Insight | Business & Career

Fenomena Job Hugging: In This Economy Era 'Terpaksa' Bertahan di Tengah Sulitnya Mencari Kerja

Rabu, 22 Oct 2025 19:00 WIB
Fenomena Job Hugging: In This Economy Era 'Terpaksa' Bertahan di Tengah Sulitnya Mencari Kerja
Ilustrasi job hugging. Foto: Pexels/Ron Lach
Jakarta -

Di tengah sulitnya mencari pekerjaan di era ini, semakin banyak orang yang takut kehilangan pekerjaan karena angka pengangguran dan PHK yang terus meningkat. ResumeBuilder.com pernah melakukan survei terhadap pekerja penuh waktu di Amerika Serikat. Dari 2.221 responden, ditemukan bahwa 45% pekerja memilih bertahan di posisi mereka saat ini karena berganti pekerjaan atau pindah ke tempat baru dirasa terlalu berisiko.

Hal tersebut juga ditemui dari observasi singkat pada circle terdekat. Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah faktor sulitnya mencari pekerjaan baru. Oleh sebab itu, istilah "Job Hugging" menjadi satu fenomena yang banyak ditemukan.

Job Hugging dan Alasan di belakangnya

Job hugging adalah istilah bagi pekerja yang sebenarnya ingin keluar dari pekerjaan, tetapi terpaksa bertahan karena situasi ekonomi yang sulit. Selain karena risiko kehilangan pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan baru, berikut beberapa alasan lain mengapa seseorang terjebak dalam situasi job hugging:

  1. Kehilangan Gaji Tetap
    Dalam situasi ekonomi yang sulit, bertahan di pekerjaan yang tidak berkembang sering dianggap keputusan yang lebih aman dibanding mengambil peluang yang belum pasti. Banyak orang tidak terlalu memikirkan jenjang karier, asalkan masih mendapat gaji tetap yang cukup untuk bertahan hidup. Bahkan, rutinitas yang membosankan terasa lebih baik daripada menghadapi ketidakpastian di tempat baru.
  2. Terlalu Nyaman di Kantor Lama
    Seseorang bisa bertahan bukan karena pekerjaannya menyenangkan, tetapi karena lingkungannya terasa nyaman dan mendukung. Rekan kerja bahkan sudah dianggap seperti keluarga. Meski sadar potensi di kantor lama terbatas, mencari tempat baru yang sepadan dari segi kenyamanan bukan hal mudah. Secara psikologis, kondisi ini disebut comfort zone attachment.
  3. Kehilangan Arah Jika Memutuskan Keluar dari Pekerjaan
    Saking nyamannya di pekerjaan lama—mulai dari tugas, rekan kerja, hingga rutinitas sehari-hari-banyak orang akhirnya ragu untuk resign. Salah satu momok terbesar adalah kehilangan arah setelah keluar. Mereka takut tidak tahu akan bekerja di mana, atau sebagai apa. Ketakutan ini biasanya disebabkan kurangnya eksplorasi kemampuan baru, minimnya jaringan profesional, dan ketiadaan rencana pengembangan diri.
  4. Takut akan Kegagalan yang Belum Diprediksi
    Budaya kerja modern sering mengaitkan keputusan resign dengan kegagalan atau ketidakmampuan bertahan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi sebagian orang. Apalagi jika ada tekanan sosial-seperti anggapan dari lingkungan sekitar bahwa mereka memiliki "mental lemah" atau "tidak mampu beradaptasi".

Dampak yang Terjadi pada Fenomena Job Hugging

Pada batasan tertentu, fenomena job hugging memang tidak benar-benar mengkhawatirkan. Tetapi, jika mau ditelaah dampaknya, perilaku ini ternyata bisa menyebabkan sejumlah masalah.

Salah satu dampak yang utama ialah secara psikologis. Job hugging dapat memunculkan kelelahan emosional dan mental yang cukup berat. Awalnya, seseorang mungkin hanya merasa jenuh atau kehilangan semangat. Namun jika dibiarkan, kondisi tersebut bisa berkembang menjadi stres kronis dan akhirnya burnout.

Dalam jangka panjang, job hugging dapat membuat individu terjebak dalam siklus stagnasi emosional—merasa tidak bahagia di tempat kerja, tetapi juga tidak berani melangkah keluar. Kondisi ini dapat menurunkan self-esteem, menghambat pertumbuhan karier, dan membuat seseorang kehilangan arah serta tujuan profesionalnya.

Di lain sisi, job hugging juga memilik dampak secara lebih luas, terutama terhadap organisasi pekerjaan. Pada sudut ini, job hugging dapat menurunkan produktivitas dan moral kerja secara kolektif. Karyawan yang bertahan tanpa semangat cenderung bekerja hanya sebatas "menyelesaikan tugas", bukan berkontribusi secara aktif untuk mencapai visi perusahaan.

Selain itu, job hugging juga menghambat inovasi dan adaptasi organisasi. Perusahaan yang dipenuhi oleh karyawan stagnan akan kesulitan beradaptasi terhadap perubahan pasar atau teknologi baru karena sumber daya manusianya tidak lagi berpikir kreatif dan visioner.

Tips agar terlepas dari Job Hugging

  1. Buat Career Check-Up
    Sama seperti tubuh yang butuh pemeriksaan rutin, karier juga perlu "cek kesehatan" secara berkala. Langkah awalnya adalah menyadari posisi kamu sekarang-apakah kamu masih berkembang, stagnan, atau bahkan menurun dalam hal motivasi dan performa.

    Dengan melakukan refleksi seperti ini, kamu bisa menemukan kesenjangan antara posisi karier saat ini dan aspirasi masa depanmu. Dari situ, kamu bisa mulai menyusun rencana perubahan yang realistis dan sesuai kebutuhan.

  2. Siapkan Rencana Transisi Karier
    Melepaskan diri dari job hugging tidak harus dilakukan secara drastis atau emosional. Yang penting adalah memiliki rencana transisi yang matang.

    Langkah-langkah yang bisa kamu ambil antara lain:
    - Pelajari keterampilan baru yang relevan dengan bidang karier impianmu, misalnya melalui kursus online, pelatihan, atau sertifikasi profesional.
    - Perluas jaringan profesional (networking) dengan bergabung di komunitas, seminar, atau acara industri. Banyak peluang kerja justru datang dari relasi yang baik.
    - Cari mentor atau role model, seseorang yang bisa memberi perspektif objektif tentang arah kariermu.
    - Perbarui CV dan portofolio-bukan hanya untuk melamar kerja, tetapi juga sebagai sarana refleksi atas pencapaianmu sejauh ini.

  3. Ingat: Bekerja Bukan Hanya untuk Aman, tapi untuk Bertumbuh
    Salah satu akar dari job hugging adalah rasa takut kehilangan zona aman. Padahal, rasa aman tanpa pertumbuhan bisa berubah menjadi jebakan yang perlahan mematikan potensi diri.

    Bekerja seharusnya tidak hanya tentang gaji tetap atau rutinitas yang nyaman. Lebih dari itu, pekerjaan ideal seharusnya bisa membuatmu bertumbuh secara profesional dan personal-memperluas wawasan, menantang kemampuan, serta memberi makna dalam hidupmu.

    Jika kamu mulai merasa pekerjaanmu hanya sebatas "bertahan hidup", itu pertanda kamu perlu mencari kembali makna dan arah kariermu. Kamu bisa memulainya dari hal kecil, seperti mencoba tanggung jawab baru di kantor, mengikuti proyek lintas divisi, atau mencari peluang freelance yang sesuai dengan passion-mu.

    Job hugging memang membuat seseorang "terpaksa" bertahan dan memilih jalur aman. Namun, sudah saatnya berani keluar dari tempat yang membuatmu tidak berkembang. Masih banyak kesempatan di luar sana yang bisa membuatmu tumbuh lebih jauh. Hidup akan terus berjalan, dan kamu berhak untuk berkembang.

Penulis: Monika Wibisono*

(*) Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.

(ktr/RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS