Pertengahan Juli 2025 lalu, publik sepak bola Malaysia sempat tersulut oleh pernyataan Justinus Lhaksana atau yang kita kenal dengan Coach Justin dan Helmy Yahya di podcast JustHY. Dalam podcast tersebut, mereka membicarakan tentang Timnas Malaysia yang disanksi FIFA hingga 2027 buntut naturalisasi ilegal.
Netizen, Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM), bahkan AFC turut 'menyentil' pandit Tanah Air tersebut tersebut karena dianggap menyebarkan hoaks. Padahal, mereka cuma menyampaikan berita yang sudah terbit beberapa pekan sebelumnya di media online nasional.
Waktu berlalu. Masalah seolah terlupakan karena Malaysia sukses meraih enam poin penting di dua pertandingan pertama Kualifikasi Piala Asia 2027. Salah satunya adalah kemenangan besar 4-0 atas Vietnam yang diraih bersama tujuh pemain naturalisasi anyar mereka.
Sampai akhirnya, pada 26 September, FIFA benar-benar menjatuhkan sanksi kepada Malaysia. Informasi ini bukan lagi berasal dari sumber abal-abal, melainkan press release resmi di situs web FIFA. Apa yang sebenarnya terjadi?
Petir di Siang Bolong
Ketika Timnas negara-negara ASEAN lain sibuk mengumumkan skuad untuk jeda internasional Oktober 2025, Malaysia malah mendapat kejutan besar. Kabar sanksi dari FIFA datang tiba-tiba bak sambaran petir di siang bolong.
Dalam pernyataannya, FIFA menerima keluhan terkait kelayakan pemain naturalisasi Malaysia. Setelah mengevaluasi semua bukti, Komite Disiplin FIFA menjatuhkan sanksi kepada FAM serta tujuh pemain naturalisasinya. Mereka adalah Facundo Tomás Garcés, Rodrigo Julián Holgado, João Vitor Brandão Figueiredo, Jon Irazábal Iraurgui dan Hector Alejandro Hevel Serrano.
Perkaranya bukan main-main, yakni pelanggaran Pasal 22 Kode Disiplin FIFA terkait pemalsuan dokumen. Akibatnya, FAM didenda CHF 350.000 atau sekitar Rp7,3 Miliar, sementara tujuh pemain Malaysia didenda CHF 2.000 atau sekitar Rp41 juta. Ditambah larangan bermain selama 12 bulan di semua kompetisi naungan FIFA. FAM pun hanya punya waktu 10 hari untuk mengajukan banding sejak tanggal terbitnya pengumuman tersebut.
Isu terkait proses naturalisasi ilegal oleh Malaysia sebenarnya sudah panas sejak awal tahun. Mengutip Disway, ini berawal dari investigasi media internasional dari Inggris dan Jepang yang menaruh curiga pada asal-usul sejumlah pemain "impor" di skuad Harimau Malaya.
Para pemain dari Eropa itu mendapatkan status Warga Negara Malaysia dengan sangat cepat, tanpa punya garis keturunan jelas atau memenuhi syarat domisili minimal lima tahun. Hasil investigasi kemudian mengarah pada dugaan manipulasi data keluarga untuk merekayasa garis keturunan pemain.
Saat berita tentang skandal naturalisasi dan sanksi FIFA mencuat pada pertengahan tahun, pihak FAM menampiknya. Mereka menegaskan pemain-pemainnya sah, terverifikasi oleh FIFA. Pada saat itu, klaim mereka memang valid. Buktinya, Malaysia masih bisa bertanding melawan Vietnam dengan menurunkan pemain-pemain naturalisasi yang baru.
Namun, sekarang sanksi FIFA bukan sekadar omon-omon. Seandainya FAM kalah banding, nasib Timnas Malaysia di Kualifikasi Piala Asia 2027 berada di ujung tanduk. Pasalnya, kemenangan mereka atas Vietnam berpotensi dibatalkan sesuai aturan AFC, berkaca dari kasus Timor Leste tahun 2015.
Di samping itu, klub-klub dari para pemain naturalisasi pun menjadi korban karena mereka kehilangan penggawanya untuk setahun ke depan atau setidaknya sampai masalah ini terselesaikan.
Pandit-pandit dan banyak suporter Malaysia sebenarnya menginginkan FAM lebih transparan, menunjukkan bukti garis keturunan ketujuh pemain naturalisasi yang disanksi. Akan tetapi, yang terjadi malah drama menuduh sana-sini.
Mencari Kambing Hitam
FAM sendiri sudah merilis pernyataan resmi. Mereka mengaku ada "kesalahan teknis" dalam pengajuan dokumen naturalisasi. Namun, mereka tetap menekankan bahwa para pemain adalah warga sah Malaysia.
Di luar federasi, pemilik klub Johor Darul Ta'zim (JDT), Tunku Ismail Idris, menuliskan pernyataan yang sangat tajam di platform X. Ia menuduh pihak lain sengaja melakukan sabotase dan menyebut 'mereka' yang berada di New York.
Seperti diketahui, beberapa hari sebelumnya presiden FIFA, Gianni Infantino memang berada di New York untuk menghadiri pertemuan PBB dengan para kepala negara.
Media Malaysia, SBWTF, bahkan berasumsi kedekatan Erick Thohir dan presiden FIFA telah 'membuahkan hasil'. Mereka juga membawa nama Coach Justin akibat pernyataannya beberapa bulan lalu yang dengan yakin menyebut Malaysia akan disanksi FIFA hingga 2027.
Tuduhan ini pun langsung dibantah tegas. Mengutip CNN Indonesia, Erick Thohir menyatakan pihaknya tidak pernah ikut campur urusan federasi lain. Sementara Coach Justin di acara TPJS juga tidak membenarkan hal tersebut.
Selain Indonesia, Vietnam turut dikambinghitamkan. Hanya karena ada perwakilan Federasi Sepak Bola Vietnam (VFF) di Komite Disiplin FIFA, Media Malaysia mempertanyakan tentang potensi konflik kepentingan.
Para petinggi sepak bola Malaysia saat ini seperti sedang kebakaran jenggot. Alih-alih menunjukkan bukti silsilah pemain naturalisasi kepada publik, pihak-pihak elit malah terus berkelit, menambah daftar pihak yang mereka duga merupakan dalangnya.
Kontras Naturalisasi Indonesia dan Malaysia
Kasus ini adalah pelajaran mahal tentang integritas. Transparansi proses naturalisasi pemain Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi Malaysia. Umumnya, proses naturalisasi di Indonesia membutuhkan waktu hingga enam bulan atau lebih.
Selama proses tersebut, masyarakat tahu dari mana sang pemain mendapatkan darah Indonesia. Negara ASEAN lain seperti Vietnam, Filipina, Singapura, dan Thailand pun melakukan hal yang sama.
Sebagai contoh, pada kasus Marteen Paes, ia memiliki garis keturunan Indonesia dari sang nenek yang lahir dan besar di Kediri, Jawa Timur. Neneknya termasuk dalam kelompok "Blijvers", yaitu orang Eropa yang memilih menetap di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) daripada kembali ke Eropa setelah tugas resmi mereka. Informasi tersebut terbuka untuk publik.
Di sisi lain, Malaysia terlihat sangat tergesa-gesa soal naturalisasi. Mereka mengambil banyak pemain keturunan sekaligus dari luar negeri dan mengklaim garis keturunan, yang kerap kali tanpa transparansi publik.
Proses naturalisasi mereka pun berlangsung sangat cepat, hanya dalam hitungan minggu, seperti dikatakan oleh bek Deportivo Alaves, Facundo Garces. FAM mengklaim garis keturunan pemain berasal dari kakek-nenek, tetapi pihak Dukcapil-nya Malaysia (NRD) menyatakan tidak bisa menemukan dokumen kelahiran yang asli. Mereka pun lalu mengeluarkan salinan administratif sebagai dasar pendaftaran.
Bukti kelahiran tersebut memang sah menurut hukum Malaysia, tetapi FIFA mempertanyakannya. Ada dugaan bahwa Malaysia mencoba mengeksploitasi celah hukum dengan mengklaim garis keturunan secara administratif untuk memenuhi syarat FIFA.
Dua pendekatan naturalisasi di atas sangat kontras. Indonesia selalu membuka informasi silsilah pemain, sedangkan Malaysia tidak pernah transparan sejak awal. Maka, tidak heran jika publik Malaysia sendiri bertanya-tanya, dari mana sebenarnya asal-usul para pemain naturalisasi mereka?
Saat ini bola masih bergulir. FAM sudah menyatakan akan mengajukan banding, dan kita harus menghormati proses hukum yang berjalan. Mungkin FAM memang tidak berniat memalsukan dokumen. Mungkin ini benar-benar hanya kecerobohan administrasi. Kita tidak akan pernah tahu pasti sampai semua bukti dibuka.
Pada akhirnya, daripada terus berkoar tentang sabotase, mungkin ini saatnya bagi FAM untuk introspeksi. Pasalnya, sementara mereka sibuk mengurus banding dan menangkis tuduhan, Timnas Indonesia sudah memastikan tiket Piala Asia 2027 dan kini hanya fokus pada satu tujuan: lolos ke Piala Dunia 2026.
Penulis: Bagas Dharma
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*