Sejak film pertamanya yang rilis pada tahun lalu dan 'meledak' hingga 9 juta penonton, grup komedian Agak Laen telah memberikan standar yang tinggi dalam genre film komedi. Kini di film keduanya, Agak Laen: Menyala Pantiku, semakin meyakinkan bahwa 'racikan' mereka menjadi semakin matang dan menjadi ciri khas yang tak bisa ditiru.
Di tengah industri film Indonesia yang belakangan didominasi horor dan drama keluarga. Film Agak Laen: Menyala Pantiku memilih jalur berbeda yaitu dengan genre komedi-investigasi. Pilihan ini menarik karena menjadi penanda bahwa komedi Indonesia perlahan menemukan bentuk baru yang tidak hanya bertumpu pada slapstick atau lelucon verbal, melainkan digabungkan dengan elemen genre lain yang bisa memperkaya cerita.
*Mengandung Spoiler*
Bene Dion, Boris Bokir, Indra Jegel dan Oki Rengga berperan menjadi detektif polisi di Agak Laen: Menyala Pantiku./ Foto: IMDb |
Review "Agak Laen: Menyala Pantiku"
Empat komika, Bene Dion, Boris Bokir, Indra Jegel dan Oki Rengga, kembali hadir dengan ciri khas mereka. Namun ada yang berbeda dengan karakter yang diperankan sebelumnya. Dalam film kedua ini, mereka berperan sebagai detektif amatir yang ditugaskan menyelidiki kasus pembunuhan yang pelakunya diduga berada di sebuah panti jompo. Mereka pun menyamar untuk memecahkannya.
Pilihan setting ini menjadi salah satu kekuatan terbesar film Agak Laen: Menyala Pantiku. Menghadirkan humor dalam ruang yang tidak "lumrah" yaitu Panti Jompo, penyamaran, investigasi kriminal memberikan rasa segar yang jarang muncul dalam film Indonesia. Dinamika para komika menjadi motor utama film ini.
Boris yang spontan, Jegel yang lugu, Bene yang sok serius dan Oki yang meledak-ledak. Keempatnya menciptakan keseimbangan yang membuat film tetap hidup, menawarkan pengalaman dengan genre berbeda dan humor yang lebih matang. Kisahnya dimulai dari kondisi cukup menyentuh.
Bene, Oki, Boris dan Jegel adalah detektif amatir yang hampir kehilangan pekerjaan karena terlalu sering gagal menangkap tersangka pembunuhan dari kasus yang ditangani. Mereka diberi "kesempatan terakhir" untuk menangkap buronan kasus pembunuhan yang jejaknya berada di sebuah panti jompo, sehingga mereka harus menyamar sebagai perawat.
Adegan saat mereka pertama kali menginjakkan kaki di panti jompo adalah pembuka efektif. Cara mereka mencoba bersikap profesional padahal sama sekali tidak mengerti dunia medis menciptakan humor canggung yang justru terasa natural.
Salah satu adegan di panti jompo/ Foto: IMDb |
Menariknya, para lansia di panti jompo tidak dijadikan objek tertawaan, melainkan menjadi humor. Ada satu oma dengan sifat galak yang membuat Oki kewalahan, ada pula opa cerewet yang terus bertanya, membuat Jegel kebingungan. Interaksi ini menciptakan momen-momen komedi yang tidak bergantung pada lelucon verbal. Mereka muncul dari ritme, gesture dan respon spontanitas interaksi.
Dari sisi teknis, film ini terasa mengalami peningkatan dibanding pendahulunya. Penyutradaraan Muhadkly Acho terasa lebih percaya diri, visualnya lebih bersih, dan tone komedi-investigasi yang diincar cukup terasa dari awal hingga akhir film. Editing dan scoring pun berperan untuk mempertahankan tempo komedi, tidak ada transisi yang terasa kosong.
Lalu bagian klimaks film memadukan semua elemen, kekacauan, investigasi, kepanikan dan ketidaksengajaan. Hal ini membuat para penonton, tak tahan untuk tidak berdiri dari tempat duduknya. Chemistry antara Oki dan Boris bisa dibilang tak main-main dan menjadi standar baru aktor komedi Indonesia.
Gelak tawa yang rapat ketika adegan komedi terpampang, silih berganti dengan adegan drama yang kental dengan emosi menyentuh, sama sekali tak terasa janggal atau jumping. Begitu pula dengan adegan konfrontasi dengan pelaku dibuat dengan sentuhan komedi fisik, tetapi tidak terkesan asal-asalan.
Tissa Biani berperan sebagai Ayu/ Foto: IMDb |
Selain empat komika yang menjadi pemain utama, film ini diperkuat oleh pemain pendukung yang memberikan dimensi emosional dan humor berbeda. Seperti Ayu yang diperankan oleh (Tissa Biani), Tantri (Boah Sartika), Ida (Tika Panggabean).
Jika dilihat dari sudut alur dan scene, Agak Laen: Menyala Pantiku adalah film yang dibangun dengan kesengajaan. Setiap momen lucu bekerja dengan perencanaannya jelas, memiliki ritme dan berani keluar dari pola komedi Indonesia pada umumnya. Meski dominan komedi, film ini tetap menyelipkan pesan moral.
Salah satu momen paling menyentuh bagi saya, ketika Jegel mengabari ibunya setelah mereka dipecat. Adegan ini seperti menunjukkan keyakinan dan ketulusan seorang ibu pada anaknya. Melalui cerita para detektif amatir yang berjuang mempertahankan pekerjaan, film ini memberi pengingat halus tentang rezeki yang halal, pilihan hidup yang lurus dan tanggung jawab pada keluarga hal yang harus dijaga, apa pun kondisinya.
Tak hanya itu, Acho pun tak ragu untuk memberikan scene 'dark jokes' dan satire yang cukup dalam. Walau begitu, adegan tersebut tidak membuat penonton merasa canggung untuk tertawa terbahak-bahak. Saya pun mewawancarai salah satu penonton untuk mengetahui pendapatnya tentang film ini.
Keempat komika memberikan penampilan yang cemerlang dalam film kali ini./ Foto: IMDb |
"Agak Laen: Menyala Pantiku alurnya rapi, humornya natural dan peran aktor-aktrisnya pecah. Part sedihnya dapat banget, yang paling membekas bagi saya adalah scene ketika Jegel ngabarin ibunya setelah dipecat itu deep banget. Dari awal sampai akhir saya ketawa terus," kata Afifah, salah satu penonton.
Film ini menjadi bukti bahwa komedi Indonesia bisa tumbuh, bereksperimen dan tidak takut keluar jalur. Karakter yang kuat, eksekusi solid dan keberanian untuk melakukan hal "Agak Laen" dari kebanyakan komedi kita.
Dengan penonton yang kini sudah menembus dua juta penonton di minggu pertamanya, Agak Laen: Menyala Pantiku telah berhasil secara alur cerita, kreativitas serta semacam penegasan bahwa publik rindu komedi yang segar, berani dan tidak formulaik. Sebuah 'racikan' cemerlang yang membuat film ini bisa ditonton beberapa kali.
Penulis: Ayu Puspita Lestari
Editor: Dian Rosalina
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*
(ktr/DIR)
Bene Dion, Boris Bokir, Indra Jegel dan Oki Rengga berperan menjadi detektif polisi di Agak Laen: Menyala Pantiku./ Foto: IMDb
Salah satu adegan di panti jompo/ Foto: IMDb
Tissa Biani berperan sebagai Ayu/ Foto: IMDb
Keempat komika memberikan penampilan yang cemerlang dalam film kali ini./ Foto: IMDb