Inspire | Human Stories

Mengapa Orang Jakarta Masih Kurang Bahagia?

Senin, 14 Feb 2022 17:00 WIB
Mengapa Orang Jakarta Masih Kurang Bahagia?
Foto: KIRA/PEXELS
Jakarta -

Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan hidup seseorang dan menjadi sesuatu hal yang penting. Berbagai cara dilakukan oleh orang-orang untuk mencapai kebahagiaan versi mereka masing-masing. Mulai dari berlibur, melakukan hal-hal yang disukai, pindah dari desa ke kota, dan masih banyak lagi.

Namun, melakukan ini-itu nyatanya tidak selalu membuat kebahagiaan kita terwujud, terlebih bagi masyarakat ibu kota. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dari survei yang dilakukan untuk menunjukkan Indeks Kebahagiaan tahun 2021, Provinsi DKI Jakarta berada di urutan ke-27 dari 34 provinsi di Indonesia. Bahkan dibandingkan survei tahun 2017, sebelum pandemi melanda, orang Jakarta masih berada di urutan bawah.

Pada 2017, angka kebahagiaan orang Jakarta berada pada 71,33 poin, sementara pada 2021, indeks kebahagiaan justru turun menjadi 70,68 poin. Lantas, apa yang membuat orang Jakarta tidak bahagia?

Faktor yang mempengaruhi ketidakbahagiaan orang Jakarta

Sebenarnya sudah sejak lama Jakarta menjadi salah satu kota dengan tingkat kebahagiaan penduduk yang rendah. Bahkan CNN Travel pernah memasukkan Jakarta dalam daftar kota paling dibenci di seluruh dunia. Bila kita melihat dari tata kota, Jakarta menjadi salah satu kota dengan penataan terburuk di dunia menurut survei pada Agustus 2021.

Menurut situs arsitektur Rethinking The Future (RTF), DKI Jakarta berada di posisi pertama dari 10 Kota dengan Perancangan Tata Perkotaan Urban Terburuk. Mereka menilai bahwa pembangunan infrastruktur Jakarta semakin kacau dan tak tertata. Mulai dari kondisi jalan raya, penataan lokasi gedung-gedung tinggi yang tak sesuai, kurangnya lahan terbuka hijau, sampai fasilitas trotoar yang masih kurang baik.

Belum lagi permasalahan polusi, macet, dan banjir yang seakan tak pernah menemui titik terang membuat warga Jakarta semakin tidak bahagia. Belum lagi penanganan pandemi COVID-19 yang belum maksimal. RTF menilai, perencanaan perkotaan yang kacau dan tak terencana membuat kualitas hidup di Jakarta menjadi buruk. "Ruang hijau terbuka yang tidak memadai, kemacetan yang ekstrem, dan urbanisasi yang tak terencana menjadi faktor pada situasi buruknya kualitas hidup di sana (Jakarta)," tulis RTF.

Sosiolog, Imam Prasodjo pun menjelaskan, bisa dengan bebas mengekspresikan diri menjadi salah satu kunci seseorang lebih bahagia. "Jika Jakarta punya ruang publik yang nyaman dan semua orang bisa berpartisipasi dan menunjukkan rasa toleransi, maka akan muncul kebahagiaan yang lengkap dalam diri warga Jakarta," tambahnya.

Namun, bukan hanya itu saja Jakarta menjadi tempat yang kurang nyaman bagi penghuninya. Pernyataan RTF, nyatanya hampir serupa dengan pendapat orang-orang Jakarta. Dilansir Detik, masyarakat Jakarta berpendapat bahwa kemacetan, penataan kota yang kurang baik, dan kualitas transportasi Jakarta yang belum merata membuat warga merasa kurang bahagia.

"Kalau tinggal di Jakarta, jujur ketertiban lalu lintasnya, karena masih banyak yang melanggar lampu merah, menerobos jalur busway itu masih banyak. Ke depannya, 2022, pemerintah DKI bisa menengok masalah itu," ujar salah satu warga.

Akankah orang Jakarta semakin tak bahagia?

Menurut BPS, pada tahun 2021, Indeks Kebahagiaan penduduk perkotaan sebenarnya lebih tinggi 0,56 poin dibandingkan penduduk pedesaan. Apalagi menurut kelompok umur, generasi millenials atau kelompok umur 25-40 tahun memiliki Indeks Kebahagiaan Tertinggi pada 2021. Artinya masih ada harapan bagi orang Jakarta untuk bahagia.

Meski kini orang Jakarta menjadi salah satu warga yang kurang bahagia, tapi sebenarnya tingkat kebahagiaan orang Indonesia naik 0,80 poin dibanding tahun 2017 lalu. Jadi jangan berkecil hati, masyarakat Ibu Kota masih tetap bahagia seiring dengan peningkatan kualitas hidupnya.

[Gambas:Audio CXO]



(DIR/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS