Inspire | Human Stories

Nama Saya: Sambadha Wahyadyatmika

Minggu, 28 May 2023 15:00 WIB
Nama Saya: Sambadha Wahyadyatmika
Foto: Coldiac
Jakarta -

"Gue tuh bingungĀ Coldiac itu bisa dibilang udah gede atau nggak," ucap Sambadha kepada saya di tengah-tengah proses interview. "Gue nggak pernah merasa ada milestone yang tiba-tiba besar. Semuanya step by step dari satu tangga ke satu tangga lagi."

Sambadha Wahyadyatmika menjadi salah satu figur yang lagi banyak dibicarakan lewat kiprahnya bersama Coldiac. Sebagai vokalis dan gitaris, Sambadha dan Coldiac yang juga digawangi oleh Mahatamtama Arya Adinegara (vokalis/gitaris), Derry Rith Haudin (keyboardist), dan Bhima Bagaskara (bass) berhasil menciptakan satu sound yang terus bertumbuh dari karya ke karya.

2023 menjadi tahun spesial bagi Coldiac yang memang lagi mempersiapkan album baru lewat teaser dalam dua single, "Hello to Goodbye" dan "Forever", yang lagi dan lagi, berhasil diterima pecinta musik tanah air. Kebesaran nama Coldiac semakin terasa karena mereka berangkat dari semangat DIY (do it yourself) yang diakui Sambadha masih tetap dilakukan untuk mendapatkan satu visi yang tepat sesuai mereka sendiri.

Menyelami Sambadha Wahyadyatmika

Apa yang ia lakukan dalam beberapa tahun terakhir membuat Sambadha terpilih untuk rubrik Nama Saya dari CXO Media. Untuk itu, saya ngobrol dengan Sambadha tentang masa kecilnya, "kecelakaan" yang membuatnya menjadi vokalis, dan mimpi besar yang ingin diwujudkan atas nama musik Indonesia.

Halo, Sambadha, lagi sibuk apa nih bareng Coldiac?

Coldiac lagi sibuk persiapan album aja sih karena banyak yang harus dilakukan, kayak rekaman, syuting video klip, terus bikin konsep untuk syutingnya juga. Kemudian siapin marketing plan juga karena Coldiac dari dulu sudah kebiasaan semuanya sendiri, kan. Jadi urusan marketing harus dipikirin dari jauh hari.

Kan tahun ini sudah rilis dua single, "Hello to Goodbye" dan "Forever", habis ini bakalan ada single lagi atau langsung album?

Masih ada beberapa single lagi sih menuju album, karena tracklist-nya lumayan banyak, sekitar 14 lagu. Jadi single-nya nggak bakalan dua doang.

Gue tuh penasaran sama arti nama lo. Sebenarnya arti nama Sambadha Wahyadyatmika apa sih?

Gue juga nggak paham arti nama gue apa. Bahkan pas gue cari di Google juga nggak ada. Emang nama yang jarang, kan. Tapi sempet nanya ke bokap artinya apa, ternyata artinya itu sahabat sejati. Jadi sebenarnya nggak cuma sekedar nyari arti yang pas, tapi kalau [di budaya] Jawa kan ada hitungannya sendiri. Kayak namanya dihitung, terus keluar angkanya berapa, dan segala macam. Nanti jatuhnya apa gitu, contoh kayak gunung atau samudera. Gue kasih contoh samudera itu kalau nggak salah pertemanannya luas. Jadi nama gue sendiri artinya sahabat sejati, terus temannya banyak dan rezekinya banyak.

Boleh ceritain gimana lo bisa menjadi musisi? Kapan saat lo mulai memutuskan untuk fokus ke musik di dalam hidup lo?

Gue tuh tumbuh di keluarga seni. Dari kecil gue sudah mengonsumsi seni-kayak seni lukis, seni tari, seni musik, seni sastra. Nyokap kan dosen sastra dan sempat menulis buku juga, sedangkan bokap sendiri guru seni di sekolah di Malang. Ditambah lagi mereka sempat mendirikan sanggar tari di salah satu kampus di Malang. Hobi kesenian orang tua gue jadi ke mana-mana, akhirnya gue lihat itu semua sejak kecil.

Nah, di rumah itu bokap bikin studio musik sebagai bagian dari seni. Sebenarnya gue dari kecil nggak terlalu tertarik sama seni. Gue agak dipaksa masuk ke bidang ini. Jadi kayak diajarin ngelukis, musik kayak les biola dan les piano. Apapun itu gue lakuin dan gue nggak suka. Gue lebih suka main bola. Pas mau lulus SD, gue diajak sama abang-abangan di studio gue. Gue diajak nonton konser Salam Lebaran kayak festival musik. Waktu itu gue lihat Eet Sjahranie dari Edane. Di situ gue melihat kok keren ya main gitar? Dari sana gue dikomporin buat main gitar biar makin disukai cewek-cewek pas SMP nanti. Gue pun makin terpacu main gitar sampai ikut kontes gitar.

Kalau jadi vokalis mulai kapan?

Sebenarnya kecelakaan, setelah album Coldiac pertama dirilis, vokalis awal kami melanjutkan S2 ke Belanda. Akhirnya gue dan Tama nyanyi daripada nyari orang baru yang belum tentu punya komitmen yang sama di band ini. Ternyata diterima dan alhamdulillah.

Gue tahu Coldiac baru beberapa bulan lalu dan jujur, gue langsung suka beberapa lagu kayak "Vow" sampai "Forever" yang baru kemarin dirilis. Sebenarnya gimana proses kreatif kalian?

Kalau bikin lagu sih semua bareng-bareng. Sebenarnya masing-masing dari Coldiac juga bikin lagu. Kalau gue direkam dulu di voice note misalkan ada chord atau nada yang seru. Kemudian, diperdengarkan ke anak-anak, dikembangin lagi. Kalau memang udah oke, jadi deh satu lagu.

Masing-masing personil Coldiac ada part berbeda. Tama karena produser jadi juga fokus ke sound design, kalau Derry lebih dua kaki-bisa songwriting atau diproduksinya bareng Bima. Bisa juga saling tukar posisi tergantung kondisi.

Gue penasaran juga sama lagu "Forever" yang vibe-nya beda banget sama lagu-lagu kalian yang lain. Itu kan memang tentang liburan ya. Akhirnya bisa jadi kayak gitu, gimana ceritanya?

Waktu itu Coldiac lagi satu minggu ke Bali dengan bawa semua alat rekaman untuk menyelesaikan album. Nah pas bikin "Forever" tuh lagi nyantai, nggak niat bikin lagu. Kita lagi santai di villa sambil Derry mainin playlist Jamaican gitu. Pas vibe-nya udah dapet, kami mulai pegang gitar, Derry nyanyi ke vibes ala Jamaican juga. Abis itu kami mikir, "Kok asyik ya bikin kayak gini?" Dari sana kami seriusin sampai malamnya kami sikat ngerjain "Forever".

Coldiac kan dari Malang. Lo ngelihat scene musik Malang tuh gimana?

Scene musik di sini ramai dan terus berapi-api. Gue melihat Malang nggak pernah kehabisan musisi-musisi baru. Cuma kesempatannya saja yang belum sebesar teman-teman di Jakarta untuk dilihat banyak orang. Untungnya, semangat mereka kayak bikin band dan gigs juga makin banyak muncul yang baru sih.

Di Coldiac kan ada dua vokalis, Sambadha dan Tama. Untuk pembagian vokal di lagu-lagu kalian tuh biasanya kayak gimana?

Sebenarnya warna suaranya beda ya. Tama itu lebih cowok dan bulat. Kalau gue lebih childish dan lebih halus. Ibaratnya Tama vokalis cowok, gue vokalis cewek. Terus Tama juga pasti ngambil yang suara falset. Gue sebenarnya nggak terlalu bisa falset jadi selalu Tama yang sikat. Tapi nanti di album baru Coldiac, gue bakalan explore vokal termasuk falset.

Lebih bagus suara lo atau Tama?

Lebih bagus suara Tama! Karena gue suka tipe suara Tama. Maksudnya kalau gue dengerin musik, gue suka karakter vokal kayak Tama.

Gue pernah denger Coldiac itu kayak The 1975, apa pendapat seorang Sambadha soal hal ini?

Mungkin kalau itu terjadi di awal karier Coldiac, gue menerima itu karena gue memang suka musiknya The 1975. Tapi kalau ada yang bilang plagiat itu sih yang bikin gue agak gimana. Karena konteksnya beda kalau lo memang terinspirasi dengan lo plagiat. Kalau album pertama terkesan mirip The 1975, okelah itu proses kami belajar karena semua dikerjain sendiri tanpa produser. Cuma makin ke sini Coldiac sudah mengeluarkan warnanya sendiri hingga punya ciri khas yang Coldiac banget. Jadi pada akhirnya, proses belajar Coldiac bisa orang lihat dari karya kami dari awal hingga sekarang.

Balik lagi ke sosok Sambadha, lo kan nyanyi sambil main gitar, siapa sih inspirasi lo?

Sosok vocalist gue suka Freddy Mercury dari Queen, kalo yang satu band kompakan suka sepertinya Dewa 19, karena semua anak Coldiac dengerin.

Pas SMP gue tuh suka musik Jepang kayak Laruku. Jadi gue cukup tumbuh dengan lagu-lagu Jepang, sampe akhirnya nyangkut ke musik city pop kayak Tatsuro Yamashita, jadi kalo Coldiac sempet dibilang sebagai band city pop Indonesia, menurut gue itu wajar.

Sebagai frontman, apa challenge terbesar yang pernah lo alami?

Hahaha ini pertanyaan yang susah karena gue nggak mau self-proclaim sebagai frontman. Cuman mungkin gue yang paling sering ngomong di depan media atau di atas stage. Jadi kalau dibilang jadi juru bicara Coldiac, challenge-nya itu gue harus keep connect dengan pendengar Coldiac. Gue selalu berusaha memberikan something new kepada mereka. Bahkan hal-hal negatif juga impact-nya langsung ke gue.

Jadi lo itu extrovert?

Gue basic-nya extrovert ya. Pas kecil gue extrovert banget. Temen gue banyak dari segala kalangan, sampai tukang parkir juga ngumpul bareng. Tapi semakin ke sini, lebih balanced ya soalnya energinya harus dibagi ke beberapa hal.

Sebenarnya kepikiran bikin solo album gak sih?

Gue nggak pernah kepikiran karier solo sih karena gue emang suka nge-band. Di situ lo bisa ngumpul sama banyak orang, bisa bertukar pikiran, dan segala macamnya. Bahkan sama bantu untuk ngerem lo juga.

Apa mimpi terbesar seorang Sambadha dan Coldiac di musik?

Pertama, bisa dinikmati semua masyarakat Indonesia walaupun liriknya bahasa Inggris. Kedua, gue pengen Coldiac bisa didengar seluruh dunia dan bisa menginspirasi teman-teman di luar Jakarta yang mungkin berpikir susah sukses di musik karena tidak pun fasilitas, privilege, dan koneksi. Gue pingin Coldiac memberikan semangat itu ke temen-temen di daerah. Lo tuh bisa punya kesempatan yang sama kayak Coldiac. Semoga orang-orang yang berkesenian di non-kota besar bisa menggerakkan industrinya. Dan semoga gue bisa punya kekuatan yang bisa ngebantu teman-teman di daerah, entah apapun itu bantuannya.

***

Sambadha's Picks:

5 lagu favorit saat ini
1. Panji Sakti - "Jiwaku Sekuntum Bunga Kamboja"
2. The 1975 - "When We Are Together"
3. Petra Sihombing - "Apa"
4. Sean Lennon - "Parachute"
5. The Beatles - "Blackbird"

5 makanan paling lo suka
1. Bakso
2. Batagor
3. Makaroni pedas
4. Coto Makassar
5. Pecel lele

[Gambas:Audio CXO]

(tim/alm)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS