang sejarah pergelaran Piala Dunia 2022 sudah penuh kontroversi dan dikecam berbagai pihak, setidaknya bisa persembahkan theme song yang enak dan ikonik. Sedangkan kenyataannya? Jauh dari kata 'enak'.

Melihat lima poin di atas, kira-kira apa yang sekarang ada di pikiran kamu? Ya, paling tidak kita bisa nonton pertandingan yang sedikit lebih sengit karena para pemain ingin membela negaranya dari tanggal 20 November hingga 18 Desember. Setelah itu? Saatnya kembali mendukung klub masing-masing yang masih ada di tengah musim kompetisi liga, sekaligus berharap tidak ada pemain andalan yang cedera akibat tampil Piala Dunia 2022.

[Gambas:Audio CXO]

(tim/DIR)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS