Interest | Fashion

Kebaya Janggan: Makna dan Pakem Memakainya

Selasa, 21 Nov 2023 16:30 WIB
Kebaya Janggan: Makna dan Pakem Memakainya
Foto: Netflix
Jakarta -

Serial Gadis Kretek di Netflix kini sedang menjadi perbincangan, entah isi dari serial tersebut, maupun fashion yang dikenakan oleh para pemainnya. Berlatar belakang Yogyakarta sekitar tahun 1830an, Dasiyah   karakter yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo   memberikan image perempuan yang kuat, independen, dan berani pada masanya. Bukan hanya itu, apa yang dikenakannya pun menjadi sorotan.

Adalah kebaya janggan, busana tradisional Yogyakarta yang kerap dikenakan oleh perempuan. Kebaya ini mulai populer ketika menjelang Perang Diponegoro, ketika Ratna Ningsih   istri dari Pangeran Diponegoro   mengenakannya sebagai pakaian sehari-hari. Tidak hanya untuk busana, Ratna mengenakan kebaya janggan untuk menyembunyikan patrem atau senjata keris putih di baliknya ketika menemani Pangeran Diponegoro berperang melawan Belanda.

Desain dari kebaya ini terinspirasi dari model seragam militer Eropa yang memiliki kerah tinggi menutupi leher, tetapi tidak berkancing. Inilah yang membuat kebaya janggan unik daripada kebaya pada umumnya yang berleher rendah. Kebaya ini pun terlihat seperti surjan atau jas khas laki-laki Jawa.

Makna di Balik Kebaya Janggan

Kebaya janggan adalah desain yang dibuat di era modern dan pada masa peperangan dengan Belanda. Meski demikian, kebaya ini diciptakan dengan makna yang kuat dan mendalam. Warna hitam atau gelap yang kebanyakan ada di kebaya janggan dimaknai sebagai ketegasan, kesederhanaan, dan kedalaman.

Warna hitam juga menonjolkan sifat keputrian bangsawan yang suci dan bertaqwa. Sementara janggan yang berasal dari kata "jangga" bermakna leher dalam bahasa Jawa menggambarkan keindahan dan kesucian kaum bangsawan perempuan di keraton.

Hingga ini, kebaya janggan pun menjadi busana resmi perempuan keraton ketika ada acara penting seperti upacara. Bahkan kebaya tersebut menjadi seragam sehari-hari para abdi dalem putri.

Tidak Sembarang Pakai

Berkebaya mungkin merupakan salah satu cara anak-anak muda saat ini untuk melestarikan budaya leluhur. Misalnya memadupadankan dengan busana modern dan lain sebagainya. Tetapi yang tidak boleh sampai terlupa adalah bagaimana pun juga ketika kita berkebaya punya pakemnya tersendiri alias tak bisa asal pakai.

Dikutip Jogja Belajar, orang Jawa sangat menjunjung tinggi cara berpakaian, sebab menurut pepatah "Ajining diri saka lati, ajining raga saka saliro". Artinya, di mana jiwa dan raga perlu adanya perhatian khusus agar dirinya mendapat penghormatan yang layak dari orang lain. Oleh sebab itu, Keraton Yogyakarta maupun Keraton Surakarta sangat ketat perihal cara berpakaian.

Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya Jogja, Tinu Suhartini MG mengatakan jika tidak mempelajari tata cara berkebaya dengan benar, visi dari kebaya dan esensinya akan terkikis seiring berkembangnya zaman. Walaupun tidak ada larangan untuk mengaplikasikannya ke busana modern, namun ketika dalam acara formal sebaiknya kita memang mengenakan kebaya dengan baik dan benar sebagai bentuk melestarikan budaya asli.

Ray Kusswantyasningrum, seorang abdi dalem Kraton Ngayogyakarta mengatakan untuk melestarikan budaya, busana kebaya seharusnya dikenakan sesuai aturan atau pakem. Ini dikenal sebagai Pakem Gagrak Jogja atau Pakem Gagrak Solo.

"Busana tradisional jangan sampai dirusak dengan kekinian. Kalau modifikasi monggo. Tetapi memang harus ribet, inilah cara priyayi zaman dulu agar putri-putri Jogja dan Solo kelihatan gandes, luwes, dan kewes. Esensinya itu, agar pemakaiannya menjiwai dan jadi anggun," kata Tyas seperti dikutip Harian Jogja.

Cara Memakai Kebaya

Dalam pemakaian busana perempuan Jawa, perlengkapan yang harus disiapkan antara lain seperti jarik batik gaya Yogyakarta, stagen, streples, kamisol atau kemben, kebaya, gelung tekuk beserta lungsen, slop tertutup atau terbuka, dan aksesori pelengkap seperti subang, tusuk tlesepan, dan bros. Berikut cara memakainya:

1. Kain jarik diwiru 1,5-2 jari diawali dengan lipatan pertama serednya tampak dari depan, terus lipatan berikutnya 7,9, 11 lipatan. Kain yang sudah diwiru dililitkan dari kiri ke kanan. Bila menggunakan kain motif parang, arah parang dari kiri atas ke kanan bawah   mengarah sesuai dengan arah lilitan. Kalau menggunakan kain motif Gurdo, ular naga, dan lain-lain tidak terbalik dan harus tepat di tengah bokong.

2. Ada dua cara mengenakan kain, pertama kain bagian dalam dibentuk segitiga baru dililitkan seterusnya hingga rapi, enak untuk jalan, dan menutup mata kaki.

3. Setelah itu, barulah memakai setagen dan streples. Saat ini sudah ada streples dengan lilitan-lilitan tali yang bisa dikencangkan maupun dikendorkan sesuai kebutuhan badan pemakai.

4. Jika sudah merasa nyaman dan aman, selanjutnya waktunya mengenakan kamisol sebagai penutup streples.

5. Dalam pemakaian kebaya yang terbuat dari bahan broklat atau bahan polos dibuat model kebaya tangkepan ( kartini) dan kebaya kuthubaru (beef). Sebagai pelengkap kebaya kuthubaru menggunakan selendang. Kebaya tangkepan (Kartini) memakai perhiasan bros atau peniti renteng sedangkan untuk kebaya kuthubaru memakai perhisasan kalung, atau bros (pilih salah satu)

6. Dan, terakhir mengenakan selop tertutup atau terbuka.

Kebaya janggan mungkin kebaya yang selama ini tidak sepopuler kebaya kutubharu atau kebaya kartini. Namun berkat serial yang berlatar belakang tahun-tahun 18an, membuat kita menjadi lebih banyak tahu bahwa budaya kita masih sangat luas dan butuh dieksplorasi lebih banyak lagi.

Bukan hanya itu, tetap memahami dan sesekali mengikuti pakem yang sudah ada saat berkebaya, adalah cara kita untuk melestarikan budaya asli dan tetap menjaganya.

[Gambas:Audio CXO]

(DIR/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS