Insight | Science

Feminine Psychology dan Kritik Terhadap Sigmund Freud

Selasa, 29 Nov 2022 19:30 WIB
Feminine Psychology dan Kritik Terhadap Sigmund Freud
Foto: Getty Images
Jakarta -

Sigmund Freud adalah figur sentral dalam dunia kajian psikologi, ia merupakan penemu psikoanalisa—sebuah metode yang hari ini digunakan oleh psikolog dan psikiater di seluruh dunia untuk mengobati gangguan mental dengan cara menggali pikiran bawah sadar. Besarnya pengaruh Freud membuat pemikiran-pemikirannya tidak hanya dipelajari untuk ilmu psikologi, tapi di bidang kajian lain seperti filsafat dan ilmu sosial. Freud berbicara banyak mengenai seksualitas termasuk perkembangan psikoseksual, salah satu teorinya yang terkenal (dan kontroversial) adalah penis envy.
Menurut teori penis envy, di masa balita seorang perempuan akan menjauhkan diri dari sang ibu dan mendekatkan diri ke sosok ayah. Hal ini, menurut Freud, disebabkan karena pada tahap tersebut anak perempuan menyadari kalau mereka tidak memiliki penis. "Girls hold their mother responsible for their lack of a penis and do not forgive her for their being thus put at a disadvantage," tulis Freud dalam New Introductory Lectures on Psycho-Analysis (1933). Jadi, menurut Freud, kondisi psikis perempuan disebabkan oleh rasa iri terhadap laki-laki yang memiliki penis.
Kalau kamu merasa teori Freud ini seksis dan merendahkan perempuan, kamu tidak salah. Freud memang seorang pemikir yang progresif pada masanya, tapi ia pun tak bisa lolos dari norma-norma patriarkis yang membentuk cara pikirnya terhadap perempuan. Pandangan Freud mengenai perempuan mendapatkan banyak kritik, salah satunya dari seorang psikoanalis perempuan bernama Karen Horney. Menurut Karen Horney, perempuan tidak merasa iri karena laki-laki memiliki penis, melainkan karena laki-laki memiliki kebebasan dan status sosial—sesuatu yang jarang dimiliki oleh perempuan pada saat itu.
Karen Horney pun menggagas sebuah teori tandingan, yaitu womb envy. Menurutnya, laki-lakilah yang merasa iri terhadap perempuan karena tak memiliki rahim sehingga tak bisa melahirkan anak. Kritik Karen Horney terhadap Freud ini akhirnya melahirkan feminine psychology atau psychology of women. Feminine psychology adalah sebuah pendekatan yang melihat aspek sosial, ekonomi, dan politik sebagai faktor penting yang membentuk hidup dan psikis perempuan.
Munculnya feminine psychology mengubah pandangan psikologis terhadap perbedaan gender. Sebab perbedaan antara laki-laki dan perempuan tak lagi dikaji berdasarkan perbedaan biologis, tapi berdasarkan aspek sosial dan budaya yang membuat perempuan menjadi tak setara dengan laki-laki. Hadirnya feminine psychology juga menambah dimensi penting dalam diskusi mengenai gender, karena pengalaman dan realita perempuan tidak akan bisa dijelaskan melalui kacamata laki-laki.
Lalu, apakah Freud harus kita cancel? Tentu saja tidak. Meski beberapa konsep yang digagasnya memiliki aroma misoginis, Freud sebenarnya adalah salah satu dari sedikit pemikir laki-laki yang cukup berani dalam membahas seksualitas perempuan—sesuatu yang pada saat itu masih dianggap tabu. Pada akhirnya, feminine psychology bukanlah pemikiran yang sepenuhnya berseberangan dengan Freud, melainkan respons atau kritik yang berfungsi sebagai refleksi terhadap teori-teori yang sudah dikemukakan sebelumnya.

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS