Interest | Wellness

Di Balik Fenomena Wellness Tourism

Selasa, 17 May 2022 15:18 WIB
Di Balik Fenomena Wellness Tourism
Foto: Shutterstock/De Visu
Jakarta -

Seiring dengan meningkatnya tren healthy living, wisata healing pun menjadi salah satu bentuk aktivitas yang kian digemari. Kini, masyarakat kelas menengah bukan hanya jalan-jalan untuk menikmati atraksi, berbelanja, atau mencicipi kuliner khas, tapi juga untuk mendapatkan pengalaman spiritual. Berbagai destinasi wisata pun kini menyediakan berbagai pilihan aktivitas untuk mengakomodasi kebutuhan ini, mulai dari meditasi, yoga, spa retreats, hingga berbagai aktivitas fisik di alam seperti rafting, hiking, atau bersepeda. Semua kegiatan wisata ini dikategorikan sebagai wellness tourism atau wisata kebugaran. Apa itu wellness tourism?

Menurut Global Wellness Institute, wellness tourism merupakan wisata yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan personal well-being yang melibatkan berbagai aspek mulai dari fisik, mental, spiritual, atau lingkungan. Peningkatan pesat wellness tourism selama beberapa tahun terakhir, membuat segmen wisata ini menjadi salah satu kontribusi terbesar dalam industri pariwisata. Menurut data dari Global Wellness Institute, tahun 2019 industri wellness tourism bernilai hingga $4.9 triliun dan berkontribusi sebesar 5.1 persen kepada perekonomian global.


Berbagai kegiatan spiritual yang ditawarkan oleh wellness tourism berkaitan erat dengan budaya lokal, kondisi alam atau lingkungan, dan juga kuliner. Lokasi yang bisa menawarkan budaya lokal yang kental dan alam yang asri pun menjadi daya tarik lebih dalam perjalanan spiritual yang dicari oleh banyak orang. Hal ini membuat Asia menjadi salah satu destinasi yang paling diminati dalam wellness tourism, tak terkecuali Indonesia. Misalnya, Bali telah lama menjadi sasaran bagi banyak wisatawan asing yang mencari penyembuhan dan pengalaman spiritual. Di Bali, ada beberapa sosok penyembuh lokal yang memang terkenal karena keahlian mereka, seperti Ketut Liyer dan Cokorda Rai.


Namun, kini terapi dan penyembuhan tak hanya ditawarkan oleh sosok-sosok penyembuh lokal. Berbagai resort dan pusat meditasi pun juga menawarkan pengalaman serupa, seperti The Yoga Barn, Fivelements, Bali Eco Stay, dan Bali Silent Retreat. Salah satu paket retreat yang ditawarkan Fivelements adalah Paha Mancabhuta Retreat yang dibandrol seharga Rp 8 juta. Harga ini sudah termasuk menginap selama 3 malam, gourmet healing cuisine meals, Morning Yoga, Healing Energy Session, Healing Massages, dan Balinese Fire Blessing Ritual.


Di satu sisi, popularitas wellness tourism menunjukkan bahwa banyak orang sudah menyadari pentingnya kesehatan spiritual. Tak hanya itu, jenis wisata ini juga bisa meningkatkan perekonomian lokal. Apalagi, pemerintah Indonesia juga merencanakan kota-kota lain seperti Yogyakarta dan Solo untuk didorong agar menjadi destinasi wellness tourism. Tapi, di satu sisi ketika wellness tourism semakin populer, tak jarang juga ada permasalahan yang muncul darinya.

Beberapa hari lalu, media sosial diramaikan dengan seorang turis asing yang berpose telanjang di sebuah pohon sakral di Bali. Dalam foto itu, ia menulis caption "Listen up... Can you hear that? There is not only your voice inside you. Your ancestors voice is there. They are in your blood, soul, appearance..." Sungguh ironis, ketika para turis yang mencari spiritual awakening ini justru bersikap tidak hormat terhadap kepercayaan lokal penduduk setempat.

.Wellness tourism gone wrong/ Foto: Twitter

Selain itu, berbeda dengan penyembuhan medis, penyembuhan spiritual adalah bidang yang tidak memiliki regulasi. Dengan jumlah spiritual guru yang membludak, kita menjadi semakin sulit membedakan mana yang betul-betul ahli dan mana yang mengaku-ngaku sebagai spiritual guru. Tak hanya itu, jumlah destinasi wisata dan turis yang meningkat juga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Meski memiliki embel-embel "eco-friendly", dan "keseimbangan", segala sesuatu yang berlebihan bisa berubah menjadi destruktif. Hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan spiritual yang seharusnya membuat manusia lebih menghargai alam sekitar.

Sebenarnya, sah-sah saja bagi turis untuk mengembara ke berbagai destinasi demi melakukan spiritual journey. Tapi, para turis harus bisa menghormati dan menghargai budaya lokal. Usaha-usaha wisata pun juga harus benar-benar memahami apa yang menjadi esensi dari spiritual healing. Sehingga, wisata ini bisa terus berjalan tanpa harus merugikan masyarakat maupun lingkungan.

[Gambas:Audio CXO]



(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS