Interest | Home

Eksperimen Kami: Mengunjungi 4 Pantai di Makassar dengan Jalan Kaki

Senin, 27 Feb 2023 19:00 WIB
Eksperimen Kami: Mengunjungi 4 Pantai di Makassar dengan Jalan Kaki
Foto: CXO Media/Hani Indita
Jakarta -

Sebagai ibukota Sulawesi Selatan yang memiliki jajaran perairan yang luas, wisata bahari menjadi daya tarik Kota Makassar. Dengan jarak pantai yang berdekatan layaknya pantai di Pulau Bali, muncul rasa penasaran tentang pesona wisata pantai yang tersebar di Makassar. Berbekal peta dari Google Maps, pantai-pantai di Makassar terasa sangat mungkin dijangkau dengan jalan kaki dari pantai ke pantai. Bermodal nekat, tekad, dan penasaran, saya pun menyusun rencana kecil-kecilan untuk menyusuri pantai ke pantai dengan jalan kaki tanpa adanya pengetahuan terdahulu mengenai medan yang akan saya tempuh.


Rute perjalanan sudah saya rangkai; berangkat dari Pantai Tanjung Bayang, naik sedikit ke atas untuk melihat Pantai Akkarena dan Pantai Bosowa yang kabarnya hanya dipisahkan oleh batu-batu pantai besar, hingga Pantai Losari, pantai legendaris Makassar yang akan menutup petualangan saya di siang bolong.


Kemajuan teknologi tak akan saya lewatkan, saya rasa cukup adil jika meminta bantuan ojek online untuk mengantar saya ke titik awal yang berada cukup jauh dari tempat penginapan. Pantai Tanjung Bayang terletak di bawah pesisir kota Makassar, sederet dengan Pantai Tanjung Layar Putih. Area Pantai Tanjung Bayang dikelilingi rumah-rumah warga setempat, sehingga akses masuk pun harus melewati perumahan dengan jalan yang tak lebih besar untuk satu mobil.

Pesisir Pantai Tanjung BayangPesisir Pantai Tanjung Bayang/ Foto: CXO Media/Hani Indita

Pantai ini memang seringkali dibanjiri pengunjung yang memang ingin melepas penat dengan bermain air di pantai. Awalnya saya mengira pantai ini akan dipadati oleh pengunjung karena segala aktivitas air yang aman untuk segala usia bisa dilakukan di Pantai Tanjung Bayang. Namun, itinerary yang tidak diolah lebih matang lagi membuat destinasi pertama saya tak berakhir sesuai ekspektasi.


Nyatanya, Pantai Tanjung Bayang ditutup sementara akibat adanya kenaikan gelombang air laut yang membuat kedai-kedai di sepanjang pantai hancur dan dikelilingi sampah yang berserakan. Sebelum kunjungan saya, Makassar belum lama ini mengalami banjir yang ternyata memengaruhi pesona pantai satu ini. Kecewa, tapi semangat tetap membara untuk berangkat menuju destinasi selanjutnya.


Perjalanan dari Pantai Tanjung Bayang menuju Pantai Akkarena memakan sekitar waktu 20 menit. Dengan jarak 2 km, saya pikir Pantai Akkarena bisa dicapai jika saya menelusuri Pantai Tanjung Bayang. Namun, keduanya berjarak cukup jauh dan sering dipisahkan oleh bebatuan pantai yang terlalu bahaya untuk dilalui.


Sehingga, jalan yang saya pilih adalah jalan raya. Ya, ini jauh dari ekspektasi saya karena minimnya info terkait kondisi lapangan. Meski demikian, saya tetap berjalan, melewati kendaraan yang berlalu lalang, perumahan masyarakat, dan lahan ruko yang masih kosong.


Dua kilometer memang bukanlah jarak yang seberapa, tapi teriknya Makassar yang datang dan pergi cukup membuat sekujur tubuh dibanjiri keringat. Sepatu yang saya pilih pun rasanya salah, sepasang Crocs dengan platform 3 cm ternyata lumayan mempengaruhi kondisi kaki jika diajak jalan terlalu lama. Ya, mau bagaimana lagi, nasi sudah jadi bubur. Saya tetap melanjutkan perjalanan walaupun sedikit menyiksa betis.

Segelas Pop Ice dingin di penghilang lelah di Pantai AkkarenaSegelas Pop Ice dingin di penghilang lelah di Pantai Akkarena/ Foto: CXO Media/Hani Indita

Akhirnya billboard bertuliskan Akkarena sudah terlihat batang hidungnya. Sepanjang pintu masuk ke Pantai Akkarena dipenuhi oleh jajaran pohon palem yang kembali meningkatkan semangat saya yang hampir padam. Hati kecil saya menari-nari sambil mencari tempat untuk beristirahat.


Beruntungnya, Pantai Akkarena menyediakan mini food court tepat di depan pantai. Secepat mungkin saya berlari menuju satu kedai tempat aneka pilihan rasa minuman sachet bertengger. Gubuk-gubuk kecil yang tersebar di sepanjang Pantai Akkarena menjadi tempat peristirahatan ditemani dengan segelas minuman perasa warna-warni yang dingin, hembusan angin laut, dan suara ombak yang saling berseteru.

Sinar matahari Makassar yang menusuk ke kulit ternyata punya pesonanya sendiri saat menyinari lautan. Gemerlap sinar di atas air berkilauan menjadi pemandangan yang cukup memuaskan bagi saya. Saat terik mulai reda, saya melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya, Pantai Bosowa.

Jaraknya tak sampai 500 meter, namun lagi-lagi, mereka dipisahkan oleh bebatuan yang memanjang hingga ke tengah laut. Alhasil, saya harus keluar area Pantai Akkarena dan memasuki area Pantai Indah Bosowa yang bersebelahan dengannya.


Jalanan yang ditumpuk bebatuan kecil perlahan berubah menjadi pasir laut berwarna hitam yang tersisip masuk ke dalamCrocs hitam yang saya kenakan. Sebuah keluarga memamerkan parasnya yang bahagia saat berlari-lari menuju dinginnya air, suara tabrakan ombak yang berpadu dengan suara girang mereka, membuat atmosfer di PantaiBosowa yang sangat bersih terasa indah di tengah kesederhanaan.

Pemandangan Pantai BosowaPemandangan Pantai Bosowa/ Foto: CXO Media/Hani Indita

Sempat terpikir bahwa saya salah memilih waktu kunjungan karena hanya ada dua rombongan yang sedang berkunjung di pantai, membuat Pantai Bosowa terlihat sepi, private, dan eksklusif. Tapi saya yakin, Pantai Bosowa pasti punya pesona lain di malam hari. Sebab, di sepanjang pantai dipenuhi oleh kedai-kedai kecil yang tempat duduknya dihiasi lelampuan malam untuk para pengunjung bersantai sambil bercengkrama ria.


Terlalu nyaman dengan suasana sepi dan menenangkan, saya menghabiskan waktu paling lama di Pantai Bosowa untuk sekadar berdiam diri dan menikmati momen-momen singkat selama berada disana sembari mengobati kelelahan. Pada titik ini, saya masih semangat untuk menyusuri jalanan Makassar hingga sampai di destinasi terakhir, Pantai Losari.


Namun, setelah melihat jarak antara Pantai Bosowa dengan Pantai Losari, seketika semangat saya luntur karena membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk mencapainya. Badan yang sudah basah dan lengket dilumuri keringat, ditambah panas yang masih mencekik, membuat saya ragu untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.


Walhasil, saya melakukan sedikit kecurangan dengan memesan ojek online. Guilty.

Masjid Kubah Pantai LosariMasjid 99 Kubah Pantai Losari/ Foto: CXO Media/Hani Indita

Sesampainya di Pantai Losari, saya cukup kaget karena pemandangannya tidak seperti apa yang saya bayangkan. Di benak saya, Pantai Losari akan menjadi penutup yang sempurna untuk menutup hari yang penuh penat dan keringat ini. Secara, Pantai Losari merupakan pantai ikonik asal Makassar tempat semua kalangan berkumpul. Saya kira bentuk Pantai Losari akan sama seperti Pantai Bosowa, namun dengan versi lebih indah. Nyatanya, Pantai Losari tak cocok disebut sebagai pantai untuk rekreasi, karena sebenarnya Pantai Losari lebih menjelma sebagai anjungan.


Meski demikian, saya tetap menikmati pemandangan sebuah bangunan yang tak lama ini menjadi ikon terbaru provinsi Sulawesi Selatan, Masjid 99 Kubah. Diresmikan pada tahun 2022, Masjid 99 Kubah dirancang oleh Ridwan Kamil dan menjadi masjid terbesar di Sulawesi. Yang menariknya, area Pantai Losari tak hanya menyuguhkan kemegahan Masjid 99 Kubah, namun juga masjid terapung, Masjid Amirul Mukminin. Jika Masjid 99 Kubah memiliki nuansa oranye, cokelat, dan putih, Masjid Amirul Mukminin dirancang dengan kubah yang berwarna biru muda.


Setelah menempuh kurang lebih 3 jam total petualangan di kota yang asing, rasanya ada accomplishment tersendiri. Terlebih jika mengingat-ingat bunyi survey bahwa Indonesia tercatat menjadi negara yang masyarakatnya paling malas jalan kaki. Meskipun bukan suatu penghargaan yang bisa memecahkan rekor atau membuat orang lain terkagum-kagum, tak disangka ternyata saya bisa merealisasikan tantangan kecil yang terdengar sangat konyol ini—ya, tujuannya hanya untuk memenuhi rasa penasaran dan menantang stamina diri ini yang lemah—bisa dibilang saya cukup bangga. Lalu, rencana selanjutnya apa? Tentu saja membuat pertemuan refleksi kaki dan istirahat dua hari.

(HAI/DIR)

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS