Inspire | Human Stories

Gajah Hanya Ingin Pulang, Tapi Rumah Habis Ditebang

Senin, 28 Jul 2025 18:10 WIB
Gajah Hanya Ingin Pulang, Tapi Rumah Habis Ditebang
Ilustrasi Gajah Sumatera yang terancam punah. Foto: Shutterstock
Jakarta -

Tak pernah terbayangkan oleh Jumadi seorang pawang gajah (mahout) harus kehilangan sahabat kesayangannya, Rahman, seekor gajah jinak yang selalu ditemaninya di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Riau. Januari 2024 lalu, Jumadi mendapati Rahman sudah tergeletak lemas dengan gading kiri yang hilang.

Meski petugas TNTN dan dokter hewan langsung datang ke lokasi, nyawa gajah yang dikenal sebagai pencegah konflik itu tidak terselamatkan. Pihak TNTN mengatakan bahwa Rahman diracun terlebih dahulu sebelum dipotong gadingnya. Di sekitar lokasi, mereka menemukan barang-barang yang diduga digunakan pemburu untuk melumpuhkan Rahman.

Dibunuhnya Rahman adalah satu dari banyaknya kisah pilu kematian gajah-gajah di Indonesia lainnya yang terus berulang. Yayasan Auriga Nusantara mencatat bahwa 183 ekor Gajah Sumatera mati antara 2010 hingga 2022 dengan perburuan dan diracun sebagai penyebab kematian terbanyak.

Penetapan status kritis (critically endangered) terhadap Gajah Sumatera oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan statusnya yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tidak mampu mencegah menurunnya populasi gajah akibat perburuan.

Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) menyebut populasi gajah sumatera menurun drastis dalam kurun tiga dekade terakhir. Dari 2.800 hingga 4.800 ekor di tahun 1980-an, FKGI memperkirakan hanya tersisa 1.087 hingga 1.606 ekor di tahun 2019, seperti dikutip DW Indonesia.

Bukan Konflik Gajah dan Manusia

Perburuan gading gajah memang berkontribusi terhadap menurunnya populasi gajah. Namun demikian, faktor terbesar dan paling mendesak adalah hilangnya habitat gajah dari tahun ke tahun. Di TNTN Riau, misalnya, kondisi ini sangat terasa. Dari total 81 ribu hektar yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi, hanya sekitar 13 ribu hektar hutan alami yang tersisa. Sebagian besarnya telah mengalami deforestasi akibat pembukaan lahan sawit dan pemukiman warga.

Kondisi serupa juga terjadi di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi. Organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat ratusan ribu hektar hutan telah dikonversi menjadi izin perkebunan monokultur dan hutan tanaman industri.

Dalam skala yang lebih besar, gambaran hilangnya habitat gajah semakin mencemaskan. Sebelumnya, terdapat 44 kantong habitat gajah di seluruh Sumatera, namun sepanjang 2011-2017 terjadi kepunahan lokal pada 20 kantong habitat gajah.

Perubahan lanskap alam ini berdampak pada terbatasnya ruang jelajah gajah dan berkurangnya sumber makanan sehingga mereka terpaksa masuk ke kebun-kebun warga untuk mencari makan.

Warga pun menggunakan berbagai cara mengusir gajah, misalnya menyalakan obor atau petasan untuk mengusir kawanan gajah dari kebun-kebun mereka, namun tidak berhasil. Akhirnya, mereka menggunakan pagar listrik sebagai langkah putus asa. Di situasi seperti ini, gajah dua kali menjadi korban. Di satu sisi mereka kehilangan rumah, di sisi lain mereka dicap sebagai hama oleh warga.

Maka, tidak seperti berita-berita yang selama ini kita dengar bahwa "gajah masuk ke pemukiman dan merusak kebun warga", sebenarnya gajah hanya sedang bertahan hidup. Nahas, manusia malah menyalahartikannya.

Gajah Terdesak, Gajah Berubah

Gajah adalah hewan cerdas dengan daya ingat tajam. Mereka hafal jalur lintasan migrasi yang sama dari generasi ke generasi. Namun saat menyusuri lintasannya hari ini, mereka hanya menemukan pemukiman warga, pagar-pagar listrik, jalan raya, dan lahan-lahan yang ditanami kelapa sawit.

Meskipun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh telah berulang kali mengingatkan warga tentang lintasan gajah ini, warga acap tidak menghiraukan. Akibatnya, pada 2023 seorang warga meninggal dunia setelah diserang gajah liar yang kebetulan sedang melewati lintasannya.

Namun, perubahan lanskap alam besar-besaran dan krisis iklim membuat gajah terpaksa beradaptasi dan mengubah perilakunya.

Pada 2021, ilmuwan dikejutkan dengan migrasi kawanan gajah di Cina yang tidak biasa. Mereka menempuh perjalanan sejauh 500 km, melintasi pemukiman padat penduduk, masuk ke toko-toko, dan menerobos pintu-pintu rumah. Foto mereka yang sedang tidur di hutan sempat viral di seluruh dunia.

Inilah lintasan gajah terpanjang yang pernah diketahui. Ilmuwan menduga kawanan ini mengambil jalur lintasan yang ekstrem untuk mencari sumber makanan baru lantaran sumber makanan di habitat asli mereka sudah habis. Namun, ini bukan satu-satunya perubahan gajah.

Akibat gadingnya sering diburu manusia, gajah di Mozambique berevolusi dengan melahirkan keturunan tanpa gading agar memiliki peluang bertahan hidup lebih besar. Temuan terbaru mendapati sepertiga gajah betina terlahir tanpa gading. Fenomena serupa juga terlihat di Afrika Selatan. Sejak 2000-an, sekitar 98% dari 174 gajah betina di Taman Nasional Gajah Addo di Afrika Selatan terlahir tanpa gading.

Gajah adalah makhluk hidup seperti kita. Melakukan segala cara untuk bertahan hidup dan pulang ke rumahnya yang diwariskan turun-temurun. Meski cerdas, mereka tetaplah hewan yang hanya punya naluri, tak punya akal sehat. Bagaimana bisa gajah memahami mana yang boleh mereka tinggali mana yang tidak? Atau mana manusia jahat atau mana manusia baik?

Sebagai manusia yang diberikan akal sehat oleh Tuhan, semestinya kita memiliki banyak kuasa untuk bisa melindungi makhluk hidup yang memiliki keterbatasan. Perburuan gajah yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun adalah sebuah ironi yang semakin lama semakin nyata. Suatu hari, jika hilangnya habitat gajah dan perburuan tak kunjung usai, bukan tidak mungkin peribahasa "gajah mati meninggalkan gading" akan kehilangan maknanya.


Penulis: Arlandy Ghiffari
Editor: Dian Rosalina

*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS