Interest | Wellness

Tidak Bisa Tidur Tanpa Suara 'Berisik'

Rabu, 29 Oct 2025 15:30 WIB
Tidak Bisa Tidur Tanpa Suara 'Berisik'
Ilustrasi tidur dengan noise. Foto: iStock
Jakarta -

Saya punya saudara sepupu yang punya kebiasaan unik sebelum tidur. Waktu kecil, ia baru bisa terlelap jika sudah memuntir-muntir rambut ibunya. Tanpa ritual itu, ia akan gelisah dan sulit tidur. Usut punya usut, apa yang dialami sepupu saya memiliki istilah ilmiah, yaitu Sleep-Onset Association(SOA).

Sederhananya, ini adalah syarat yang dihubungkan otak dengan proses untuk tidur. Bagi sepupu saya, syaratnya adalah rambut sang ibu. Hal ini memang sering terjadi pada anak-anak.

Beranjak dewasa, terutama beberapa tahun belakangan, saya juga punya sleep association sendiri. Bukan dengan benda, tetapi video YouTube, entah itu suara hujan, orang menyetir mobil jarak jauh, orang camping, podcast, bahkan kartun. Jika ditemani suara-suara 'berisik' tersebut, rasanya tidur jadi lebih mudah.

Saya tidak sendirian. Jutaan orang mengalami hal serupa. Buktinya, lihat saja deretan video dengan keyword "for sleep" di YouTube. Jumlah penonton video berdurasi rata-rata 8-10 jam itu mencapai belasan hingga puluhan juta views.

Jadi, saya rasa ini bukan fenomena aneh lagi bagi masyarakat modern. Akan tetapi, yang jadi pertanyaan adalah apakah ritual ini berpotensi mengganggu kesehatan? Dan apa yang sebenarnya dilakukan oleh suara-suara berisik tersebut pada otak?

.Ilustrasi tidur mendengarkan musik./ Foto: iStock

Noise Color yang Membantu Kita Tidur

Selama ini, kita sering mendapat informasi bahwa menyalakan TV sebelum tidur adalah kebiasaan buruk. Namun dikutip CNN Health, mendengarkan suara dari TV tanpa menatap layarnya justru membantu sebagian orang tidur lebih nyenyak. Tentunya bukan sembarang suara.

Dalam sains, ada istilah noise color yang digunakan untuk mengkategorikan sinyal suara berdasarkan karakteristik spektrum frekuensinya. Warna white, pink, dan brown disebut punya manfaat spesifik untuk mengantarkan kita terlelap. Perbedaan antara ketiganya terletak pada distribusi energi atau intensitas suara.

  • White noise: Semua frekuensi terdengar sama kuat dan terdengar tajam. Contohnya suara TV statis, kipas, hujan deras, vacuum cleaner, dengungan AC.
  • Pink noise: Frekuensi tinggi lebih lembut, terdengar alami. Contohnya, suara ombak, angin, hujan, air terjun, detak jantung.
  • Brown noise: Dominan frekuensi rendah sehingga terdengar dalam dan bergemuruh. Contohnya suara mengemudi, guntur, pancuran yang mengalir.

Mana noise color terbaik untuk tidur? Soal itu, sebenarnya tergantung preferensi masing-masing individu. Akan tetapi, sebuah studi yang dipublikasikan di Frontiers in Human Neuroscience menunjukkan bahwa pink noise paling direkomendasikan.

Spektrum suaranya dapat memperkuat gelombang otak Delta pada fase deep sleep. Pink noise bahkan diklaim mampu meningkatkan memori secara signifikan. Jenis-jenis kebisingan di atas bekerja melalui dua cara.

Pertama, dengan memberi otak kita suara yang konstan untuk didengar. Ini mencegah otak 'berkelana' terlalu jauh. Kedua, berfungsi sebagai perisai dari suara-suara yang tidak diinginkan. Suara hujan misalnya, melindungi kita dari sesuatu yang tiba-tiba merusak keheningan, seperti motor lewat, pintu tertutup, atau notifikasi HP. Di sinilah letak alasan mengapa banyak orang butuh 'suara' untuk tidur.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak mendengarkan white, pink, atau brown noise, melainkan memilih konten seperti podcast, dongeng sebelum tidur, dan ASMR?

Mengutip Refinery29, Dr Lindsay Browning mengatakan beberapa konten audio dirancang sebagai distraksi kognitif positif. Jadi, konten-konten yang 'membosankan' tersebut juga bisa mengalihkan pikiran dari overthinking saat hendak tidur.

.Ilustrasi tidur dengan suara-suara alam./ Foto: iStock

Risiko di Balik Sleep Association Modern

Pertanyaan selanjutnya, apakah kebiasaan ini sehat? Jawabannya: tergantung. Ritual mendengarkan suara bising atau podcast sebelum tidur bisa menjadi berisiko jika:

  1. Menonton, Bukan Mendengar
    Kalau kamu menonton alih-alih mendengar, mata tetap akan terekspos blue light. Cahaya ini secara ilmiah terbukti menekan produksi melatonin, hormon yang memberi sinyal ngantuk pada tubuh. Alhasil, kamu makin sulit tidur.

  2. Memilih Konten yang Terlalu Seru
    Mendengarkan podcast yang lucu atau seru membuat otak akhirnya ikut aktif untuk menyimak. Jam tidur tertunda, tahu-tahu sudah pukul 3 pagi.

  3. Menciptakan Ketergantungan
    Di platform diskusi seperti Reddit dan Quora, saya menemukan banyak orang mulai khawatir dan melempar pertanyaan, "Bagaimana cara tidur tanpa nonton YouTube?" Ya, jika melakukannya setiap hari, memang sangat mungkin memunculkan efek ketergantungan yang tidak sehat. Kamu jadi sulit tidur tanpa ada suara latar.

  4. Menimbulkan Gangguan di Tengah Tidur
    Risiko lainnya, kualitas tidur bisa terganggu ketika konten yang kamu setel tiba-tiba memutar iklan dengan volume kencang atau autoplay ke video yang sama sekali berbeda dan super berisik.

  5. Mengajak Otak Tidur Sendiri
    Di kalangan ahli, ada pro dan kontra mengenai tidur sambil mendengarkan suara. Namun semua kembali kepada masing-masing individu. Jika akhirnya kebiasaan tersebut membantumu tertidur, maka tidak masalah. Hanya saja, lakukanlah dengan bijak.

    Kamu tidak perlu menuntaskan video suara alam berdurasi 12 jam karena terlalu lama. Supaya suara latar tidak sampai merusak kualitas tidur jangka panjang, atur sleep timer, baik di YouTube, Spotify, Netflix, atau aplikasi lain. Setel agar pemutaran konten berhenti setelah 30 atau 60 menit. Selain itu, pilih konten yang tepat. Cari podcast yang paling membosankan atau cukup dengarkan suara-suara alam. Hindari konten yang malah merangsang otak untuk tetap aktif mendengarkan.

Lantas, adakah cara untuk mengurangi kebiasaan ini?

Dalam rubrik Sleep Diaries di stylist.co.uk, seorang perempuan (28 tahun) diminta mencatat rutinitas tidurnya selama lima hari berturut-turut. Ia selalu menonton Netflix di ponsel sebagai suara latar, tidur tidak nyenyak, sering terbangun, sesekali mengalami sleep paralysis, dan punya kebiasaan makan larut malam.

Kemudian Dr Nerina Ramlakhan (ahli tidur), menganalisis sekaligus memberi saran. Menurutnya, kecanduan Netflix dan makan malam berlebihan bisa menjadi bentuk pelarian dari kecemasan yang tidak disadari.

Sarannya, kurangi ketergantungan pada perangkat elektronik saat tidur, ganti kebiasaan menonton dengan membaca buku, tingkatkan hidrasi dengan air atau teh herbal, perbaiki pola makan serta tingkatkan aktivitas fisik.

Terakhir, apabila kamu merasa sudah ketergantungan parah pada suara 'berisik' untuk tidur, disarankan untuk segera minta bantuan profesional karena mungkin itu bukan gangguan tidur biasa.


Penulis: Bagas Dharma
Editor: Dian Rosalina


*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS