Hari Batik Nasional merupakan perayaan untuk merayakan kecintaan kita terhadap warisan benda budaya nenek moyang yang telah ada selama ribuan tahun. Meski telah dirayakan selama 15 tahun, namun di balik perayaan meriah Hari Batik Nasional selalu tersirat permasalahan yang terus berulang, salah satunya perihal regenerasi pembatik yang semakin berkurang.
Sejak pandemi Covid-19, berbagai permasalahan di masyarakat muncul, terutama dari sektor industri batik. Permasalahan ekonomi yang membelenggu di tengah Covid-19 saat itu, memaksa para pembatik beralih profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Menurut data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), jumlah pembatik di Indonesia turun 80 persen selama pandemi Covid-19.
Walau pandemi sudah terlewati, namun perkembangan pembatik belum menunjukkan kenaikan yang signifikan. Meski begitu, tidak menyurutkan Yayasan Batik Indonesia (YBI) dan Kementerian Industri untuk terus menggalakkan regenerasi pembatik muda. Di tahun ini, Hari Batik Nasional menjadikan Batik Gedog Tuban sebagai ikon baru untuk lebih dikenal luas dalam skala nasional dan internasional.
Ketua Pelaksana Hari Batik Nasional 2024, Febriana Feramitha mengatakan YBI cukup optimis bahwa regenerasi batik akan terus berkembang dengan lebih memperkenalkan motif-motif batik di berbagai daerah di Indonesia dengan adanya indikasi geografis. Contohnya Batik Gedog Tuban yang sedang dalam proses indikasi geografis untuk membuktikan bahwa motif dan ciri khas batik itu berasal dari daerah Tuban, Jawa Timur.
"Lewat Hari Batik Nasional, diharapkan orang akan semakin mengenal batik ini sehingga produksinya akan diperbanyak. Sekarang juga perajin perempuan di Tuban khususnya di Desa Keret sedang diperbanyak supaya nanti bisa memenuhi kuota penjualan batik di pameran Hari Batik Nasional yang ada di Kota Kasablanka, pada 2-6 Oktober 2024," kata Febriana kepada CXO Media usai konferensi pers Hari Batik Nasional 2024, Kamis (26/9).
Ia pun bercerita, para perajin Batik Gedog Tuban ini sebagian besar adalah perempuan. Karena letak geografisnya di pesisir, mata pencarian penduduknya lebih banyak nelayan. Jadi ketika para pria berlayar mencari ikan, para perempuan akan berdaya dengan membatik.
"Sebenarnya di daerah mereka sendiri, sudah cukup terkenal dan (batik)banyak peminatnya, tetapi secara nasional dan global itu orang belum tahun. Makanya menjadikan batik gedog tuban sebagai ikon Hari Batik Nasional tahun ini menjadi upaya untuk memperkenalkan lebih luas," ungkapnya.
YBI Upayakan Bantuan Belajar Membatik
Febriana pun mengaku, selama melakukan riset di Tuban, dia melihat anak-anak di sekitar Tuban, terutama Desa Keret yang menjadi pusat utama kerajinan Batik Gedog Tuban, mulai diajarkan untuk membatik. Ini dilakukan demi regenerasi pembatik di masa depan.
"Walaupun yang mereka lakukan belum 100 persen membatik dari nol, mereka bermula dari mengisi warna-warna batik. Mereka pun sekitar umur 9-10 tahun. Sementara untuk batik tulis sendiri, hanya dilakukan oleh para pengrajin yang remaja dan dewasa," kata dia.
Yayasan Batik Indonesia bersama dengan Kementerian Perindustrian juga mengupayakan untuk memberikan bantuan kepada daerah-daerah yang membutuhkan. Misalnya mereka kerap memberikan bantuan kepada daerah-daerah yang sudah mempunyai motif batik terakreditasi indikasi geografis tetapi minim pembatik.
"Kami punya data dan kementerian punya data, kami cocokkan lalu kami pilih mana-mana daerah yang memang butuh bantuan. Misalnya di Tasikmalaya itu, kami memberikan bantuan kepada anak-anak pesantren berupa kompor, malam, dan canting, supaya mereka bisa belajar membatik dan melestarikan apa yang sudah ada, jadi mata pencarian di daerah sendiri juga berkembang," ujar Febriana.
Meskipun profesi pembatik saat ini belum dilihat sebagai sesuatu pekerjaan yang populer di daerah, namun YBI meyakinkan bahwa menjadi pembatik di daerah-terutama yang sudah mempunyai indikasi geografis cukup mempunyai potensi. Terlebih saat ini pemerintah semakin gencar untuk mempromosikan batik di kancah internasional dengan berbagai cara.
"Sebenarnya sekarang ini permintaan untuk batik semakin banyak. Sehingga dibutuhkan banyak pembatik untuk memenuhi kuota yang diminta. Apalagi sekarang ini profesi pembatik itu punya potensi," tutupnya.
Walau belum ada angka yang pasti berapa banyak perajin batik saat ini, namun tidak bisa dimungkiri bahwa kita membutuhkan sumber daya manusia kompeten dan muda yang mau belajar membatik, terutama batik tulis; tujuannya agar batik tulis tetap lestari.
(DIR/tim)