Inspire | Love & Relationship

Echoisme Tak Lebih Baik dari Narsisme, Apakah Kamu Mengidapnya?

Senin, 20 Nov 2023 14:00 WIB
Echoisme Tak Lebih Baik dari Narsisme, Apakah Kamu Mengidapnya?
Foto: Pexels: Karolina Grabowska
Jakarta -

Narsisme mungkin salah satu sifat yang menyebalkan, namun sifat yang bertolak belakang dengan narsisme juga tidak kalah negatifnya kalau sudah dianggap "akut", yakni echoisme. Meskipun stereotip seorang yang punya sifat ini dikenal sebagai pribadi yang hangat, sederhana, dan selalu fleksibel, namun echoisme didasarkan pada rasa takut.

Echoist atau orang yang mempunyai sifat echoisme adalah orang yang cenderung meniru atau mencerminkan perasaan, pendapat, atau keinginan orang lain daripada mengekspresikan pikiran dan emosinya sendiri. Biasanya orang-orang seperti ini sulit untuk melakukan sesuatu yang bisa menarik perhatian atau menunjukkan seperti apa dirinya yang berbeda dengan orang lain.

"Seorang echoist adalah orang yang berjuang untuk mengekspresikan dirinya, menerima pujian atau perhatian, berjuang dengan individuasi emosional, di mana mereka bisa menguraikan suka atau tidak suka, dan berjuang untuk merasa bahwa mereka layak untuk menetapkan batasan atau memiliki pendapat dengan risiko akan menyinggung orang lain," ujar Amelia Kelley, PhD, LCMHC, seperti dikutip Well and Good.

Mereka yang berjuang dengan echoisme, takut dianggap narsis sehingga mereka tidak memberikan ruang bagi diri sendiri untuk berkembang. Walaupun echoisme bisa membantu orang merasa diperhatikan dan didukung, namun sebaiknya memang tidak membuat sifat ini menjadi patologis.

Ciri-ciri Seorang Echoist

Orang yang mengidap echoisme cenderung mencari rasa aman pada sebuah hubungan atau orang lain. Mereka yang tidak pandai mengekspresikan diri, akhirnya mencari cara untuk membuat "suara" mereka didengar. Tapi sifat ini tidak serta-merta muncul sendiri, selalu ada faktor yang melatarbelakanginya.

1. Orang tua mengajarkannya

Psikoterapis Jamie Genatt, LCSW mengatakan cara seseorang dibesarkan bisa memainkan peranan penting dalam menentukan apakah mereka menjadi seorang echoist atau tidak. Jika kamu tumbuh di lingkungan yang membuatmu harus patuh, selalu memprioritaskan orang lain, dan menjadi sasaran orang tua yang otoriter, mungkin saja kamu mengidap sifat ini.

2. Pengasuhan "eggshell"

Dr. Kelly memaparkan, pengasuhan "eggshell" bisa menjadi contoh lingkungan kanak-kanan yang bisa berkontribusi dalam mengembangkan sifat echoisme. Pengasuhan ini adalah ketika anak-anak merasa seperti mereka sedang berjalan di atas cangkang telur yang mudah pecah. Cangkang telur diibaratkan sebagai respons dari kebiasaan tak terduga, emosi, ekspektasi, atau ledakan emosi orang tua.

Hasilnya, kata Kelly, anak mungkin akan enggan untuk peduli dengan apa yang mereka butuhkan ketimbang tuntutan orang tuanya. Hal ini akan mempengaruhi sifat si anak. "Banyak orang tua yang menghalangi anak mereka mengekspresikan apa yang mereka butuhkan, tidak mau mengakui kesalahan, dan melatih anak-anak mereka untuk selalu disalahkan," tambahnya.

3. Menjadi pengasuh sejak kecil

Jika orang tua kesulitan mengatur emosi, punya kondisi kesehatan mental, atau pemicu stres lainnya, anak-anak mungkin merasa bahwa mereka harus menjadi "orang dewasa" dalam situasi tersebut. Tindakan ini berperan membuat anak-anak merasa mereka harus jadi "pengasuh" saat mereka menavigasi cara menenangkan orang tua, dibandingkan dengan bagaimana mengekspresikan emosi pada orang tua.

4. Rendah diri

Ketika orang merasa tidak punya sesuatu yang berharga untuk dikatakan, mereka mungkin akan mengatakan apapun kan? Saat seseorang tidak mempunyai harga diri yang kuat, mereka mungkin akan kesulitan untuk menegaskan kebutuhan dan pendapat diri sendiri.

5. Insecure attachment style

Faktor lain yang dimulai dari masa kanak-kanak, berlanjut hingga dewasa. Kita semua pasti mengembangkan salah satu dari tiga gaya keterikatan yakni aman, cemas, atau penolakan. Genatt mengatakan orang dengan gaya keterikatan anxious atau penolakan lebih mungkin menjadi echoist. Sama halnya dengan mereka yang mungkin kesulitan untuk mengembangkan boundaries yang sehat dan ketegasan dalam hubungan.

6. Punya pengalaman memalukan atau pernah dihukum

Mirip dengan beberapa penyebab sebelumnya, seorang echoist bisa "belajar" dari kebiasaan yang membuat mereka merasa nyaman dan aman. Psikolog Whitney McSparrman mengatakan echoisme bisa berarti bentuk adaptasi dalam hubungan atau situasi di mana ada konsekuensi yang dirasakan karena memerlukan pengasuhan atau perhatian.

"Mereka mungkin dipermalukan atau dihukum karena meminta dukungan, mengungkapkan emosi yang kuat atau membela diri mereka sendiri. Hal ini bisa terjadi kapan saja dalam hidup dan berdampak tidak hanya pada masa kanak-kanan, tapi terjadi sampai dewasa bila pengalaman itu begitu intens secara emosional.

Tanda-tanda Echoisme

Nah bagi kamu yang penasaran, apakah kamu adalah salah seorang echoist, berikut tanda-tanda yang bisa kamu cek.

Menghindari perhatian

Apabila kamu lebih suka berada di belakang layar daripada menjadi pusat perhatian. Genatt mengatakan echoist mencoba untuk menghindari sorotan dan menghindari pengakuan dari orang lain. Itu membuat dirimu tidak nyaman. Jadi tidak heran bila sifat ini dikatakan kebalikan dari narsisme.

Suka meniru

Echoist tidak mau mendapatkan sorotan yang tertuju pada diri mereka sendiri dengan bertindak berbeda atau tidak setuju. Mereka lebih suka mencerminkan emosi dan preferensi orang lain. "Mereka mungkin sulit untuk mengekspresikan identitas individu mereka dan malah beradaptasi dengan orang-orang yang ada bersama mereka dengan mengabaikan kebutuhan dan keinginan diri sendiri.

Takut mengecewakan orang lain

Kalau kamu takut mengecewakan orang lain, apakah artinya kamu harus membahagiakan atau menyenangkan semua orang? Tidak juga. Tapi benar seorang echoist cenderung mempunyai ketakutan mengecewakan orang lain, sehingga sulit untuk mengatakan "tidak".

Harga diri rendah dan susah terima pujian

Genatt mengatakan echoist cenderung meremehkan nilai diri sendiri atau menganggap diri mereka kurang penting dan kurang berharga. Mereka juga sulit untuk menerima pujian atas apa yang mereka lakukan. Echoist cenderung mencoba meminimalkan, menjelaskan, atau menghindari komentar di situasi tersebut.

Tidak punya preferensi

Walaupun bagian dari echoisme adalah tidak mengatakan apa yang kamu inginkan, hal ini juga bisa berarti kamu mungkin tidak tahu apa yang kamu mau atau tidak peduli sama sekali.

"Respons dari echoist kebanyakan 'aku tidak tahu' mungkin benar-benar tidak tahu. Mereka mungkin berada dalam kondisi meremehkan keinginan diri sendiri atau lebih baik mengikuti arahan orang lain sehingga mereka tidak mengetahui apa yang mereka sukai dan tidak," kata McSparran.

Mengambil ruang sesedikit mungkin

Terbiasa berada di belakang dan jarang angkat bicara, para echoist merasa paling aman dan nyaman dengan melakukannya. Mereka tidak ingin dianggap sebagai beban.

Sensitif terhadap penolakan

Meski tidak ada orang yang suka ditolak, tapi untuk para echoist ini terasa begitu sulit. "Sensitivitas penolakan adalah tingkat disregulasi emosi yang menyakitkan secara emosional terkait dengan potensi kegagalan dan penolakan. Akibatnya, mereka tidak mau ambil risiko.

Empati yang tidak sehat

Mereka terlalu berempati dengan orang lain, sehingga menciptakan respons stres karena merasakan penderitaan bersama mereka. Dr. Kelley mengatakan karena empati yang tinggi itu, mereka mudah sakit, stres, disregulasi emosi, dan akhirnya kelelahan karena menginternalisasi rasa sakit orang lain dan berjuang menciptakan batasan sehat untuk diri sendiri.

Takut ditinggalkan

Para echoist tidak hanya takut untuk bersuara dan mempunyai kebutuhan, namun mereka juga takut dengan akibat yang mereka yakini akan terjadi. Jadi, mereka membenci dan menghindari konflik dengan cara apapun.

"Echoist takut kalau mereka mengekspresikan diri, terutama jika tidak sesuai dengan orang lain, orang yang menjalin hubungan dengan mereka akan meninggalkan atau berhenti mencintai mereka. Ini adalah ketakutan yang sangat nyata," kata Dr. Kelley.

Itulah sifat echoisme yang mungkin akhir-akhir ini kerap dialami oleh generasi muda. Mungkin ada baiknya jika tidak terlalu menonjol dari orang lain, namun kalau sampai tidak memikirkan diri sendiri, hal itu sudah tidak sehat. Pertimbangkan untuk menemui terapis psikologis untuk mendapatkan pertolongan jika echoisme sudah membuatmu cemas bahkan depresi.

[Gambas:Audio CXO]

(DIR/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS