Di era ketika hubungan romantis kerap dikonsumsi publik, cinta yang tenang dan tidak diumbar terasa seperti sebuah pilihan yang tepat. Apalagi jika itu datang dari dua nama besar seperti Kylie Jenner dan Timothée Chalamet, dua pasangan figur publik yang terbiasa berada dalam sorotan kamera dan cerita kehidupannya yang telah menjadi konsumsi banyak orang. Keputusan mereka untuk menjaga hubungan asmara tetap privat bukan hanya menarik, tetapi juga membuka ruang diskusi tentang cara baru dalam mencintai di era digital.
Cinta di Bawah Sorotan
Hollywood bukan tempat yang ramah untuk cinta yang sederhana. Di industri hiburan yang dibangun dari citra dan narasi visual, di mana kehidupan pribadi selebritas seringkali menjadi bahan konsumsi massal. Dalam konteks ini, sulit membayangkan ada ruang bagi kehidupan yang intim namun tidak dipamerkan, pasangan Kylie dan Timothée seolah hadir sebagai pengecualian dari norma tersebut.
Kylie Jenner dikenal sebagai bagian dari keluarga Kardashian-Jenner yang telah membangun imperium pop culture global. Ia hidup dalam dunia di mana momen-momen personal seperti asmara, kehamilan, perpisahan selalu menjadi tayangan publik.
Di sisi lain, Timothée Chalamet datang sebagai aktor muda berbakat dengan reputasi kuat di dunia perfilman. Bintang film Call Me by Your Name dan Dune ini, tak lepas dari spotlight, namun justru dikenal sangat menjaga kehidupan pribadinya.
Ketika kabar hubungan mereka mencuat pada April 2023, banyak orang mengira akan menjadi pasangan Hollywood yang sensasional, penuh gimmick dan glamor. Justru sebaliknya, mereka sangat menjaga privasi hubungan romantisnya jauh dari ekspektasi publik dan algoritma media sosial.
Kylie Jenner bahkan menunjukkan pergeseran gaya berpacarannya. Jika sebelumnya dia selalu terbuka dalam hubungan romantis dan menjadi bagian dari narasi publik, kini ia memilih untuk menjaga batasan.
Kylie dan Timothée jarang terlihat bersama dalam unggahan pribadi, tidak saling memamerkan hubungan di feed Instagram dan enggan menyusun citra visual sebagai pasangan ideal. Inilah yang menjadi daya tarik hubungannya.
Mereka menolak ekspektasi publik, tidak tergesa-gesa untuk menjadi pasangan dengan label "couple goals" dan tentunya tidak menjadikan hubungannya sebagai proyek estetika branding personal di sosial media.
Cinta di Tengah Budaya Validasi
Pilihan Kylie dan Timothée untuk menjaga privasi terasa seperti anomali di era saat ini. Di tengah dunia yang haus validasi digital dan relasi romantis menjadi urusan banyak orang, pasangan dari generasi muda, justru merasa perlu untuk membuktikan bahwa hubungan mereka diakui oleh sosial.
Feed Instagram menjadi semacam galeri cinta, status hubungan diperbarui, foto berdua diunggah dan caption penuh pujian dibagikan. Bahkan pasangan non-selebritas pun sering merasa perlu memamerkan momen romantis, seolah hubungan mereka kurang berarti jika tidak diketahui banyak orang.
Kenyataan ini tidak lepas dari budaya Gen Z yang tumbuh besar bersama media sosial, fenomena validasi digital sudah seperti kebutuhan emosional untuk gen Z. Rasa senang saat mendapat pengakuan dari orang lain semacam tanda bahwa hubungannya benar-benar "berharga" di mata publik.
Sayangnya, hal tersebut bisa menciptakan kondisi hubungan yang tidak sehat, ketika seseorang merasa kecewa karena pasangannya tidak menggunggah kebersamaan mereka. Hubungan pun jadi rentan terhadap konflik yang sebenarnya bisa dihindari. Data dari Gen Z Dating Statistics menunjukkan, bahwa media sosial bukan hanya platform untuk berinteraksi, melainkan medan pertempuran digital di mana cinta dan konflik bertabrakan.
Bukti ini mempertegas bahwa di era komunikasi instan seperti saat ini, perselisihan online dapat menentukan keberlangsungan suatu hubungan. Mencintai tanpa perlu diumbar, tanpa gangguan opini orang lain, tekanan algoritma dan validasi dari orang lain. Dua orang akan bisa tumbuh dengan lebih jujur, lebih tenang dan lebih sadar akan ritme hubungan romantisnya.
Keputusan Kylie dan Timothée untuk menjaga privasi hubungan romantisnya memberikan perspektif lain, bukan hanya untuk kalangan selebritas namun untuk generasi muda dalam menjalin hubungan romantis. Pilihan ini tidak hanya menunjukkan kematangan emosional, tetapi kesadaran akan pentingnya menjaga keintiman di tengah budaya yang serba terbuka.
Menjaga hubungan tetap privat bukan berarti menyembunyikan, apalagi malu namun dalam banyak kasus, pasangan yang memilih untuk tidak mempublikasikan hubungannya sedang menjalani proses adaptasi dan pendewasaan yang lebih tenang dan menciptakan kedekatan emosional tanpa tekanan sosial.
Memang, tidak semua pasangan cocok dengan pendekatan ini. Ada yang merasa nyaman berbagi sebagian dari hubungan mereka ke publik, dan hal tersebut sah-sah saja. Namun, penting untuk menyadari bahwa ada pilihan lain, dan pilihan tersebut sama validnya.
Perspektif Baru Tentang Relasi
Apa yang dilakukan Kylie dan Timothée memang bukan sesuatu yang harus dijadikan standar dalam menjalani hubungan romantis. Tidak semua orang punya alasan atau kebutuhan yang sama, namun mereka memberi kita alternatif dalam melihat cara pandang lain, bahwa mencintai tidak selalu harus disaksikan publik. Dalam dunia yang sibuk dan bising ini, memilih untuk berjalan bersama secara perlahan, tanpa tuntutan estetika digital semata.
Relasi yang sehat tidak dibentuk dalam semalam, dan tidak bisa dirangkum hanya dalam sebuah caption. Ia adalah proses panjang, penuh penyesuaian, pertengkaran, kompromi, tawa maupun kesedihan. Tapi justru di situlah cinta menjadi nyata, bukan tentang bagaimana kita terlihat, tetapi tentang bagaimana kita tumbuh bersama. Percaya bahwa hubungan yang dijalani oleh orang dua, akan lebih bermakna jika dibandingkan diketahui banyak orang.
Kisah Kylie dan Timothée memberi kita refleksi bahwa dalam dunia yang penuh sorotan, cinta masih bisa dijalani secara tenang. Bahwa romantisme tidak harus diumumkan untuk mendapat pengakuan. Hubungan romantis yang kuat dan bertahan justru tidak selalu hadir dalam bentuk unggahan feed yang serasi, tetapi dari komitmen yang dibangun secara sadar oleh dua orang yang saling menerima satu sama lain.
Sebagai penulis dan bagian dari generasi yang hidup di tengah dunia digital, saya percaya bahwa hubungan romantis yang memberikan ketulusan dan makna tidak berasal dari banyaknya foto pasangan di media sosial pribadi ataupun dipamerkan kepada orang Lain. Pada akhirnya yang benar-benar penting dalam hubungan romantis bukan tentang bagaimana kita terlihat bersama, tetapi bagaimana kita tumbuh bersama. In the end, what matters is not how you look together, but how you grow together!
Penulis: Ayu Puspita Lestari
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis*
(ktr/DIR)