Inspire | Love & Relationship

Benarkah 'Pria Terlalu Baik' Tak Menarik?

Jumat, 19 Apr 2024 16:01 WIB
Benarkah 'Pria Terlalu Baik' Tak Menarik?
Foto: Unsplash
Jakarta -

Memutuskan hubungan dengan seorang pria hanya karena dia terlalu baik mungkin terasa tak masuk akal. Namun ternyata bintang sepakbola sekelas, Ricardo Kaka pun tidak bisa menghindarinya. Pria yang dikenal sukses dalam karier sepakbolanya, dikenal baik kepada orang lain, bahkan jauh dari isu perselingkuhan bahkan dunia malam ini justru ditinggalkan oleh istrinya, Caroline Celico pada 2015 lalu dengan alasan terlalu baik dan sempurna.

Dikutip DetikHot, Celico mengungkapkan alasan mengapa dia tidak bahagia ketika masih berstatus istri dari Kaka. Ia mengatakan bahwa Kaka adalah seorang pria yang sangat baik, tidak pernah berkhianat dan memperlakukan Celico dengan baik.

"Kaka tidak pernah mengkhianatiku. Dia memperlakukanku dengan baik, dia memberiku keluarga yang luar biasa, tapi aku tidak bahagia. Ada sesuatu yang hilang. Masalahnya, dia terlalu sempurna untukku," kata Celico.

Pengakuannya pun membuat heboh para warganet, sehingga banyak yang mempertanyakan apakah benar perempuan menganggap pria terlalu baik itu tidak menarik dan justru bad boy itu atraktif?

Perempuan Punya Preferensi Pria yang Berbeda

Dikutip Psychology Today, sebuah disertasi DeBuse (2016) meminta para perempuan untuk memilih prototipe pria untuk memahami ciri-ciri yang diyakini perempuan dimiliki oleh setiap tipe laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai preferensi berbeda pada setiap laki-laki.

- Dominasi: Pria nakal dan punya sifat heroes dipandang lebih dominan dibandingkan orang baik dan pecundang.
- Sikap suportif: Pria baik dan punya sifat heroes dipandang lebih suportif dibandingkan pria nakal dan pecundang.
- Daya tarik fisik: Heroes dan pria nakal dianggap paling menarik secara fisik, pecundang dianggap paling tidak menarik, dan pria baik berada di antara keduanya.

Secara keseluruhan, perempuan lebih memilih sifat heroes sebagai pasangan seksual dan hubungan. Sebaliknya, pihak yang kalah paling tidak disukai sebagai pasangan manapun. Dan yang terakhir, pria nakal dan pria badik di antara keduanya   tergantung pada preferensi setiap perempuan.

DeBuse pun mengevaluasi berbagai faktor yang mungkin memprediksi perempuan akan memilih satu tipe pria dibandingkan pria lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang dibuat merasa diabaikan menjadi kurang tertarik secara seksual pada pasangan yang suportif-pria baik dan punya sifat heroes. Namun perempuan yang dibuat merasa cemas menjadi lebih tertarik menjalin hubungan dengan laki-laki dominan-pria nakal punya sifat heroes.

Selain itu, perempuan dengan harga diri yang lebih tinggi cenderung lebih memilih pria baik dibandingkan pria nakal, sedangkan perempuan dengan orientasi sosioseksual akan lebih memilih pria nakal dibanding pria baik. Hasil ini didukung pada penelitian sebelumnya dari McDaniel (2005) yang mengevaluasi alasan perempuan berkencan dengan pria baik.

Dalam studi tersebut, para perempuan melaporkan memilih pria baik untuk dikencani ketika mereka menginginkan percakapan dan komitmen. Namun ketika mereka ingin kontak fisik dan kesenangan, para perempuan akan memilih pria yang seksi dan menyenangkan, alias bad boy. Secara keseluruhan, perempuan sebenarnya tertarik dengan pria baik untuk hubungan jangka panjang, tetapi bagi mereka yang ingin hubungan jangka pendek maka perempuan cenderung memilih pria nakal.

Pria Baik Menarik untuk Orang yang Tepat

Pria baik bukanlah seseorang yang harus menjadi pilihan terakhir untuk perempuan. Sebenarnya mereka pun atraktif, bagi perempuan yang benar-benar menginginkan sesuatu yang mereka inginkan ketika berhubungan dengan pria. Jika kamu merasa ragu dengan pilihan antara pria baik atau nakal, mungkin kamu punya pengalaman kencan masa lalu yang negatif.

Sehingga ketika kamu ingin memilih pria baik, kamu merasa seolah-olah tidak merasa pantas mendapatkan kebaikan dalam hubungan tersebut. Kalau kamu merasa terjebak dalam pola lama yang tidak membantu seperti ini, menemukan cara untuk berduka dan menyembuhkan hubungan toxic dengan benar melalui terapi dan/atau perawatan diri bisa membantu mengubah perspektif dan sikap.

Erika Davian, seorang pelatih kencan dikutip Pop Sugar mengatakan, sebagian besar dari kita menginginkan seseorang yang bisa kita bayangkan menjadi pasangan atau orang tua yang baik di masa depan. Tetapi jika seseorang bersikap terlalu baik, hal itu justru menunjukkan kurangnya batasan. Ini mungkin merupakan sinyal kalau dia tidak mengurus dirinya sendiri dan kebutuhannya lebih dulu.

Artinya, sesuatu yang berlebihan pun bukanlah sesuatu yang baik, bahkan bersikap baik sekalipun. Bersikap 'terlalu baik' tidak hanya mencerminkan, seberapa besar orang lain peduli-atau tidak peduli pada dirinya sendiri karena ingin menyenangkan pasangannya. Tetapi juga bisa menimbulkan ekspektasi negatif.

"Jika seseorang pasangan terlalu baik, calon pasangan mungkin juga khawatir mereka mungkin akan melupakan kebutuhannya sendiri suatu hari nanti," ujar Davian. Tentu saja, ini bisa menjadi salah satu faktor ketidakcocokan dalam hal kepribadian. Seseorang yang kurang altruistik mungkin akan menganggap orang yang sangat altruistik sebagai orang yang terlalu baik, dibandingkan dengan seseorang yang juga murah hati.

Tapi yang harus diingat, apa yang dianggap 'terlalu baik' oleh seseorang, justru dianggap tepat oleh orang lain. Intinya, sebenarnya tidak ada orang yang terlalu baik, tetapi semua itu tergantung preferensi kita mencari pasangan.

(DIR/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS