Inspire | Human Stories

Mengapa Harus Takut Bahagia?

Senin, 23 May 2022 10:00 WIB
Mengapa Harus Takut Bahagia?
Foto: Pham Khoai/Pexels
Jakarta -

Setiap orang di dunia ini pasti ingin bahagia. Kebahagiaan merupakan salah satu pencapaian dalam hidup dan banyak orang mengaku mendapatkannya adalah kepuasan yang tidak bisa dibayar dengan apapun. Namun sebagian dari kita-bahkan saya sendiri-terkadang berpikir bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut punya harga yang mahal dan diikuti oleh malapetaka atau setidaknya kesialan.

Misalnya, beberapa orang mungkin percaya bahwa kekuatan seperti karma mempengaruhi kebahagiaan dan kemalangan kita. Sehingga kita pun menjadi takut untuk bahagia karena tidak ingin merasakan kesialan. Sebenarnya sah-sah saja bila kita mengalami perasaan tersebut, tapi bila terlalu berlebihan kemungkinan kamu mengalami sebuah fobia yang dinamakan Cherophobia atau kerofobia.

Kerofobia adalah fobia di mana seseorang memiliki keengganan irasional untuk bahagia. Istilah ini berasal dari kata Yunani, 'chero' yang berarti 'bersukacita'. Ketika seseorang mengalami kerofobia, mereka takut untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang oleh banyak orang dianggap sebagai kesenangan atau kebahagiaan. Kondisi ini pun masih menjadi misteri bagi banyak peneliti.

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), tidak mencantumkan kerofobia sebagai sebuah kelainan mental. Namun ada beberapa ahli kesehatan mental yang membahas ini dan bagaimana cara merawatnya.

Gejala Kerofobia dan Bagaimana Kita Mengatasinya

Beberapa ahli medis mengklasifikasikan kerofobia sebagai bentuk gangguan kecemasan. Dalam kasus ini, kecemasan terkait dengan partisipasi dalam kegiatan yang dianggap membuat kita bahagia. Tapi jangan salah, seseorang yang mengalami fobia ini belum tentu orang yang pemurung, tapi orang-orang yang menghindari aktivitas yang mengarah pada kegembiraan.

Gejalanya bisa dari kecemasan memikirkan pergi ke pertemuan sosial yang menyenangkan seperti pesta, konser atau acara serupa; menolak peluang untuk mendapatkan hidup yang lebih baik; dan menolak untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang bisa membuat orang lain merasa senang. Orang yang mengalami kondisi ini sebagian besar mungkin akan berpikir, menjadi bahagia artinya akan terjadi sesuatu yang buruk, kebahagiaan akan membuat kita menjadi orang yang jahat, menunjukkan kebahagiaan kepada orang lain akan dipandang sebagai orang yang tidak sensitif, dan mencoba untuk bahagia membuang waktu.

Penyebab kerofobia bisa berasal dari keyakinan jika sesuatu yang sangat baik terjadi pada seseorang, atau menjalani hidup dengan baik, peristiwa buruk pasti akan terjadi. Hal ini muncul mungkin berasal dari pengalaman masa lalu yang membekas menjadi trauma fisik dan emosional. Selain itu, seseorang yang introver lebih mungkin mengalami kerofobia.

Sebab kebanyakan orang introver sering terlihat reflektif dan pendiam. Mereka mungkin merasa terintimidasi atau tidak nyaman dalam kelompok, tempat yang bising, dan banyak orang. Tak hanya itu, tipe kepribadian seperti seseorang yang perfeksionis bisa mengalami kerofobia. Mereka mungkin merasa bahwa kebahagiaan adalah sifat yang dimiliki orang malas atau tidak produktif.

Meski kerofobia terlihat sebagai sebuah gangguan yang harus diatasi, sebenarnya belum ada obat yang disetujui atau perawatan definitif yang bisa dilakukan seseorang untuk mengobati kondisi tersebut. Namun perawatan yang mungkin disarankan adalah terapi perilaku kognitif, strategi relaksasi, hipnoterapi, atau lebih sering melihat peristiwa yang memicu kebahagiaan dan mengidentifikasinya sebagai sesuatu yang normal.

Selain itu, menjadi bahagia demi orang lain, bukan untuk diri sendiri bisa memutus siklus kecemasan dan ketidakbahagiaan. Disposisi positif memiliki dampak baik pada orang lain. Sebuah pujian bisa mengangkat suasana hati orang lain, dan optimisme bisa menanamkan harapan. Melihat bagaimana bahagia kita bisa bermanfaat untuk orang lain, bisa membantu kita bergerak untuk tidak lagi menahan sukacita. Pemikiran konstruktif dapat memandu kesadaran dan perilaku kita untuk memanfaatkan peluang untuk memperoleh asosiasi kebahagiaan yang sehat.

Tidak semua orang yang tidak menyukai kebahagiaan membutuhkan perawatan. Beberapa orang merasa lebih bahagia dan lebih aman ketika mereka menghindari kebahagiaan. Kecuali kerofobia mengganggu kualitas hidup dan kepribadian kita atau kemampuan untuk mempertahankan pekerjaan, kita mungkin harus mencari seorang profesional.

[Gambas:Audio CXO]



(DIR/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS