Interest | Art & Culture

Joyland Sessions 2025: Bukti Kualitas Tak Selalu Soal Skala

Kamis, 04 Dec 2025 17:30 WIB
Joyland Sessions 2025: Bukti Kualitas Tak Selalu Soal Skala
Joyland Sessions 2025 (Foto: CXO Media/Timotius Prasetya)
Jakarta -

Di antara kabar pembatalan Joyland Fest 2025, Plainsong Live mantap menghadirkan alternatif yang tak kalah berkesan: Joyland Sessions pada 28-29 November lalu. Format dua hari yang lebih intim ini membuktikan bahwa esensi sebuah festival musik bukan terletak pada luasnya venue, melainkan pada kualitas pengalaman yang dibangun.

Bukan sebatas acara pengganti yang bersifat penghiburan belaka, Joyland Sessions menawarkan rancangan pengalaman pada pertunjukannya hingga ke setiap sudut—dari panggung utama, White Peacock (area ramah anak), sampai area DJ set yang tersembunyi di ujung area. SAtu hal yang mampu menggenapi nama-nama penampil, yang tidak lebih banyak dari biasanya.

Skala Kecil, Pengalaman Dalam

Berkat reputasinya selama ini, ekspektasi publik terhadap Joyland tidak pernah tidak tinggi. Maka, ketika agenda utamanya dinyatakan batal, sedikit kekecewaan dan kekhawatiran yang sempat dirasakan para penggemar—soal format penggantinya—hampir saja merebak luas.

Namun, setelah Joyland Sessions rampung digelar, kekhawatiran itu sepenuhnya terjawab dengan standar yang sama tinggi. Di mana seluruh atraksi di dalamnya mampu tersaji secara menyenangkan dan saling menunjang.

Joyland SessionsAli di Joyland Sessions (Minggu, 29/11/25)/ Foto: CXO Media/Timotius Prasetya

Nama-nama musisi mancanegara seperti TV Girl, L'Impératrice, Soccer Mommy, The Pains of Being Pure at Heart, Luna Li, dan Oddisee berhasil memantik daya tarik yang besar pada panggung utama Joyland Sessions.

Ditambah lagi, daftar penampil lokal seperti The Cottons dan Ali (yang tampil untuk kedua kalinya berturut-turut), Thee Marloes, hingga Galdive serta Reality Club seolah berhasil menyiapkan atmosfer pertunjukan musisi lokal yang tidak kalah mencuri perhatian.

Ruang dan Intimasi

Satu hal yang paling jelas membedakan skala Joyland Sessions ialah faktor intimasi. Melalui format yang lebih ringkas, interaksi antarpengunjung, antarpenampil, dan semua yang hadir di dalamnya terasa lebih cair.

Venue yang tidak selebar format festivalnya membuat akses ke panggung maupun seluruh arena lebih mudah; pengalaman menonton bisa dinikmati dari berbagai celah, tanpa merasa perlu berebut spot terdepan karena atraksi utama masih bisa dinikmati sambil gaya berpiknik dari agak kejauhan.

JoySuasana malam di Joyland Sessions 2025/Foto: CXO Media/Timotius Prasetya

Sesi dengan jadwal yang terbilang longgar ini juga bisa diresapi secara lebih santai dan personal tanpa kehilangan klimaks. Penonton bisa menikmati musik, aktivasi, maupun berjajan ria secara lebih nyaman karena akses antaratraksi sama sekali tidak berjauhan.

Terbilang pula: sejak dibuka siang hari, Joyland Sessions berhasil menyajikan wajah Jakarta yang jarang tampak: rindang dan tidak gersang, dengan awan yang lebih sering mendung serta rintik-rintik air hujan.

Menariknya, hal-hal yang barusan disebutkan itu justru (lagi-lagi) menjadi salah satu daya tarik utama. Para pengunjung rela datang dengan siaga, mengenakan setelan dari ujung rambut hingga kaki yang versatile, lengkap dengan mantel hujan atau payung beraneka warna.

Di samping itu, lanskap Joyland Sessions kali ini—yang lebih banyak diatapi rimbun pepohonan di sekeliling gedung-gedung tinggi dan pijakan yang didominasi tanah berumput dan rada becek dan bergundukan—justru menghadirkan sensasi festival yang organik. Jauh dari kesan artifisial dan megah. Keberadaan venue ini malah menambah nilai artistik yang terasa jujur dan bisa dinikmati banyak pihak. 

Menurut Nanda (28), yang sebelum ini selalu heran mengapa banyak temannya loyal sekali untuk datang ke Joyland, pengalamannya kali ini bakal sulit dilupakan. "Ada vibes yang tidak bisa dijelaskan kecuali dirasakan sendiri," ujar Nanda, yang datang dua hari demi menyaksikan The Pains of Being Pure at Heart dan TV Girl.

Senada dengan Nanda, Mita (29), yang tak pernah absen menghadiri Joyland dalam tiga tahun ke belakang menilai lokasi kali ini seperti menghadirkan ironi yang menyegarkan. "Tidak tahu kenapa Joyland kali ini seperti menunjukkan ke orang-orang kalau Jakarta yang kadang menyebalkan ini juga punya ruang yang segar, tanpa harus bergantung ke landmark yang 'komersial'," katanya.

Menormalisasi Kebiasaan Baik

Bahwa Joyland Sessions berhasil menampilkan aksi TV Girl yang menghanyutkan atau Oddisee yang jazzy dan energik atau vokalis The Pains of Being Pure at Heart yang mengenakan jersey Persija serta atraksi-atraksi lain tanpa celah, memang harus diapresiasi.

Namun, yang rasanya paling patut dipuji dari penyelenggaraan Joyland kali ini bukan hanya soal musik, melainkan bagaimana pengelolaan acara dapat terus konsisten mengondisikan pengunjung berperilaku baik-tanpa pengawasan ketat.

Senada dengan gelaran Joyland sebelumnya, acara yang dimotori tim Plainsong Live ini lagi-lagi bisa membuktikan bahwa mereka bisa menemani para pengunjung untuk menikmati acara tanpa harus mengusik kenyamanan satu sama lain.

Mulai dari spot isi ulang air minum yang tersedia di banyak titik sehingga tidak pernah menyebabkan antrean panjang, area menonton bebas asap yang bisa dipatuhi secara sadar tanpa protes apalagi drama, sampai area 21+ yang tertata baik tanpa menjadi eksklusif.

Sikap saling jaga seluruh pengunjung juga terpraktikkan tanpa repot digembar-gemborkan penyelenggara. Hal ini didukung oleh bagaimana fasilitas terpasang di banyak area, misalnya penempatan penampungan sampah yang strategis dan tak pernah absen dari pandangan mata.

Joyland juga tidak pernah gagal untuk ramah kepada segala usia. Sepanjang dua hari, terlihat banyak anak-anak yang berlarian bebas sementara orang tua menyaksikan pertunjukan dengan tenang. Tidak ada konflik ruang antara keluarga dan pengunjung dewasa, yang ada malah saling jaga.

Kalau disadari lebih, kebiasaan baik ini nyatanya bukan hasil dari aturan yang represif, melainkan dari visi dan prinsip kelola humanis sehingga tercermin langsung kepada sikap audiens.

Joyland, secara tidak langsung, juga mampu mendidik bagaimana sebaiknya publik berperilaku saat hadir ke sebuah pertunjukan, atau bahkan menampakkan: bahwa audiens kita juga bisa bersikap dewasa jika kebutuhan dasarnya terakomodir dengan baik.

Pada intinya, Joyland Sessions yang lahir dari keterbatasan membuktikan bahwa hajat kali ini berhasil menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar pengganti. Formatnya menegaskan bahwa kualitas tidak selalu bergantung pada skala. Meskipun harga tiketnya tidak murah, hampir semua pengunjung pulang dengan perasaan puas-membawa pulang pengalaman yang melekat, bukan sekadar stok instastory untuk berhari-hari.

Dan satu hal menjadi pasti: Joyland Fest, dalam format penuhnya, akan kembali ditunggu tahun depan-dengan ekspektasi yang kini bahkan lebih besar.

(RIA/RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS