Bumble, aplikasi kencan online yang populer di kalangan generasi Z saat ini, baru saja menetapkan kebijakan baru untuk penggunanya. Kebijakan tersebut adalah memasukkan tindakan ghosting sebagai perilaku bullying. Ini menjadi salah satu langkah Bumble untuk mencegah tindakan tak bertanggung jawab dari para pengguna Bumble.
Dikutip Bumble, seseorang yang tidak menghadiri pertemuan face-to-face yang sudah direncanakan alias ghosting merupakan pelanggaran terhadap community policy. Ghosting yang dimaksud adalah ketika kedua pihak telah menyetujui untuk bertemu dengan jelas, tapi salah satu orang tidak bisa dikontak saat hari pertemuan tiba tanpa penjelasan yang jelas.
Bila ada pengguna yang melaporkan bahwa ia mengalami tindakan ghosting tersebut, dan setelah ditinjau terbukti pihak lainnya melakukan hal tersebut, akun pelaku ghosting akan dinonaktifkan. Seorang juru bicara Bumble mengatakan selain tidak hadir dalam janji temu, ghosting yang masuk ke dalam tindakan bullying seperti tidak ada kontak lagi sebelum atau setelah tanggal janji yang disepakati oleh terlapor untuk menjelaskan perihal pembatalan janji sepihak itu.
Tapi kamu tidak perlu khawatir, peraturan ini tidak termasuk ketika kamu mengakhiri percakapan di aplikasi, ya.
Masuk Kategori Perilaku Pelecehan
Bukan hanya termasuk ke dalam tindakan bullying, ghosting juga dianggap sebagai perilaku pelecehan emosional yang dilakukan oleh seseorang menurut Bumble.
"Komunitas kami adalah tentang menciptakan hubungan yang baik. Kami bertujuan untuk menciptakan pengalaman yang bebas dari perilaku yang membuat individu atau kelompok mana pun merasa dilecehkan, diintimidasi, atau menjadi sasaran. Anggota tidak boleh tidak hadir pada pertemuan tatap muka, sebab sudah ada rencana yang jelas dan disetujui oleh kedua belah pihak," bunyi poin dalam halaman kebijakan perusahaan.
Selain ghosting, para anggota Bumble juga tidak boleh melakukan hal-hal berikut ini:
- Terlibat dalam perilaku intimidasi, meremehkan, menghina, mengejek, menjelek-jelekkan, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat seseorang
- Membuat komentar body shaming
- Mendukung tindakan kekerasan dalam bentuk apapun yang bisa mengakibatkan cedera maupun tidak
- Terlibat dalam pelecehan dan/atau manipulasi emosional
- Mengulangi kontak online yang tidak diinginkan dalam bentuk apapun
- Menyalahkan, mempermalukan, atau menargetkan seseorang berdasarkan statusnya sebagai korban kekerasan seksual, eksploitasi seksual, pelecehan seksual, dan kekerasan rumah tangga
- Menyebarluaskan informasi kontak pribadi seseorang seperti foto atau informasi pengenal pribadi lainnya tanpa persetujuan yang bersangkutan
- Membuat profil dengan niat jahat untuk mempublikasikan konten yang memfitnah seseorang
- Membagikan konten yang tidak menghormati korban, penyintas, atau keluarga yang terkena dampak bunuh diri, melukai diri sendiri, atau gangguan makan
Meskipun menghapus profil seseorang di aplikasi cukup mudah, tapi itu bukan jawaban untuk menyembuhkan rasa sakit hati. Tak masalah untuk merasa tidak dianggap dan diperlakukan tidak adil, sebab kamu adalah individu yang punya hak yang sama dengan orang lain. Melaporkan pelaku juga bentuk pertolongan yang bisa kamu lakukan kepada calon korban lainnya.
(DIR/alm)