Kemenangan Zohran Mamdani sebagai Wali Kota New York menjadi babak baru dalam sejarah kota paling plural di dunia. Bagaimana tidak, dia adalah seorang Muslim dari keturunan Asia Selatan pertama dan seorang sosialis dari Partai Demokrat yang berhasil menduduki jabatan tersebut.
Menariknya, salah satu sosok di belakang layar yang kini banyak disorot oleh media justru adalah Rama Duwaji - istri sekaligus seorang seniman ilustrator yang juga membantu membentuk visual kampanye Zohran Mamdani dari ikonografi hingga desain tipografi. Visual kampanye tersebut menampilkan perpaduan warna orange-kuning khas kartu MetroCard, biru New York Mets untuk bayangan dan latar belakang serta semburat merah khas rumah pemadam kebakaran.
Dalam laman Instagramnya, Zohran Mamdani pun menuliskan jika istrinya seorang seniman luar biasa. "Rama isn't just my wife, she's an incredible artist who deserves to be known on her own terms."
Zohran Mamdani dan Rama Duwaji bertemu melalui aplikasi kencan Hinge pada tahun 2021, kencan pertamanya dilakukan dengan makan bersama di Qahwah House kedai kopi Yaman Brooklyn. Kencan keduanya, dilakukan dengan berkeliling distrik legislatif di Astoria Queens. Lalu beberapa tahun kemudian, mereka melangsungkan pertunangan di Dubai pada bulan Oktober tahun 2024 dan menikah pada bulan Februari tahun 2025.
Sementara pada malam kemenangan sang suami, Rama Duwaji memilih tampil dengan gaun hitam elegan dari Zeid Hijazi, seorang desainer Palestina-Yordania. Menurut marieclaire.com, pilihan atasan ini menjadi representasinya sebagai seniman dan ilustrator sedangkan untuk bawahannya, dipadukan dengan rok hitam bertekstur beludru rancangan desainer independen Ulla Johnson.
Sebagai seorang seniman Rama Duwaji banyak mengangkat tema-tema kemanusiaan, identitas dan komunitas dalam setiap karya-karyanya. Menghubungkan warna hitam-putih, membentuk sketsa dan animasi pendek. Hal ini sebenarnya tidak luput dari latar belakangnya.
Rama Duwaji dan Zohran Mamdani/ Foto: Getty Images |
Bahasa Kemanusiaan dalam Karya Seni Rama Duwaji
Rama Duwaji lahir di Houston Texas dalam keluarga keturunan Suriah. Masa kecilnya dihabiskan di Amerika hingga usianya sembilan tahun dan setelah itu keluarganya pindah ke Dubai. Perpindahan ini menandai titik penting dalam perjalanan karya seninya. Berdasarkan wawancara dengan shado-mag.com, Rama Duwaji menceritakan tentang bagaimana identitasnya sebagai seorang yang berasal dari Timur Tengah dan besar di Barat.
"Saya tinggal di GCC selama 10 tahun sebagai Amreekiya (orang Amerika) tapi sepenuhnya Suriah, saat itu rambut saya lebih terang, memiliki ide-ide Barat dan tidak bisa berbicara Arab dengan lancar. Rasa identitas saya terguncang, merasa berpegang pada identitas Timur Tengah sehingga apa pun itu pasti mempengaruhi karya saya secara signifikan," ungkapnya.
Perempuan berambut pendek itu menempuh pendidikan di Virginia Commonwealth University School of Arts di Qatar, sebelum pindah ke kampus Richmond untuk menyelesaikan gelar S1 nya. Lalu melanjutkan gelar masternya dengan mengambil jurusan Ilustrasi Esai Visual dari School of Visual Arts di New York. Latar pendidikan lintas benua ini membentuk sudut pandangnya dalam menggabungkan tradisi Timur dengan dinamika modernitas Barat melalui seni ilustratornya.
Dalam karyanya, Duwaji kerap menggunakan warna hitam dan putih seperti, menggambar perempuan Timur Tengah, migrasi dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Wajah-wajah perempuan Timur Tengah baik yang hidup dalam bayang-bayang konflik maupun yang berjuang menemukan tempatnya di dunia modern sekaligus menghadirkan narasi sosial di balik setiap karyanya.
Karya seninya pun telah banyak dipublikasikan di berbagai media besar seperti BBC, The Cut, Vogue, The New Yorker, The Washington Post dan Tate Modern. Salah satu seri ilustrasinya menyoroti tentang krisis kemanusiaan di Gaza melalui animasi pendek untuk menggambarkan kehidupan seorang perempuan yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel.
"Jika dengan banyaknya orang yang dipaksa keluar dan dibungkam karena ketakutan, satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah menggunakan suara saya untuk berbicara tentang apa yang terjadi di AS, Palestina dan Suriah," kata Duwaji dalam wawancara bersama Yung Magazine.
Selain tentang konflik negara Timur Tengah, ada pula tema lain yang diangkat sebagai karya seninya seperti gangguan citra tubuh, stigma kesehatan mental di komunitas Timur Tengah. Bertujuan agar para perempuan dapat menerima fitur-fitur di luar standar kecantikan Eurosentris.
Berdamai dengan tubuh mereka, identitas mereka serta mencintai diri sendiri. Hal ini menegaskan bahwa karyanya selalu mencerminkan situasi sosial di sekitar untuk memunculkan rasa empati melalui garis dan animasi yang digunakan sebagai alat.
Termasuk pada bagian Gen Z ia memahami, bagaimana dunia digital mengubah cara seniman berkomunikasi dengan publik. Aktif membagikan karya di platform media sosial, memanfaatkan ruang digital untuk membangun kesadaran akan isu kemanusiaan global. Salah satunya inisiatif lainnya yaitu dengan menggambar ilustrasi bertulisan "Eye on Sudan" yang menyoroti krisis di Afrika Timur.
Jembatan Timur dan Barat
Karya-karya Rama Duwaji menampilkan kompleksitas manusia dan pertemuan budaya. Menjembatani Timur dan Barat, mengusung nilai-nilai empati, identitas serta harapan. Di tangannya seni menjadi bahasa universal yang menembus batas politik dan geografi.
Pengalaman yang tumbuh sebagai diaspora memberikan kepekaan terhadap isu sosial yang terjadi terutama di Timur dan Barat. Ketegangan identitas ini melahirkan gaya visual khas, minimalis serta sarat akan emosi.
Rama Duwaji mengingatkan, bahwa menyuarakan krisis kemanusiaan tetap bisa digambar, diingat, dirayakan. Karya seni hitam putihnya mencerminkan dan menghadirkan ruang bagi dunia untuk kembali menuangkan rasa peduli terhadap penderitaan yang dirasakan oleh orang lain. Kala dunia mudah terpecah oleh identitas politik dan terpolarisasi, ia menunjukkan bahwa seni bagian dari bentuk ekspresi dan cara untuk memahami manusia.
Penulis: Ayu Puspita Lestari
Editor: Dian Rosalina
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*
(ktr/DIR)
Rama Duwaji dan Zohran Mamdani/ Foto: Getty Images