Inspire | Human Stories

The Outlaw Ocean Project: Ketika Jurnalisme Menghasilkan Musik

Rabu, 16 Nov 2022 16:00 WIB
The Outlaw Ocean Project: Ketika Jurnalisme Menghasilkan Musik
Foto: The Outlaw Ocean Project
Jakarta -

Grup musik alternatif Stars and Rabbit baru saja merilis EP terbaru berjudul Far Away From Land. Rilisan ini terbilang cukup unik, dan yang jelas berbeda dari karya-karya mereka sebelumnya. Sebab, EP ini merupakan hasil kolaborasi bersama Ian Urbina, jurnalis investigasi pemenang Pulitzer Prize yang menulis buku The Outlaw Ocean.

Dalam bukunya itu, Ian Urbina menuliskan hasil investigasinya selama 5 tahun mengenai kejahatan kemanusiaan yang terjadi di laut lepas, dan Far Away From Land adalah buah dari interpretasi terhadap produk jurnalistik tersebut. Hasilnya adalah 3 lagu berjudul "13 Miles Offshore", "While We Beat the Waves", dan "Soul Whispers", yang masing-masing menggambarkan perasaan rindu terhadap rumah dan daratan.

[Gambas:Instagram]

Stars and Rabbit bukanlah satu-satunya musisi yang terlibat dalam proyek kolaborasi ini. Setelah menerbitkan buku, Ian Urbina melanjutkan inisiatifnya dengan mendirikan organisasi non-profit bernama The Outlaw Ocean Project yang menghasilkan berbagai produk multimedia dengan menggandeng jurnalis, musisi, dan seniman mural. Untuk kolaborasi musik sendiri, ada 382 musisi lintas genre dari berbagai negara di seluruh dunia yang terlibat. Melihat besarnya skala kolaborasi yang telah diwujudkan, inisiatif yang dilakukan The Outlaw Ocean Project menjadi menarik untuk disimak.

Kisah-kisah dari Laut Lepas
Bagi beberapa orang, laut adalah simbol kebebasan. Namun karena kebebasan itulah, laut menjelma menjadi tempat paling menyeramkan di dunia-sebab di laut hukum yang berlaku adalah hukum rimba. Samudera yang luas telah menjadi lokasi dari berbagai kejahatan dan pelanggaran HAM; mulai dari teror bajak laut, kapal ikan ilegal, hingga pencemaran limbah. Di tengah kejahatan-kejahatan itu, kelompok paling rentan harus menghadapi kejamnya lautan; mereka adalah orang-orang yang rentan dieksploitasi seperti korban perdagangan manusia dan para pekerja migran yang menjadi buruh kapal.

Luasnya lautan menjadi alasan mengapa kawasan ini adalah tempat yang paling sulit untuk dijangkau dan diawasi oleh institusi di daratan. Akibatnya, ada banyak kasus kejahatan di laut yang tak terdokumentasikan dan lolos dari pantauan aparat dan media. Salah satu contohnya adalah kasus kematian ABK Indonesia di kapal ikan Tiongkok yang jenazahnya dibuang ke laut tahun 2020 silam. Ia diduga mendapat perlakuan buruk di kapal, seperti dipaksa bekerja 18 jam sehari, menerima upah yang tidak layak, dan diskriminasi.

Dugaan mengenai perbudakan dan perlakuan tidak manusiawi kepada buruh kapal adalah sesuatu yang sudah beberapa kali tercium oleh media. Namun hingga kini, belum ada informasi yang mengungkap seberapa masifnya praktik pelanggaran HAM yang terjadi di lautan. Padahal menurut laporan Destructive Fishing Watch, dalam rentang waktu November 2019 hingga Maret 2021 saja sudah ada 35 ABK Indonesia yang meninggal di perairan luar negeri. Berdasarkan jumlah ini, terlihat bahwa kasus di atas hanyalah puncak dari gunung es yang belum terjangkau oleh publik dan media. Inisiatif yang dimulai oleh Ian Urbina melalui The Outlaw Ocean Project berupaya untuk mengisi kekosongan tersebut.

[Gambas:Youtube]

Kolaborasi Jurnalis dengan Musisi
Berawal dari jurnalisme investigasi, The Outlaw Ocean Project akhirnya menjadi proyek kolaborasi lintas disiplin yang bercerita melalui berbagai medium; mulai dari reportase, podcast, musik, hingga mural. Dengan keberagaman medium ini, isu yang diangkat oleh Ian Urbina menjadi semakin mudah untuk disebarluaskan. Perihal kolaborasi dengan para musisi, harus diakui bahwa ini adalah strategi yang menarik untuk menggaet perhatian publik. Apalagi, musik memiliki kekuatan untuk menyentuh para pendengar di level yang lebih personal.

Keterlibatan Stars and Rabbit dalam kolaborasi ini juga sangatlah krusial. Di Indonesia, isu mengenai kejahatan di laut lepas seringkali tenggelam dalam berita-berita lain yang lebih sensasional. Hal ini sebenarnya ironis, mengingat kita seringkali membanggakan diri sebagai negara maritim. Namun, dengan adanya musisi dalam negeri yang mau mengangkat permasalahan ini ke dalam karyanya, isu ini diberikan kesempatan untuk sampai ke telinga banyak orang.

Sudah ada banyak karya jurnalistik yang berbicara mengenai musik, tapi tak banyak karya musik yang terinspirasi dari jurnalisme. Kolaborasi antara jurnalis dan musisi dalam proyek ini membuktikan bahwa musik bisa menjadi medium alternatif untuk menyampaikan realita yang selama ini lebih sering tertuang dalam bentuk tulisan. Realita yang terjadi di laut lepas mungkin terasa jauh dan asing, namun The Outlaw Ocean Project berhasil mendekatkannya kepada kita semua.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS