Inspire | Human Stories

TAKBIR Ep. 10: Mengecap Nuansa Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Jumat, 28 Apr 2023 18:30 WIB
TAKBIR Ep. 10: Mengecap Nuansa Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Foto: CXO Media/Audy Azwar
Jakarta -

Bilamana pesisir selatan Pulau Jawa menyimpan seutas rasa yang mistikal dan misterius, maka lain cerita dengan pesisir sebelah atas alias utara. Sebab dari jantung jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa, atau tepatnya kota Cirebon, aroma spiritual dan religius masyarakat Pulau Jawa—juga Indonesia—mulai bereembus.

Sebagaimana paragraf pembuka di atas, perjalanan TAKBIR (Ta'lim Keliling Bulan Suci Ramadan) dariCXO Media kali ini mampir ke kota Cirebon, Jawa Barat. Tempat di mana peradaban Islam di tanah Jawa mulai berembus kencang. Suatu pernyataan yang bisa dibuktikan dengan mudah, lewat berdirinya Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang bermukim di salah satu sudut KeratonKasepuhan, Cirebon.

Salah satu pintu Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat.Salah satu pintu Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Dikenal pula sebagai Masjid Agung Cirebon, Masjid Sunan Gunung Jati, hingga Masjid Pakungwati—karena dahulu kawasan tersebut dikenal dengan nama Keraton Pakungwati—Masjid ini mulai dibangun sekitar tahun 1480 M, atau pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, dengan inisiasi dari Nyi Ratu Pakungwati.

Uniknya, Masjid tertua di Cirebon ini dibangun secara bergotong royong, melibatkan Sunan Kalijaga dan para wali (Walisongo), Raden Patah dari Demak, Raden Sepat dari Majapahit, hingga ratusan santri. Tak pelak, rakyat Cirebon memaknai Masjid Agung Sang Cipta Rasa lebih dari cagar budaya yang sarat sejarah, namun lengkap dengan ragam tradisi dan kesakralan rasa yang terdapat di dalamnya.

Bangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Secara garis besar, bangungan Masjid Agung Sang Cipta Rasa terdiri atas tiga bagian. Yakni, bangunan utama, serambi bagian dalam, dan serambi luar. Tampak masjid ini pun cukup setipe dengan masjid klasik lainnya di Nusantara dan Pulau Jawa: beratap limas bersusun, tanpa kubah, dan dilintangi kayu-kayu lebar yang bertindihan.

Masjid ini memiliki enam buah pintu pada tembok-tembok di sekeliling. Tiga di sebelah timur, dan masing-masing satu di sudut utara, barat, juga tengah, dengan gerbang utama berhiaskan sayap bersusun tiga pada bagian puncak, lengkungan bercorak candi laras, lengkap dengan gapuraberkaligrafi.

Bagian dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat.Bagian dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Sementara pada beberapa bagian dinding lain, terlihat kontur arsitektur bercorak Oriental lewat hiasan porselen buatan China berwarna merah dan biru dari masa Dinasti Ming. Secara lebih menyeluruh, aksen merah bata tampak dominan di bagian Masjid. Hal ini diperkuat dengan plitur di tiang-tiang kayu, juga warna senada di bagian lantai.

Bangunan utama Masjid Agung Sang Cipta Rasa berbentuk persegi panjang dan terbagi menjadi enam ruangan. Sepenglihatan mata, berdiri puluhan tiang kokoh berbahan kayu yang menyangga bagian langit-langit. Konon pilar-pilar utama ini dinamakan soko guru, terbuat dari kepingan kayu yang diikat, dan dikenali sebagai soko tatal, atau tiang yang dibuat dari serpihan kayu.

Pada ruang utama masjid, terdapatmihrab, mimbar, danmaksurah.Mihrabnya dihiasi motif bunga matahari dengan lidah api, sulur-sulurtersanggah tiang, dan berbentuk lengkungan. Di sebelah utaranya, terduduk mimbar Masjid Agung Sang Cipta Rasa bernama Sang Rengga (Renggakosa).

Mimbar Rengga di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat.Mimbar Rengga di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Kemudian, terdapat dua maksurah atau pagar berbentuk palang kayu untuk tempat salat. Maksurah yang berada di sisi kiri mimbar dinamakan maksurah Sultan Kasepuhan dengan pintu masuk pada sisi barat; sedang maksurah di sebelah selatan dikenal sebagai maksurah Sultan Kanoman.

Untuk bagian serambi, terpecah menjadi dua. Serambi dalam dan luar. Bagian dalam terbagi menjadi serambi barat; serambi selatan (Prabayaksa), serambi timur (Pemandangan), dan serambi utara yang dilengkapi sebilahrotan—yang konon berfungsi sebagai penjemur baju SunanKalijaga—lengkap dengan dudukan bedug.

Tampak Serambi Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat.Tampak Serambi Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Beralih ke serambi luar, bagiannya terdiri atas serambi timur, selatan, dan utara. Serambi timur berwujud dua persegi panjang berubin merah tua tanpa dinding, dan beratapkan limas. Lalu, serambi selatan berfungsi sebagai tempat shalat kaum perempuan (pawastren), sementara serambi utara bersanding serambi Pemandangan (bagian timur dalam).

Area sumur di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat.Area sumur di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Kompleknya yang boleh disebut cukup luas juga memuat sumur, yang konon menjadi area bersuci para Sunan. Di lain sisi, terdapat pula area makam Sunan Gunung Jati berikut keturunannya, yang apik dipelihara oleh 12 orang juru kunci.

Sarat rasa, sarat nilai
Nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki maknanya tersendiri. Arti katanya berpaku pada arti masing-masing kata. 'Sang;mengejawantahan kemegahan makna dari Ke-'Agung'-an, 'Cipta' berarti sesuatu yang dibangun, dan 'Rasa' berarti digunakan.

Salah satu papan informasi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat.Salah satu papan informasi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Masjid Agung Sang Cipta Rasa memang legendaris. Selain menyimpan sejarah yang kental, bagian dan aktivitas di dalamnya juga menyiratkan nilai-nilai tertentu. Mulai dari mimbar bernama Sang Rengga (Renggakosa), serambi Prabayaksa dan Pamandangan, bedug berjulukan Sang Guru Mangir yang dibuat langsung oleh Sunan Kalijaga, hingga pintu utama bernama Narpati.

Di samping itu, Masjid Agung Sang Cipta Rasa juga dikenal dengan 12takmir yang bertugas. Mereka diangkat melalui prosedur kesultanan yang terjaga dan memegang jabatan-jabatan tertentu. Mulai dari lima orang petugas pemeliharaan (marbot), empat muazin, dan tiga khatib. Secara sistemik, 7 dari 12 orang tersebut akan melantunkan tradisi adzanpitu di setiap waktu salat tiba.

Tempat adzan pitu biasa dikumandangkan (Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat).Tempat adzan pitu biasa dikumandangkan (Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat)./ Foto: CXO Media/Audy Azwar

Tradisi adzan pitu sendiri merupakan khas Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang berasal dari cerita masa lampau, di mana para wali mendapat petunjuk dari Allah (melalui salat istikharah) untuk mengumandangkan tujuh adzan berbarengan demi mengentaskan permasalahan yang menyerang keraton.

Di bulan puasa sendiri, Masjid yang dapat menampung hingga 3000 orang jemaah tersebut memfasilitasi kegiatan ibadah berjemaah masyarakat, sedari Tarawih 23 rakaat, iktikaf, hingga prosesi takjil dan sahur bersama. Selain dipergunakan untuk beribadah, salah satu bangunan paling penting bagi peradaban Islam di tanah Jawa ini juga sering dikunjungi untuk wisata sejarah dan takziah.

[Gambas:Audio CXO]

(RIA/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS