Interest | Wellness

Busting Myths: Bipolar

Rabu, 23 Feb 2022 17:00 WIB
Busting Myths: Bipolar
Foto: Unsplash Camila Quintero Franco
Jakarta -

Istilah bipolar memang bukanlah hal yang jarang lagi kita dengar, terlebih lagi dengan adanya sosial media yang dapat dengan mudah memberikan banyak insight mengenai hal yang satu ini. Namun, dengan maraknya informasi mengenai bipolar yang simpang siur, membuat banyak orang melakukan self-diagnose dengan embel-embel karena seringnya mengalami perubahan mood dalam waktu yang berdekatan.

Meskipun memang faktanya bipolar merupakan kondisi di mana penderitanya memiliki gangguan suasana hati atau mood yang ekstrim, hal ini bukan berarti setiap orang yang mengalami mood swing adalah seseorang yang mengalami gangguan mental bipolar. Mood swing itu sendiri dalam ranah medis dikenal sebagai kondisi seseorang yang memiliki perubahan suasana hati dan perubahan emosi yang terjadi sesekali karena adanya faktor pemicu.

Kondisi ini juga dapat dengan mudah dan cepat dikendalikan dan masih dapat dikatakan normal karena tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Berbeda dengan bipolar yang merupakan kondisi di mana seseorang yang diklaim memiliki gangguan mental ini dapat mengalami perubahan suasana hati yang sangat drastis dan dapat mengganggu aktivitas kesehariannya.

Seseorang yang memiliki gangguan mental bipolar biasanya dapat mengalami fase mania dan fase depresi. Fase mania itu sendiri merupakan fase di mana pengidap bipolar akan memiliki semangat yang tinggi, lancar dan cepat dalam berbicara hingga rasa percaya diri yang dapat dikatakan berlebihan. Namun, fase ini kian dapat berubah menjadi fase depresi di mana ia akan merasa depresi, sedih, putus asa, merasa kesepian hingga memiliki suicidal thoughts atau keinginan untuk bunuh diri. Tidak hanya itu, kedua fase ini juga bisa muncul di saat yang bersamaan atau biasa juga dikenal dengan mixed state.

Meskipun penyebab pasti dari bipolar disorder ini belum diketahui, para ahli percaya bahwa terdapat sejumlah faktor yang dapat membuat gangguan mental ini jadi berkembang, mulai dari campuran kompleks antara faktor fisik, lingkungan dan sosial. Salah satu faktor fisik yang dapat menyebabkan gangguan bipolar adalah ketidakseimbangan kimia di otak.

Hal ini secara luas diyakini oleh beberapa ahli karena bahan kimia yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi otak disebut neurotransmitter, dan termasuk noradrenalin, serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan neurotransmitter seseorang dapat mengembangkan gejala gangguan bipolar. Sebagai contohnya, ada bukti bahwa fase mania dapat terjadi ketika kadar noradrenalin terlalu tinggi, dan fase depresi diakibatkan oleh kadar noradrenalin yang terlalu rendah.

Keadaan atau situasi yang membuat stres juga sering kali dapat memicu gejala gangguan bipolar. Contoh pemicu stres meliputi rusaknya suatu hubungan, pelecehan fisik, seksual atau emosional, kematian anggota keluarga dekat atau orang yang dicintai. Jenis peristiwa yang mengubah hidup ini dapat menyebabkan fase depresi kapan saja dalam kehidupan seseorang. Tidak hanya itu, gangguan bipolar juga dapat dipicu oleh penyakit fisik, gangguan tidur, hingga masalah yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti masalah uang, pekerjaan, atau hubungan.

Jadi, dapat kita tarik kesimpulannya bahwa gangguan mental bipolar tidak bisa kita sama ratakan dengan mood swing dan juga sebaliknya. Akan lebih baik apabila kita tidak melakukan self diagnose dan mengonsultasikan kondisi mental kita langsung kepada pihak profesional yang lebih memahami hal seputar kesehatan mental, sehingga kita tidak salah kaprah mengenai kondisi yang dialami dan masalah tersebut dapat dengan mudah ditanggulangi.

[Gambas:Audio CXO]

(DIP/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS